Tinjauan Risiko Risiko Harga Kubis dan Bawang Merah di Indonesia

15 scale. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh secara signifikan dengan elastisitas positif adalah benih, pupuk kandang, pupuk kimia, dan pestisida padat. Sebaliknya, faktor-faktor produksi yang berpengaruh secara signifikan dengan elastisitas negatif adalah tenaga kerja dan pestisida cair. Sementara itu, usahatani kubis dipertengahan musim hujan pun berada pada kondisi constant return to scale. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh secara signifikan dengan elastisitas positif adalah pupuk kandang, pupuk kimia, dan pestisida padat. Dan Sebaliknya, faktor-faktor produksi yang berpengaruh secara signifikan dengan elastisitas negatif adalah tingkat serangan hama dan penyakit, sedangkan benih dan pestisida cair tidak berpengaruh secara signifikan. Agustina 2008 meneliti tentang tataniaga dan keterpaduan pasar kubis di Desa Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa terdapat tiga saluran tataniaga kubis di Desa Cimenyan yaitu : 1. Petani Pedagang Pengumpul I Grosir Pengecer Konsumen 2. Petani Pedagang Pengumpul II Grosir Pengecer Konsumen Saluran dua dibagi menjadi dua bagian yaitu pemasaran di daerah produksi lokal dan pemasaran diluar daerah produksi. 3 Petani Grosir Pengecer Konsumen. Struktur pasar yang dihadapi petani kubis dan pedagang pengumpul I adalah pasar oligopsoni. Pedagang pengumpul II, grosir dan pengecer menghadapi pasar oligopoli. Saluran tataniaga yang memberikan keuntungan paling besar bagi petani dibandingkan dengan saluran lainnya berdasarkan nilai total margin, farmer’s share, rasio keuntungan terhadap biaya adalah saluran ketiga dengan nilai total margin sebesar Rp. 1.681,87, farmer’s share terbesar yaitu 55,81 persen, rasio keuntungan terhadap biaya terbesar yaitu 2,28.

