Ruang Lingkup Penelitian Tinjauan Penawaran, Permintaan, Harga dan Pemasaran

10 komoditas tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis seberapa besar tingkat risiko harga komoditas kubis dan bawang merah ? dan bagaimana alternatif solusi yang dilakukan petani selaku produsen untuk mengurangi risiko harga kubis dan bawang merah ? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis tingkat risiko harga dari komoditas kubis dan bawang merah. 2. Menganalisis alternatif solusi yang dilakukan petani selaku produsen untuk mengurangi risiko harga kubis dan bawang merah. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi petani kubis dan bawang merah, sebagai bahan masukan mengenai alternatif solusi yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko harga kedua komoditas tersebut. 2. Bagi pemerintah dan instansi terkait, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan mengenai komoditas kubis dan bawang merah mulai dari produksi hingga pemasaran, sehingga nantinya diharapkan dapat mengurangi risiko harga kedua komoditas tersebut. 3. Bagi penulis adalah untuk menambah pengetahuan dan pengalaman serta sebagai salah satu cara dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh. 4. Pihak peneliti lain, penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi yang bermanfaat, masukan, serta perbandingan untuk melakukan penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada analisis risiko harga kubis dan bawang merah yang termasuk dalam jenis komoditas sayuran unggulan di Indonesia. Dalam penelitian ini dianalisis mengenai besarnya tingkat risiko harga dari komoditas kubis dan bawang merah melalui analisis kuantitatif terhadap fluktuasi harga dan pasokan harian dari komoditas kubis dan bawang merah, dengan menggunakan 11 model ARCH-GARCH dan perhitungan nilai VaR Value at Risk. Sementara itu, variabel lain yang juga berpengaruh terhadap risiko harga dari kubis dan bawang merah seperti harga input, pasokan dan harga produk subtitusi atau komplementer dari kubis dan bawang merah, harga dan pasokan bawang merah impor yang mungkin juga mempengaruhi besarnya risiko harga bawang merah, dan sebagainya tidak dianalisis dan dimasukkan ke dalam model persamaan risiko. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan adanya keterbatasan dan kesulitan dalam memperoleh data harian dalam jumlah besar dari variabel lain yang juga berpengaruh terhadap besarnya risiko harga kedua komoditas tersebut. Selain itu, pada penelitian ini juga lebih difokuskan kepada petani sebagai salah satu pihak yang menanggung risiko harga kubis dan bawang merah dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan adanya keterbatasan peneliti untuk melakukan penelitian terhadap pihak lain selain petani, yang mungkin juga menanggung besarnya risiko harga dari komoditas kubis dan bawang merah. II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian mengenai kubis dan bawang merah yang telah dilakukan dari segi aspek penawaran, permintaan, harga dan pemasaran serta tinjauan mengenai risiko adalah sebagai berikut.

