Peramalan Tingkat Risiko Harga Kubis dan Bawang Merah

64 Rata-rata harga bawang merah selama tiga tahun terakhir menunjukkan tingkat harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata harga kubis. Hal ini disebabkan oleh harga jual bawang merah yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual kubis. Koefisien kemenjuluran Skewness yang merupakan ukuran kemiringan adalah lebih besar dari 0 menunjukkan model persamaan harga bawang merah memiliki distribusi yang miring ke kanan artinya data cenderung menumpuk pada tingkat fluktuasi yang rendah. Sedangkan untuk komoditas kubis memiliki koefisien kemenjuluran Skewness yang kurang dari 0 menunjukkan bahwa data dari model persamaan harga komoditas kubis menumpuk pada tingkat fluktuasi yang tinggi. Nilai keruncingan kurtosis yang lebih dari tiga bermakna bahwa distribusi kedua model persamaan harga baik kubis maupun bawang merah memiliki ekor yang lebih padat dibandingkan dengan sebaran normal. Nilai keruncingan kurtosis yang lebih besar dari tiga merupakan gejala awal adanya heteroskedastisitas.

6.2 Peramalan Tingkat Risiko Harga Kubis dan Bawang Merah

6.2.1 Model ARCHGARCH untuk Risiko Harga Komoditas Kubis dan

Bawang Merah Sebelum menganalisis dengan berbagai metode ARCHGARCH, terlebih dahulu dilakukan analisis regresi dengan teknik OLS lihat Lampiran 6 dan 7. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah residual sudah terbebas dari autokorelasi. Selain autokorelasi, asumsi lain yang sering digunakan adalah variabel pengganggu atau residual yang bersifat konstan dari waktu ke waktu. Apabila residual tidak bersifat konstan, maka model persamaan rataan masih mengandung masalah heteroskedastisitas. Untuk mengetahui adanya autokorelasi dalam model persamaan harga kubis dan bawang merah maka dapat dilakukan dengan cara menguji nilai autokorelasi kuadrat residual. Fungsi autokorelasi kuadrat residual digunakan untuk mendeteksi keberadaan efek ARCH. Jika pada kuadrat residual terdapat autokorelasi, maka hal ini mengindikasikan bahwa terdapat unsur ARCH error. Pengujian autokorelasi pada model persamaan harga kubis dan bawang merah 65 terdapat pada Lampiran 10 dan 11 yang menunjukkan bahwa nilai probability pada 15 lag pertama telah signifikan. Hal ini mengindikasikan adanya efek ARCHARCH error pada model persamaan harga kubis dan bawang merah. Selain itu, untuk mengetahui apakah residual dalam model persamaan harga kubis dan bawang merah mengandung heteroskedastisitas, maka untuk membuktikannya dilakukan Uji White Heteroskedasticity. Uji White Heteroskedasticity didasarkan pada hipotesis nol yaitu tidak terdapatnya ARCH error. Hasil uji White Heteroskedasticity dengan menggunakan eviews 4.1 dapat dilihat pada Lampiran 12, 13 dan ringkasannya terdapat pada Tabel 11. Tabel 11 . Ringkasan Hasil Uji White Heteroscedasticity Komoditas ObsR- Squared Probability F-statistic Probability Kubis 14,27328 0,013964 2,875506 0,013776 Bawang Merah 16,99570 0,004508 3,432216 0,004395 Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa probabilitas statistik ObsR-Squared untuk model persamaan harga kubis dan bawang merah tergolong tinggi dengan probability yang lebih kecil dibandingkan α yang biasanya digunakan yaitu lima persen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa residual model persamaan harga kubis dan bawang merah mengandung heteroskedastisitas. Dari model persamaan harga kubis dan bawang merah dengan teknik OLS Ordinary Least Square ternyata masih terdapat efek ARCH dan mengandung masalah heteroskedastisitas sehingga untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan analisis model ARCHGARCH. Untuk mendapatkan model ARCH-GARCH terbaik, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mensimulasikan beberapa model ragam dengan spesifikasi model rataan yang telah didapatkan. Kemudian dilanjutkan dengan pendugaan parameter model menggunakan metode kemungkinan maksimum atau quasi maximum likelihood. Simulasi model ini mengkombinasikan nilai r = 0,1,2,3 dengan nilai m = 1,2,3 sehingga terbentuk 