VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Perkembangan Harga Kubis dan Bawang Merah
Kubis dan bawang merah merupakan jenis komoditas sayuran unggulan pada sektor agribisnis yang dapat memberikan sumbangan yang besar dalam
peningkatan kesejahteraan petani. Hal ini dapat dilihat dari jumlah produksi dan luas panen kedua komoditas ini yang relatif besar dibandingkan jenis komoditas
sayuran lain yang ditanam di Indonesia. Selain itu, kubis dan bawang merah juga termasuk jenis komoditas sayuran yang dibutuhkan dan banyak dikonsumsi oleh
masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pasokan kubis dan bawang merah yang banyak diperjualbelikan di pasar. Namun, kedua komoditas ini memiliki
harga yang berfluktuasi sehingga mengindikasikan adanya risiko. Penentuan risiko harga kubis dan bawang merah pada penelitian ini
didasarkan pada nilai varians harga kubis dan bawang merah yang diperoleh dari hasil pendugaan persamaan harga kubis dan bawang merah dengan menggunakan
model ARCH-GARCH dan perhitungan Value at Risk VaR untuk menganalisis besarnya risiko harga yang dihadapi oleh petani kubis dan bawang merah. Dalam
analisis risiko ini digunakan data harga jual dan pasokan harian dari komoditas kubis dan bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati pada periode Januari 2006 -
Februari 2009. Berdasarkan plot data deret waktu harga jual kubis dengan menggunakan
minitab 14 diperoleh pola data harga kubis yang dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Plot Harga Jual Kubis Periode Januari 2006
– Februari 2009
Sumber : Pasar Induk Kramat Jati 2009 diolah
Hari
H ar
ga R
p kg
1035 920
805 690
575 460
345 230
115 1
4500 4000
3500 3000
2500 2000
1500 1000
500
Plot Harga Kubis
60 Gambar 11 menunjukkan bahwa harga jual kubis berfluktuasi setiap
harinya, dimana harga jual kubis tertinggi mencapai Rp. 4.200kg sedangkan harga jual terendah adalah Rp. 700kg. Harga jual terendah yakni Rp. 700kg
terjadi pada hari ke 795-796 yang jatuh pada bulan Maret 2008 sedangkan harga tertinggi yaitu sebesar Rp. 4.200kg terjadi pada hari ke 718-720 dan 737-738
yang berada pada bulan Desember 2007 dan Januari 2008. Hal ini tidak terlepas dari kondisi permintaan dan penawaran kubis yang terjadi di pasar. Pada bulan
Maret 2008 terjadi kelebihan pasokan kubis yang masuk secara bersamaan ke pasar sehingga mengakibatkan harga jatuh. Pasokan kubis yang masuk ke pasar
pada bulan Maret 2008 sebesar 4.250 ton, jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan jumlah pasokan yang masuk ke pasar pada bulan lainnya Lampiran 4.
Kelebihan pasokan terjadi karena panen raya yang bersamaan di berbagai daerah sentra produksi kubis seperti Padang, Wonosobo, Jember, dan Pangalengan.
Sementara itu, pada bulan Desember 2007 dan Januari 2008 terjadi peningkatan harga jual kubis mencapai Rp. 4.200kg, dimana salah satunya disebabkan karena
kurangnya jumlah pasokan kubis yang masuk ke pasar yakni sebesar 2.817 ton dan 2.578 ton Lampiran 4. Hal ini dikarenakan banyaknya daerah sentra
produksi kubis yang belum panen sehingga menyebabkan kurangnya pasokan kubis yang masuk ke pasar.
Menurut hasil wawancara dengan pedagang grosir Bandar dan pegawai kantor di PIKJ dapat diketahui bahwa fluktuasi harga kubis sangat dipengaruhi
oleh permintaan konsumen. Permintaan konsumen ini datang bukan hanya dari konsumen akhir melainkan juga pedagang pengecer. Jika permintaan konsumen
terhadap komoditas kubis meningkat melebihi pasokan yang ada, maka hal ini akan berpengaruh terhadap peningkatan harga kubis dan terjadi pula sebaliknya.