2.1 Tinjauan Penawaran, Permintaan, Harga dan Pemasaran

Tentamia 2002 meneliti mengenai penawaran dan permintaan bawang merah di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penawaran dan permintaan bawang merah di Indonesia dengan menggunakan model ekonometrika penawaran dan permintaan bawang merah di Indonesia, yang dirumuskan dalam bentuk persamaan simultan. Pendugaan model menggunakan metode two stages least squares dengan data sekunder time series triwulanan periode 1992-2000. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi bawang merah di Jawa Tengah responsif terhadap perubahan harga pupuk tetapi tidak responsif terhadap perubahan harga bawang merah dan upah tenaga kerja. Perubahan harga pupuk akan mengakibatkan perubahan produksi terutama melalui perubahan luas arealnya, sedangkan produktivitas bawang merah tidak responsif baik terhadap perubahan harga pupuk maupun harga output dan upah tenaga kerja. Sementara itu, permintaan bawang merah di Indonesia dipengaruhi sangat nyata dan bersifat responsif terhadap perubahan jumlah penduduk. Namun permintaan tidak responsif terhadap perubahan harga bawang merah dan pendapatan. Respon permintaan bawang merah terhadap perubahan pendapatan akan lebih elastis apabila didukung oleh peningkatan industri pengolahan bawang merah. Lebih lanjut, penelitian Tentamia menunjukkan bahwa harga bawang merah di tingkat produsen Jawa Tengah dan Luar Jawa Tengah dipengaruhi oleh harga di tingkat konsumen Indonesia namun dengan respon yang bersifat inelastis. Hal ini disebabkan antara lain oleh marjin pemasaran bawang merah yang cukup tinggi. Faktor lain yang berpengaruh sangat nyata terhadap harga bawang merah di Jawa Tengah dan Indonesia adalah penawaran. Dalam jangka panjang harga bawang merah di Indonesia bersifat responsif terhadap perubahan penawaran. Hal 13 ini merupakan indikasi bahwa fluktuasi harga dapat dikurangi melalui upaya mengurangi fluktuasi produksi. Stato 2007 dalam penelitiannya mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah dan peramalannya di Pasar Induk Kramatjati Jakarta PIKJ. Penelitian ini menggunakan metode peramalan time series dan data sekunder berbentuk time series sebanyak 214 data yang diambil dari minggu ke 1 bulan Januari tahun 2003 hingga minggu ke 3 bulan Februari tahun 2007. Datanya terdiri dari data harga pupuk, harga impor bawang merah, pasokan impor bawang merah nasional, dan pasokan bawang merah yang masuk ke PIKJ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola fluktuasi harga bawang merah mengikuti suatu trend yang meningkat. Pola fluktuasi harga bawang merah mengikuti suatu pola musiman tertentu, yaitu terjadinya trend penurunan harga bawang merah dalam selang periode bulan Mei hingga September, dan trend peningkatan harga bawang merah pada selang periode bulan Februari hingga Mei yang berulang tiap tahunnya. Hal ini berkaitan dengan pola produksi bawang merah. Berdasarkan hasil uji regresi, faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap fluktuasi harga bawang merah yaitu pasokan impor dan harga impor bawang merah serta harga pupuk. Rosantiningrum 2004 melakukan penelitian tentang analisis produksi dan pemasaran usahatani bawang merah di Desa Banjaranyar, Brebes, menjelaskan bahwa terdapat lima faktor yang mempengaruhi produksi bawang merah yaitu luas lahan, jumlah bibit, jumlah tenaga kerja, pupuk dan pestisida. Dari kelima faktor produksi tersebut yang berpengaruh besar terhadap peningkatan produksi bawang merah adalah luas lahan dengan nilai elastisitas sebesar 0,2766 sedangkan faktor produksi yang memberikan pengaruh terkecil adalah pestisida dengan nilai elastisitas sebesar 0,01251. Selain itu, berdasarkan penelitian Rosantiningrum juga dapat diketahui bahwa ada tiga pola saluran pemasaran bawang merah yang berasal dari 30 petani responden di Desa Banjaranyar dapat dilihat pada Gambar 2. 14 Pola I 2 orang = 6,67 Pola II 26 orang = 86,67 Pola III 2 orang = 6,67 Keterangan : calo desa Gambar 2. Saluran Pemasaran Bawang Merah di Desa Banjaranyar, Kabupaten Brebes, 2004 Sumber : Rosantiningrum 2004 Gambar 2 menunjukkan bahwa pola pemasaran yang paling banyak digunakan oleh petani adalah pola II pola saluran yang terpanjang. Hal ini terjadi karena adanya ketergantungan atau keterikatan antara petani dengan calo desa yang merupakan perantara antara petani dengan pedagang pengumpul dan karena modal yang dimiliki petani responden rendah sehingga tidak ada modal transportasi untuk menjual bawang merah langsung ke pedagang besar. Selain itu, petani hanya mengusahakan bawang merah pada lahan sempit sedangkan untuk menjual bawang merah langsung ke padagang besar harus dalam jumlah yang besar agar menguntungkan. Disamping itu dari tingkat efisiensi teknis, pemasaran bawang merah belum efisien. Hal ini dilihat dari marjin pemasaran yang tinggi karena dipengaruhi oleh tingginya tingkat keuntungan pedagang besar dan besarnya penyusutan. Rifqie 2008 meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani kubis di Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa usahatani kubis layak dan menguntungkan dilakukan pada dua periode tanam di musim hujan. Usahatani kubis di awal musim hujan berada pada kondisi constant return to Petani Pedg.besar Pedg.pengecer Konsumen non lokal Pedg.besar Grosir Pedg.pengecer Pedg.pengumpul Konsumen non lokal Konsumen lokal Pedg.pengecer 15 scale. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh secara signifikan dengan elastisitas positif adalah benih, pupuk kandang, pupuk kimia, dan pestisida padat. Sebaliknya, faktor-faktor produksi yang berpengaruh secara signifikan dengan elastisitas negatif adalah tenaga kerja dan pestisida cair. Sementara itu, usahatani kubis dipertengahan musim hujan pun berada pada kondisi constant return to scale. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh secara signifikan dengan elastisitas positif adalah pupuk kandang, pupuk kimia, dan pestisida padat. Dan Sebaliknya, faktor-faktor produksi yang berpengaruh secara signifikan dengan elastisitas negatif adalah tingkat serangan hama dan penyakit, sedangkan benih dan pestisida cair tidak berpengaruh secara signifikan. Agustina 2008 meneliti tentang tataniaga dan keterpaduan pasar kubis di Desa Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa terdapat tiga saluran tataniaga kubis di Desa Cimenyan yaitu : 1. Petani Pedagang Pengumpul I Grosir Pengecer Konsumen 2. Petani Pedagang Pengumpul II Grosir Pengecer Konsumen Saluran dua dibagi menjadi dua bagian yaitu pemasaran di daerah produksi lokal dan pemasaran diluar daerah produksi. 3 Petani Grosir Pengecer Konsumen. Struktur pasar yang dihadapi petani kubis dan pedagang pengumpul I adalah pasar oligopsoni. Pedagang pengumpul II, grosir dan pengecer menghadapi pasar oligopoli. Saluran tataniaga yang memberikan keuntungan paling besar bagi petani dibandingkan dengan saluran lainnya berdasarkan nilai total margin, farmer’s share, rasio keuntungan terhadap biaya adalah saluran ketiga dengan nilai total margin sebesar Rp. 1.681,87, farmer’s share terbesar yaitu 55,81 persen, rasio keuntungan terhadap biaya terbesar yaitu 2,28.

2.2 Tinjauan Risiko