Perencanaan Pemanenan Hutan Pemanenan Hutan Dengan Teknik Konvensional dan Teknik RIL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tahapan Pemanenan Hutan

Budiaman 2003 mendefinisikan pemanenan hutan sebagai serangkaian tindakan kehutanan yang merubah pohon dan biomassa lain menjadi bentuk yang dapat dipindahkan ke posisi lain sehingga memberikan manfaat bagi masyarakat. Tujuan dari pemanenan hutan adalah : 1. Untuk mendapatkan nilai hutan. 2. Mendapatkan produk hasil hutan yang dibutuhkan masyarakat. 3. Memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat disekitar hutan. 4. Memberikan kontribusi kepada perolehan devisa negara, dan 5. Membuka akses wilayah. Selanjutnya Budiaman 2003 menyatakan bahwa pemanenan hutan terdiri dari sembilan tahapan, yang meliputi perencanaan, pembukaan wilayah hutan, penebangan, pembagian batang, pengumpulan, penyaradan, muat bongkar, pengangkutan, dan penimbunan.

2.2 Perencanaan Pemanenan Hutan

Perencanaan hutan dilakukan sebagai petunjuk pengelolaan hasil hutan dalam rangka untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia. Dalam kegiatan perencanaan harus diperhatikan standar-standar yang akan ditetapkan sebagai pedoman atau batasan-batasan realisasi dari perencanaan pengelolaan suatu sumberdaya tertentu. Menurut Klassen 2005, standar merupakan peraturan atau asumsi dasar yang menjadi dasar persiapan rencana. Rencana dapat berkaitan dengan pertimbangan teknis, tujuan lingkungan dan isu pengelolaan lain. Standar operasi perencanaan berhubungan dengan hambatan fisik serta hal-hal yang perlu dipertimbangkan pada saat mengembangkan rencana pemanenan hutan. Walaupun secara relatif hanya sedikit pertimbangan yang betul-betul dapat mempengaruhi kegiatan perencanaan, namun pertimbangan tersebut sangat penting dilakukan. Pada bidang kehutanan, pengelolaan hutan secara berkelanjutan harus memasukkan tiga aspek penting bagi pelaksanaannya. Ketiga aspek tersebut adalah aspek ekonomi, aspek ekologi dan aspek sosial. Ketiga aspek ini dapat dilihat sebagai tiga lapisan yang ditumpangtindihkan satu sama lain secara simultan, pada daerah yang sama untuk menetapkan hal apa yang mungkin, relevan dan berkelanjutan. Perencanaan pemanenan hutan diperlukan untuk membuat mekanisme perencanaan strategik dan kegiatan yang menjamin nilai- nilai hutan yang akan terlindungi selama pemanenan hutan. Mekanisme ini juga menyebutkan pemanfaatan lahan dan sumberdaya hutan secara maksimum dan bertanggungjawab bagi semua pihak yang berkepentingan dengan memperhatikan dampak sosial, ekonomi dan lingkungan. Pendekatan seperti ini akan membantu dalam penyediaan sarana yang efisien, hemat dan bertanggungjawab terhadap lingkungan sewaktu melakukan penebangan hutan Dephut 2004.

2.3 Pemanenan Hutan Dengan Teknik Konvensional dan Teknik RIL

RIL adalah suatu teknik pemanenan hutan yang direncanakan secara intensif, dalam pelaksanaannya menggunakan teknik operasi dan peralatan yang tepat serta pengawasan secara intensif untuk meminimalkan kerusakan terhadap tegakan tinggal dan tanah. Tujuan pemanenan hutan dengan teknik RIL adalah untuk meminimalkan pengaruh negatif terhadap lingkungan erosi, sedimentasi, dan pengeruhan air sungai, meningkatkan efisiensi pemanenan penekanan terhadap besarnya volume limbah pemanenan, biaya pemanenan dan peningkatan kualitas produksi kayu, menciptakan ruang tumbuh pohon, dan juga menjaga kelestarian hutan. Sebagian besar studi mengenai sistem RIL menunjukkan bahwa manfaat yang jelas dari teknik ini adalah pengurangan dampak yang berkaitan dengan kondisi hutan dan nilai lingkungan. Selain itu, hasil studi menunjukkan adanya perbaikan yang signifikan dalam kinerja finansial dari sistem RIL. Perbaikan tersebut biasanya terlihat dalam produktivitas mesin yang meningkat, volume pemulihan yang lebih baik, serta proyeksi ekonomi tegakan sisa yang lebih baik. Walaupun terdapat berbagai variasi atas signifikansi dari perbaikan dengan sistem RIL, terdapat kesepakatan bahwa perbaikan dalam rencana pemanenan merupakan elemen yang lebih penting dari sistem RIL karena berpengaruh terhadap hasil kegiatan pemanenan Klassen 2005. Selanjutnya Klassen 2005 menyatakan bahwa dampak dari perbaikan ini, baik yang berkaitan dengan lingkungan atau finansial, adalah berbeda dari satu situasi ke situasi lainnya. Faktor fisik seperti kondisi lahan dan hutan memegang peranan penting dalam menentukan efektifitas teknik RIL. “Pembalakan Konvensional” dapat didefinisikan secara konsisten melalui sistem konsesi hutan berdasarkan elemen yang relatif seragam dan definisi ini menjadi dasar dari pembandingannya dengan sistem RIL. Pembalakan Konvensional umumnya memiliki elemen yang sama tanpa melihat areal konsesinya. Ciri umum dari pemanenan hutan konvensional adalah : a Sistem penyaradan menggunakan traktor Crawler. b Tidak adanya peta kontur dengan skala operasional serta peta posisi pohon. Kalaupun ada hanya untuk memenuhi persyaratan Departemen Kehutanan. c Petak pembalakan atau bagian dari petak dialokasikan kepada kru pembalakan yang terdiri dari satu operator traktor dan satu penebang. Kru pembalakan memiliki kebebasan untuk menebang pohon yang memiliki ukuran serta kualitas komersial dan untuk mengekstraksinya melalui cara yang terbaik yang dapat mereka lakukan. d Tidak ada rencana pembalakan yang spesifik. e Standar pemanfaatan cenderung sangat rendah dengan volume kayu berkualitas tinggi yang tersisa di hutan sebagai akibat tidak adanya standar bucking yang tepat dan supervisi. Keadaan ini merupakan salah satu situasi yang secara eksplisit didorong oleh Departemen Kehutanan melalui mekanisme pengendalian penebangan serta sistem royalti yang seragam. f Tidak ada pemantauan atau evaluasi dari kegiatan penebangan yang dilakukan. g ITT atau Inventarisasi Tegakan Tinggal yang disarankan atau survei pasca pemanenan jarang dilakukan, dan kalaupun dilaksanakan tidak diintegrasikan ke dalam tindakan manajemen di luar persyaratan yang terdapat dalam peraturan karena informasi yang dikumpulkan memiliki relevansi yang kecil dengan manajemen. h Tidak ada kegiatan penon-aktifan jalan sarad yang secara sistematis berusaha mengurangi resiko erosi. Untuk mengatasi situasi ini, RIL menetapkan sejumlah tujuan penting seperti Klassen 2005 : 1. Mengurangi kerusakan pada tegakan tinggal agar berada dalam kondisi yang baik dalam siklus penebangan berikutnya. 2. Mengurangi besarnya kerusakan tanah. 3. Memelihara integritas serta kualitas sistem perairan di hutan dengan mengurangi perlintasan sungai, menon-aktifkan jalan sarad setelah kegiatan pembalakan dan kegiatan lain yang dapat mengurangi erosi. Menurut Klassen 2005, agar dapat secara efektif melaksanakan perencanaan pembalakan dengan menggunakan sistem RIL, ada empat persyaratan dasar yang harus dipenuhi, yaitu : a. Peta dengan skala operasional dan akurat merupakan alat dasar untuk melaksanakan rencana pembalakan dengan menggunakan sitem RIL. b. Tersedia standar operasional yang berwawasan lingkungan untuk mempersiapkan kerangka kerja perencanaan. c. Tersedia keterampilan teknis dasar untuk bisa mengintrepretasikan peta dan standar yang telah ditetapkan sehingga dapat menghasilkan suatu rencana yang dapat menjamin tercapainya tujuan RIL. d. Perlu menciptakan suatu lingkungan pengelolaan yang memungkinkan pelaksanaan RIL. Hal ini tidak hanya sekadar dukungan manajemen terhadap konsep RIL tetapi juga mencakup seluruh prosedur khusus yang berhubungan dengan organisasi maupun bidang teknis yang dapat menjamin bahwa sistem RIL diterapkan secara serentak dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan perusahaan dan tidak dilaksanakan hanya oleh satu departemen saja.

2.4 Kinerja dan Ukuran Kinerja