12 model ragam. Pada Lampiran 14 dan 15, pemilihan model ragam yang terbaik dilakukan dengan melihat salah satu dari alternatif model yang mempunyai nilai AIC dan SC 66 terendah; memiliki koefisien yang signifikan dan jumlah nilai koefisiennya tidak lebih dari satu. Model dugaan sementara dari persamaan harga kubis dan bawang merah terdapat pada Tabel 12. Sementara itu, hasil pengolahan data dari model persamaan harga kubis dan bawang merah terdapat pada Lampiran 14 dan 15. Tabel 12 . Model ARCH-GARCH Terbaik untuk Model Persamaan Harga Kubis dan Bawang Merah Koefisien Kubis Bawang Merah GARCH 1,1 GARCH 1,1 Persamaan Rataan Koefisien Probability Koefisien Probability C 0,315569 0,0016 0,164455 0,0015 Pt-1 0,972075 0,0000 0,982920 0,0000 Q -0,009432 0,1815 -0,001062 0,7477 Persamaan Varian K 0,000831 0,0004 0,000154 0,0000 α1 0,088677 0,0001 0,092221 0,0000 αβ - - αγ - - 1 0,797574 0,0000 0,869002 0,0000 β - - γ - - AIC -2,121935 -2,844096 SC -2,095545 -2,817706 Model dugaan sementara pada Tabel 12 menunjukkan bahwa pada persamaan rataan, koefisien konstanta C dan koefisien harga sehari sebelumnya P t-1 berhubungan positif dan signifikan pada taraf nyata lima persen. Hal ini menunjukkan bahwa harga kubis dan bawang merah pada periode sebelumnya mempengaruhi harga kubis dan bawang merah pada periode sekarang. Sedangkan pasokan Q bertanda negatif yang berarti bahwa ketika pasokan berkurang maka harga akan meningkat dan terjadi sebaliknya. Pada persamaan rataan tersebut, dapat dilihat bahwa nilai koefisien pasokan kubis memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan nilai koefisien bawang merah. Hal ini berarti bahwa harga kubis 67 lebih tergantung pada jumlah pasokan dibandingkan harga bawang merah. Kecilnya pengaruh pasokan bawang merah di PIKJ terhadap harga bawang merah diduga terjadi karena terdapat pasokan bawang merah impor yang masuk ke PIKJ. Tabel 12 juga memberikan informasi bahwa tingkat risiko harga kubis dan bawang merah dipengaruhi oleh volatilitas dan varian satu hari sebelumnya. Jika harga kubis dan bawang merah pada hari ini relatif tinggi, maka tingkat risiko untuk hari esok akan cenderung besar. Untuk mengetahui kecukupan model dilakukan pemeriksaan terhadap galat terbakukan dengan mengamati nilai statistik uji Jarque-Bera untuk memeriksa asumsi kenormalan. Hasil pengolahan model dugaan sementara persamaan harga kubis dan bawang merah yang membuktikan kecukupan model terdapat pada Lampiran 16 dan 17 dan ringkasannya terdapat pada Tabel 13. Tabel 13 . Uji Kenormalan Galat Terbakukan Komoditas Nilai Jarque-Bera Probability Kubis 101,6910 0,000000 Bawang Merah 137,7741 0,000000 Berdasarkan nilai uji Jarque-Bera pada model dugaan sementara risiko harga kubis dan bawang merah didapatkan nilai probability 0,000000 yang berarti bahwa menolak hipotesis nol galat terbakukan atau tidak menyebar normal. Menurut Brooks 2002 walaupun tidak menyebar normal, estimasi parameter akan tetap konsisten apabila persamaan rataan dan persamaan varians dispesifikasi dengan benar. Hal ini dikarenakan dalam pengolahan data telah dimasukkan metode Heteroscedasticity Consistent Covariance Boolerslev-Worldridge agar asumsi galat menyebar normal tetap terjaga, sehingga galat baku dugaan parameter tetap konsisten. Langkah selanjutnya adalah memeriksa koefisien ACF galat terbakukan, yang diharapkan bahwa galat terbakukan tersebut saling bebas dan sudah tidak terdapat lagi heteroskedastisitas. Hasil uji Ljung-Box Lampiran 18 dan 19 terhadap model risiko harga kubis dan bawang merah ternyata ACF residual kuadrat pada 15 lag pertama sudah tidak signifikan artinya sudah tidak terdapat efek ARCH. Dengan demikian kinerja model ARCH-GARCH untuk model risiko 68 harga kubis dan bawang merah dapat dikatakan baik. Selain itu, hasil uji ARCH Lampiran 20 dan 21 juga menunjukkan bahwa nilai LM dari model risiko harga kubis dan bawang merah adalah lebih kecil dari nilai kritik χ 2 2 0,05 sebesar 5,99 dan nilai p adalah lebih besar dari 0,05 atau tolak H , yang berarti sudah tidak terdapat efek ARCH.