2.2 Tinjauan Risiko

Iskandar 2006 meneliti mengenai risiko investasi saham rokok terpilih di Bursa Efek Jakarta dengan menggunakan model ARCH-GARCH untuk mendapatkan model peramalan dan Value at Risk VaR untuk mengukur tingkat risiko. Penelitian dilakukan pada tiga perusahaan rokok terpilih yaitu PT.Gudang Garam GGRM, PT. HM Sampoerna HMSP dan PT. Bentoel International 16 Investama RMBA. Data yang digunakan adalah data fluktuasi harga saham dari waktu ke waktu yang berjumlah 1032 dari bulan Januari 2002 sampai akhir Maret 2006. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa saham PT. Bentoel International Investama RMBA memiliki tingkat risiko yang tertinggi pada perusahaan agribisnis rokok terpilih di BEJ dan risiko terendah adalah saham PT. HM Sampoerna HMSP. Sedangkan, tingkat risiko saham PT.Gudang Garam GGRM berada diantara keduanya. Sabriani 2008 menganalisis mengenai risiko investasi pada tiga perusahaan perkebunan kelapa sawit terpilih di Bursa Efek Indonesia yakni PT. Bakrie Sumatera Plantation BSP, PT. Tunas Baru Lampung Tbk TBLA dan PT. Astra Agro Lestari Tbk AALI. Data yang digunakan adalah data timeseries harga penutupan saham harian ketiga perusahaan tersebut dari tanggal 1 Januari 2005 sampai 29 Februari 2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat risiko saham PT. Astra Agro Lestari Tbk AALI memiliki tingkat risiko yang paling kecil dibandingkan saham PT. Bakrie Sumatera Plantation BSP dan PT. Tunas Baru Lampung Tbk TBLA. Hal ini dikarenakan fundamental perusahaan yang kuat dalam pengembangan usahanya. Sedangkan tingkat risiko tertinggi dimiliki oleh PT. Tunas Baru Lampung Tbk TBLA yang disebabkan karena investor yang pesimis terhadap perusahaan ini sebab masih memiliki beban hutang yang tinggi, memiliki lahan kelas tiga, dan faktor cuaca yang kering didaerah Lampung sehingga dapat menghambat produktivitas kelapa sawit. Sementara itu, saham PT. Bakrie Sumatera Plantation BSP berada diantara keduanya. Fariyanti 2008 selanjutnya meneliti mengenai perilaku ekonomi rumah tangga petani sayuran dalam menghadapi risiko produksi dan harga produk di Kecamatan Pengalengan Kabupaten Bandung. Komoditi sayuran yang difokuskan dalam penelitian ini adalah kentang dan kubis. Analisis risiko produksi dilakukan dengan menggunakan model GARCH 1,1 sedangkan analisis risiko harga menggunakan perhitungan nilai varian. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa risiko produksi pada kentang lebih tinggi dibandingkan kubis, tetapi sebaliknya risiko harga kentang lebih rendah daripada kubis. Besarnya risiko produksi kentang diindikasikan oleh fluktuasi produksi kentang yang 17 disebabkan oleh risiko produksi pada musim sebelumnya dan penggunaan input pupuk dan tenaga kerja sedangkan lahan, benih, dan obat-obatan merupakan faktor yang mengurangi risiko produksi. Sementara itu, pada komoditas kubis justru sebaliknya dimana lahan dan obat-obatan merupakan faktor yang dapat menimbulkan risiko sedangkan benih, pupuk dan tenaga kerja menjadi faktor yang mengurangi risiko produksi. Oleh karena itu, diversifikasi usahatani kentang dan kubis dapat dilakukan untuk memperkecil risiko produksi portofolio dibandingkan jika petani melakukan spesialisasi usahatani kentang atau kubis. Perilaku rumahtangga petani dengan adanya risiko produksi dan harga produk termasuk risk aversion. Hal ini dapat dilihat dari perilaku rumah tangga petani sayuran dalam pengambilan keputusan baik untuk keputusan produksi, konsumsi dan alokasi tenaga kerja. Keputusan produksi yang diambil oleh rumahtangga petani dalam menghadapi risiko produksi adalah mengurangi penggunaan lahan, benih, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja. Untuk keputusan konsumsi, rumahtangga petani sayuran mengurangi pengeluaran untuk konsumsi pangan, nonpangan, kesehatan, pendidikan, tabungan dan investasi produksi. Pengambilan keputusan tenaga kerja dilakukan dengan meningkatkan penggunaan tenaga kerja pada kegiatan off farm dan non farm. Siregar 2009 dalam penelitiannya mengenai risiko harga Day Old Chick DOC broiler dan layer pada PT. Sierad Produce Tbk dengan menggunakan analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan untuk menganalisis risiko dengan menggunakan model GARCH 1,1 dan perhitungan VaR value at risk sedangkan analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui gambaran tentang manajemen perusahaan terkait dengan harga DOC pada perusahaan tersebut. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa risiko harga DOC broiler dipengaruhi oleh volatilitas dan varian harga DOC broiler periode sebelumnya, sedangkan risiko harga DOC layer hanya dipengaruhi oleh volatilitas harga DOC layer periode sebelumnya. Risiko harga DOC broiler lebih besar dibandingkan dengan risiko harga DOC layer. Hal ini dapat dilihat berdasarkan besarnya risiko DOC broiler dalam persen adalah 14,53 persen sedangkan DOC layer hanya sebesar 7,70 persen selama satu hari penjualan. Tingginya risiko harga jual DOC broiler dibandingkan 18 risiko harga jual DOC layer disebabkan karena permintaan daging ayam yang lebih berfluktuatif dibandingkan dengan permintaan telur dan dapat pula disebabkan oleh siklus layer yang lebih lama daripada broiler. Manajemen risiko yang diterapkan oleh PT. Sierad Produce Tbk dalam penentuan harga DOC adalah berdasarkan keputusan GPPU Gabungan Pengusaha Pembibitan Unggas sehingga alternatif strategi yang dilakukan oleh perusahaan dalam mengatasi risiko tersebut belum baik. Hal ini dilihat dari seringnya aborsi pemusnahan DOC dan telur tetas hingga mencapai 40 persen serta menjual DOC dengan harga yang sangat murah jika terjadi kelebihan pasokan. Strategi ini dapat menimbulkan biaya baru dan belum dapat menstabilkan harga jual DOC. Oleh karena itu, strategi yang sebaiknya dilakukan oleh PT. Sierad Produce Tbk dalam meminimalkan risiko adalah melakukan pencatatan data permintaan DOC dan meningkatkan kegiatan kemitraan dengan para peternak, mempelajari perilaku harga jual DOC periode sebelumnya dan menjadikan harga jual DOC sebelumnya sebagai dasar untuk memprediksi harga pada periode yang akan datang. Selain itu, PT. Sierad Produce sebaiknya mempunyai kebijakan dan prosedur sendiri baik yang terkait dengan harga dan penjualan DOC. Tarigan 2009 menganalisis mengenai risiko produksi sayuran organik pada Permata Hati Organic Farm di Bogor, Jawa Barat. Analisis risiko produksi dilakukan pada kegiatan spesialisasi dan diversifikasi. Komoditas yang dianalisis pada kegiatan spesialisasi adalah brokoli, bayam hijau, tomat dan cabai keriting sedangkan untuk kegiatan portofolio adalah tomat dengan bayam hijau dan cabai keriting dengan brokoli. Berdasarkan hasil analisis spesialisasi risiko produksi dari produktivitas pada empat komoditi tersebut, diperoleh hasil bahwa risiko produksi yang paling tinggi dan paling rendah adalah bayam hijau dan cabai keriting yaitu sebesar 0,225 dan 0,048. Tingginya risiko pada bayam hijau karena sangat rentan terhadap panyakit terutama pada musim penghujan. Berdasarkan pendapatan bersih diperoleh risiko yang paling tinggi dan paling rendah untuk keempat komoditas tersebut adalah cabai keriting dan brokoli yakni sebesar 0,80 dan 0,16. Hal ini dikarenakan penerimaan yang diterima lebih kecil sedangkan biaya yang dikeluarkan tinggi. Analisis risiko produksi yang dilakukan pada 19 kegiatan portofolio menunjukkan bahwa kegiatan diversifikasi dapat meminimalkan risiko.

2.3 Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu