Gambaran Umum Bawang Merah .1 Perkembangan Produksi Bawang Merah
54
5.2 Gambaran Umum Bawang Merah 5.2.1 Perkembangan Produksi Bawang Merah
Tanaman bawang merah diduga berasal dari daerah Asia Tengah, yaitu di daerah sekitar India, Pakistan, sampai Palestina. Tidak ada catatan resmi sejak
kapan bawang merah mulai dikenal dan digunakan. Namun diduga sudah dikenal sejak lebih dari 5000 ribu tahun yang lalu. Bangsa Mesir sudah mengenalnya
sejak 3200-2700 SM, bangsa Yunani Kuno sejak 2100 SM, sedangkan di Israel telah ditemukan sejak 1500 SM. Hal ini dapat diketahui dari bukti-bukti
peninggalan sejarah seperti patung, tugu, dan batu-batu pada jaman dinasti Mesir, Yunani Kuno, Israel, dan lain-lain.
Negara-negara di Eropa Barat, Eropa Timur, dan Spanyol, baru mengenal bawang merah sekitar abad kedelapan yang kemudian menyebar hingga ke
daratan Amerika, Asia Timur, dan Asia Tenggara. Penyebaran ini tampaknya berhubungan dengan perburuan rempah-rempah oleh Bangsa Eropa ke Wilayah
Timur Jauh yang kemudian berlanjut dengan pendudukan kolonial di wilayah Indonesia.
Tanaman bawang merah telah diusahakan hampir di seluruh propinsi di Indonesia, kecuali Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI
Jakarta, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Penyebaran yang cukup meluas terutama disebabkan oleh tanaman bawang merah dapat ditanam dan
tumbuh antara 0 – 1000 m dpl dan pada hampir semua jenis tanah. Namun
pertumbuhan optimalnya pada ketinggian antara 0 – 400 m dpl untuk kebanyakan
varietas yang dikembangkan di Indonesia. Perkembangan luas areal panen bawang merah di Indonesia dari tahun
2000-2007 menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat. Selama periode tersebut luas panen bawang merah meningkat rata-rata 1,71 persen per tahun. Hal
ini dapat dilihat pada Tabel 8, dimana pada tahun 2000 luas panen adalah sebesar 84.038 hektar kemudian pada tahun 2007 menjadi 93.694 hektar. Peningkatan
luas areal panen dapat disebabkan oleh peningkatan intensitas tanaman per tahun, pembukaan luas tanam setiap musim tanamnya atau keduanya.
Produksi bawang merah dipengaruhi oleh luas areal tanam dan tingkat produktivitasnya. Pada budidaya yang intensif, tingkat produksi lebih dominan
55 dipengaruhi oleh produktivitas dibandingkan luas areal. Sebaliknya, pada
budidaya yang kurang intensif tingkat produksi lebih ditentukan oleh luas areal.
Tabel 8. Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Bawang Merah
di Indonesia, Tahun 2000 – 2007
Tahun Luas
Panen ha
Produksi ton
Produktivitas tonha
Perkembangan Luas
Panen Produksi
Produktivitas 2000
84.038 772.818
9,20 -
- -
2001 82.147
861.150 10,48
-2,25 11,43
13,91 2002
79.867 766.572
9,60 -2,78
-10,98 -8,40
2003 88.029
762.795 8,67
10,22 -0,49
-9,69 2004
88.707 757.399
8,54 0,77
-0,71 -1,5
2005 83.614
732.610 8,76
-5,74 -3,27
2,58 2006
89.188 794.929
8,91 6,67
8,51 1,71
2007 93.694
802.810 8,57
5,05 0,99
-3,82 Sumber : Ditjen Hortikultura 2008
Produksi bawang merah di Indonesia dari tahun ke tahun berfluktuasi dengan trend yang cenderung meningkat saat ini. Selama periode tahun 2000
hingga tahun 2007 pertumbuhan produksi bawang merah rata-rata per tahun sebesar 0,78 persen, dimana pada tahun 2000 mencapai 772.818 ton dan pada
tahun 2007 menjadi 802.810 ton. Pertumbuhan produksi ini lebih dipengaruhi oleh luas panen bawang merah yang cenderung meningkat Lihat Tabel 8.
Daerah sentra produksi bawang merah di Indonesia masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Pada tahun 2007 luas areal panen bawang merah di Pulau Jawa
adalah 70.319 hektar atau sekitar 75,05 persen dari areal panen di Indonesia. Jawa Tengah sebagai salah satu daerah sentra produksi, pada tahun 2007 luas
panennya adalah 31.787 hektar atau 33,93 persen dari luas panen bawang merah di Indonesia. Kontribusi Jawa Tengah dalam produksi bawang merah cukup
besar, pada tahun 2007 yakni sebesar 268.914 ton atau sekitar 33,50 persen dari produksi nasional. Namun produktivitas bawang merah di Jawa Tengah
cenderung lebih rendah dibandingkan produktivitas bawang merah di provinsi lainnya di Pulau Jawa. Hal ini dapat disebabkan karena kandungan zat hara di
dalam tanah yang sudah berkurang Lihat Lampiran 3.
56