6.2.2 Tingkat Risiko Harga Kubis dan Bawang Merah

Hasil akhir dari analisis ARCH-GARCH diperoleh peramalan model persamaan risiko harga untuk kubis yang akan digunakan untuk menghitung besarnya risiko harga kubis. Hasil pendugaan risiko harga kubis dengan pendekatan GARCH 1,1 dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 . Hasil Pendugaan Persamaan Varian Harga Kubis periode Januari 2006 hingga Februari 2009 Variabel Parameter Std. Error z-Statistik Peluang Konstanta 0,000831 0,000235 3,544563 0,0004 Volatilitas periode sebelumnya 2 t-1 0,088677 0.022829 3,884463 0,0001 Varian periode sebelumnya h t-1 0,797574 0.048880 16,31709 0,0000 Hasil pendugaan persamaan varian harga kubis menunjukkan bahwa bahwa parameter volatilitas dan varian harga kubis periode sebelumnya bertanda positif dan signifikan pada taraf nyata lima persen. Hal ini menunjukkan bahwa varian dan volatilitas harga kubis periode sebelumnya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi risiko harga jual kubis periode berikutnya. Artinya peningkatan risiko harga jual kubis periode sebelumnya, maka akan meningkatkan risiko harga jual kubis pada periode berikutnya. Berdasarkan hasil pendugaan persamaan varian harga kubis, kemudian dapat digambarkan perubahan volatilitas , dimana terlihat volatilitas kubis tertinggi sebesar 0,022 pada periode antara 764 - 767 dan 0,021 pada periode antara 798 - 801. Artinya risiko harga kubis tertinggi adalah pada periode ke 764-767 dan periode ke 798-801. Berdasarkan data harga kubis Januari 2006 sampai Februari 2009 diketahui bahwa periode tersebut berada pada bulan Februari 2008 dan periode ke 798 – 801 berada pada bulan Maret 2008. Berdasarkan hasil 69 wawancara diketahui bahwa risiko harga kubis yang tinggi pada bulan tersebut terjadi karena kelebihan pasokan yang masuk ke pasar akibat panen raya yang terjadi secara bersamaan di daerah sentra produksi kubis yakni di daerah Padang dan Jawa. Sementara itu, permintaan terhadap kubis relatif stabil atau mengalami peningkatan namun tidak melebihi jumlah pasokannya, maka hal ini akan berdampak pada menurunnya harga jual komoditas kubis. Apalagi ditambah dengan daya tahan kubis yang relatif singkat sehingga petani umumnya tidak dapat menahan kubis hingga harga jualnya kembali normal. Plot volatilitas harga kubis dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13. Varian Harga Kubis Periode Januari 2006 – Februari 2009 Sumber : Pasar Induk Kramat Jati 2009 diolah Sementara itu, hasil pendugaan persamaan varian harga bawang merah dengan pendekatan GARCH 1,1 dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 . Hasil Pendugaan Persamaan Harga Jual Bawang Merah periode Januari 2006- Februari 2009 Variabel Parameter Std. Error z-Statistik Peluang Konstanta 0,000154 3,54E-05 4,343670 0,0000 Volatilitas periode sebelumnya 2 t-1 0,092313 0.015169 6,085759 0,0000 Varian periode sebelumnya h t-1 0,868887 0.021027 41,32190 0,0000 Hasil pendugaan persamaan varian harga bawang merah menunjukkan bahwa parameter volatilitas dan varian harga bawang merah periode sebelumnya Plot Varian Harga Kubis 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 1 77 153 229 305 381 457 533 609 685 761 837 913 989 1065 1141 Hari V a r ia n 70 bertanda positif dan signifikan pada taraf nyata lima persen. Hal ini menunjukkan bahwa varian dan volatilitas harga bawang merah periode sebelumnya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi risiko harga jual bawang merah periode berikutnya. Artinya peningkatan risiko harga jual bawang merah periode sebelumnya, maka akan meningkatkan risiko harga jual bawang merah pada periode berikutnya. Berdasarkan pendugaan persamaan varian harga bawang merah dapat digambarkan perubahan volatilitas , dimana terlihat bahwa volatilitas bawang merah tertinggi sebesar 0,019 pada periode antara 408 - 416. Artinya risiko harga bawang merah tertinggi adalah pada periode ke 408 - 416. Berdasarkan data harga bawang merah periode Januari 2006 sampai Februari 2009 diketahui bahwa periode 408 - 416 berada pada bulan Februari 2007 Gambar 14. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa tingginya risiko harga bawang merah pada bulan tersebut disebabkan karena jumlah produksi bawang merah di dalam negeri lokal relatif sedikit sehingga tidak cukup untuk memenuhi permintaan konsumen. Pasokan bawang merah lokal yang rendah disebabkan karena pada bulan tersebut, umumnya kebanyakan petani bawang merah menggunakan lahannya untuk menanam padi. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan konsumen maka dilakukan impor. Masuknya bawang merah impor yang memiliki harga relatif lebih rendah daripada bawang merah lokal, menyebabkan konsumen lebih memilih untuk membeli bawang merah impor. Hal ini akan berdampak pada permintaan bawang merah dimana konsumen cenderung membeli bawang merah impor dan petani lokal yang seharusnya dapat menerima harga tinggi karena kurangnya pasokan bawang merah, justru harus bersaing dengan harga bawang merah impor yang lebih rendah dibandingkan dengan bawang merah lokal. Plot varian harga bawang merah dapat dilihat pada Gambar 14. 71 Gambar 14. Varian Harga Bawang Merah Periode Januari 2006 – Februari 2009 Sumber : Pasar Induk Kramat Jati 2009 diolah Setelah dilakukan pendugaan varian pada harga jual kubis dan bawang merah maka selanjutnya dilakukan perhitungan besarnya risiko harga yang dihadapi petani dengan adanya fluktuasi harga kubis dan bawang merah melalui pendugaan varian sebelumnya dengan melakukan perhitungan VaR. Perhitungan VaR dilakukan dengan menggunakan skenario periode penjualan yakni selama 1 hari, 7 hari, 60 hari dan 90 hari. Berikut ini adalah ilustrasi penggunaan VaR dengan selang kepercayaan 95 persen. Misalkan seorang petani kubis mengeluarkan biaya tunai untuk usahataninya sebesar Rp. 6.590.231 per hektar luas lahannya sedangkan petani bawang merah mengeluarkan biaya tunai untuk usahataninya sebesar Rp. 17.760.960 per hektar luas lahannya. Biaya tunai yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rifqie 2008 dan Damanah 2008 yang dapat dilihat pada Lampiran 22 dan 23. Namun, jumlah pengeluaran petani yang disebutkan diatas bukanlah jumlah mutlak dari biaya tunai yang dikeluarkan oleh setiap petani. Besar risiko harga yang akan ditanggung petani kubis dan bawang merah dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Besar Risiko Harga Kubis dan Bawang Merah Periode Januari 2006 Februari 2009 Komoditas Besarnya Risiko 1 Hari 7 Hari 60 Hari 90 Hari Kubis 0,91 13,86 2,42 36,67 7,08 107,37 8,67 131,5 Bawang Merah 1,74 9,80 4,61 25,94 13,49 75,95 16,52 93,01 Keterangan : dalam jutaan rupiah Plot Varian Harga Bawang Merah 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 1 77 153 229 305 381 457 533 609 685 761 837 913 989 1065 1141 Hari V a r ia n 72 Pada Tabel 16 terlihat bahwa nilai risiko Value at Risk semakin besar seiring dengan lamanya waktu penjualan. Tingkat risiko harga tertinggi dimiliki oleh komoditas kubis yakni sebesar 13,86 persen dari total investasi biaya tunai yang dikeluarkan petani setelah menjual hasil panennya dengan jangka waktu penjualan satu hari. Sementara itu, risiko terendah dimiliki oleh komoditas bawang merah yaitu sebesar 9,80 persen dalam jangka waktu periode penjualan satu hari. Berdasarkan perhitungan VaR diperoleh hasil bahwa risiko harga kubis lebih besar dibandingkan dengan risiko harga bawang merah. Hal ini disebabkan karena karakteristik dari komoditas kubis yang merupakan jenis sayuran daun yang dapat lebih cepat busuk dan mengalami penyusutan sehingga kubis tidak dapat disimpan lebih lama untuk menunggu harga jual yang lebih tinggi. Selain itu, permintaan konsumen terhadap kubis relatif stabil karena kubis bukanlah merupakan jenis sayuran yang sering digunakan masyarakat setiap harinya seperti halnya cabe dan bawang merah Disamping itu, komoditas kubis juga umumnya masih dikonsumsi dalam keadaan segar dan masih belum banyak digunakan sebagai bahan baku oleh perusahaan atau industri pengolahan. Hal ini mengakibatkan harga kubis dapat turun secara tajam jika terjadi kelebihan pasokan, karena kelebihan pasokan tersebut tidak dapat langsung terserap oleh pasar.

6.3 Alternatif Solusi yang Dilakukan Petani Untuk Mengurangi Risiko