Besarnya permintaan konsumen terhadap komoditas kubis dipengaruhi oleh harga kubis, daya beli konsumen, harga produk lain baik produk subtitusi maupun
komplementer, selera konsumen, dan jumlah konsumen. Selain permintaan, faktor lain yang juga berpengaruh terhadap fluktuasi
harga kubis adalah pasokan kubis yang masuk ke pasar. Jika jumlah pasokan kubis yang masuk ke pasar melebihi jumlah permintaan, maka harga dapat
menurun. Biasanya ini terjadi pada saat panen raya, dimana kelebihan pasokan
61 kubis masuk ke pasar secara bersamaan. Hal ini menyebabkan jumlah pasokan
melebihi jumlah yang diminta oleh konsumen sehingga mengakibatkan harga jatuh. Namun jika kelebihan pasokan tidak masuk ke pasar secara bersamaan
maka hal ini tidak akan mengakibatkan harga kubis menurun secara tajam. Dan sebaliknya, apabila terjadi kekurangan pasokan yang diakibatkan oleh gagal panen
karena hama dan penyakit atau bencana alam, maka akan menyebabkan harga kubis meningkat secara tiba-tiba.
Seperti halnya kubis, harga jual bawang merah juga mengalami fluktuasi yang bersifat acak sehingga pola data harga bawang merah belum bisa dikatakan
mengikuti trend atau pola tertentu. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 12.
Hari
H ar
ga R
p k
g
1035 920
805 690
575 460
345 230
115 1
14000 12000
10000 8000
6000 4000
2000
Plot Harga B awang Me rah
Gambar 12. Plot Harga Jual Bawang Merah Periode Januari 2006
– Februari 2009
Sumber : Pasar Induk Kramat Jati 2009 diolah
Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa harga jual bawang merah tertinggi terjadi pada tingkat harga Rp.14.000kg sedangkan harga jual bawang merah
terendah berada pada tingkat harga Rp 2.800kg. Harga jual terendah yakni Rp. 2.800kg terjadi pada hari ke 279 yang berada pada bulan Oktober 2006 dimana
pada bulan tersebut bertepatan dengan hari Raya Idul Fitri. Rendahnya harga jual bawang merah pada bulan Oktober 2006 diakibatkan oleh masuknya bawang
impor saat petani bawang merah terutama petani di daerah Brebes sedang panen. Sementara itu, harga tertinggi yaitu sebesar Rp. 14.000kg terjadi pada hari ke 702
62 yang berada pada bulan Desember 2007 yang disebabkan oleh minimnya pasokan
bawang merah yang masuk ke pasar. Hal ini disebabkan karena daerah penghasil bawang merah terutama daerah Brebes belum panen dan musim hujan yang
terjadi sehingga mengakibatkan bawang merah lama dikeringkan serta transportasi yang mengalami gangguan
4
. Namun, disisi lain permintaan konsumen akhir terhadap bawang merah pada bulan tersebut meningkat karena
menjelang perayaan Idul Adha, Natal dan Tahun Baru. Menurut hasil wawancara dengan pedagang grosir Bandar dan pegawai
kantor di PIKJ diketahui bahwa fluktuasi harga bawang merah dipengaruhi oleh produksi bawang merah yang cenderung berfluktuasi di berbagai daerah sentra
produksi, sehingga ketika terjadi panen raya dimana produksi bawang merah melebihi jumlah permintaan dan masuk ke pasar secara bersamaan maka hal ini
akan menyebabkan harga jatuh. Sebaliknya pada bulan-bulan tertentu seperti bulan Februari sampai April
dimana produksi bawang merah lokal jumlahnya sedikit maka akan mengakibatkan harga meningkat. Oleh karena itu untuk
memenuhi permintaan konsumen terhadap bawang merah, pedagang biasanya menjual bawang merah impor.
Bawang merah impor berasal dari Thailand, Birma, Cina, Filiphina, Pakistan, dan sebagainya. Pada bulan tersebut, konsumen lebih banyak membeli
bawang merah impor karena harga jualnya yang relatif lebih murah dibandingkan bawang merah lokal. Namun selain bulan tersebut, konsumen cenderung membeli
bawang merah lokal karena harganya yang dapat bersaing dengan bawang merah impor dan juga disebabkan oleh rasa bawang merah lokal yang lebih enak
dibandingkan bawang merah impor. Harga bawang merah menjelang hari besar keagamaan seperti Idul Fitri,
Idul Adha dan Natal cenderung mengalami peningkatan di tingkat konsumen akhir. Hal ini dikarenakan faktor psikologis yang terjadi, dimana para pedagang
terutama pedagang pengecer umumnya menjual bawang merah dengan harga yang
4
www.hortikultura.deptan.go.id. 2008. Pasokan dan Harga Cabe serta Bawang Merah : Menjelang Hari Raya Keagamaan Tahun 2008. [4 Mei 2009].
63 lebih tinggi dibandingkan hari biasa. Selain itu, faktor lainnya adalah karena
faktor transportasi dan distribusi yang umumnya terhambat akibat adanya transportasi pulang kampung atau “mudik”, biaya-biaya diperjalanan, dan
kelangkaan sarana transportasi sehingga menyebabkan terjadinya kekurangan pasokan bawang merah yang masuk ke pasar
5
. Namun, berdasarkan hasil wawancara dengan pedagang grosir di Pasar Induk Kramat Jati PIKJ, harga
bawang merah relatif stabil meskipun pasokannya cenderung menurun menjelang hari raya tersebut. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 5 dimana pada bulan
Oktober tahun 2006, Oktober tahun 2007 dan tahun 2008 yang bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri, pasokan bawang merah yang masuk ke Pasar Induk Kramat
Jati cenderung lebih rendah dibandingkan bulan lainnya. Hal ini dikarenakan pada saat menjelang hari-hari besar tersebut, pedagang grosir banyak yang sudah
tidak berjualan dan umumnya pedagang pengumpul langsung memasarkan bawang merah kepada pedagang pengecer di pasar-pasar kecil.
Berdasarkan pola data harga kubis dan bawang merah, akan diramalkan model yang tepat untuk menghitung besarnya risiko harga kedua komoditas
tersebut dengan
menggunakan analisis
ARCH-GARCH. Analisis
ini menggunakan tiga variabel yaitu harga P
t
sebagai variabel dependen variabel terikat serta harga sehari sebelumnya P
t-1
dan jumlah pasokan Q sebagai variabel independen. Dari ketiga variabel tersebut kemudian dibuat suatu model
persamaan harga kubis dan bawang merah lihat Lampiran 6 dan 7. Ringkasan statistik dari model persamaan harga kubis dan bawang merah
dapat dilihat pada Lampiran 8,9 dan ringkasannya disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 . Ringkasan Statistik Model Persamaan Harga Kubis dan Bawang Merah
Ringkasan statistik Kubis
Bawang Merah Mean
-1,10E-16 2,52E-15
Skewness - 0,168240
0,228220 Kurtosis
4,288626 6,356646
5
Ibid, Hlm 65
64 Rata-rata harga bawang merah selama tiga tahun terakhir menunjukkan
tingkat harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata harga kubis. Hal ini disebabkan oleh harga jual bawang merah yang lebih tinggi dibandingkan dengan
harga jual kubis. Koefisien kemenjuluran Skewness yang merupakan ukuran kemiringan
adalah lebih besar dari 0 menunjukkan model persamaan harga bawang merah memiliki distribusi yang miring ke kanan artinya data cenderung menumpuk pada
tingkat fluktuasi yang rendah. Sedangkan untuk komoditas kubis memiliki koefisien kemenjuluran Skewness yang kurang dari 0 menunjukkan bahwa data
dari model persamaan harga komoditas kubis menumpuk pada tingkat fluktuasi yang tinggi. Nilai keruncingan kurtosis yang lebih dari tiga bermakna bahwa
distribusi kedua model persamaan harga baik kubis maupun bawang merah memiliki ekor yang lebih padat dibandingkan dengan sebaran normal. Nilai
keruncingan kurtosis yang lebih besar dari tiga merupakan gejala awal adanya heteroskedastisitas.
6.2 Peramalan Tingkat Risiko Harga Kubis dan Bawang Merah