38 solusi yang dilakukan petani kubis dan bawang merah sudah cukup efektif untuk
mengurangi  risiko  harga  kedua  komoditas  tersebut.    Metode  yang  digunakan untuk mengetahui hal tersebut adalah melalui metode wawancara dengan bertanya
dan  berdiskusi  dengan  pihak-pihak  yang  berkepentingan  yaitu  petani  kubis  dan bawang  merah,  pedagang  grosir  kubis  dan  bawang  merah  serta  karyawan  kantor
Pasar Induk Kramat Jati PIKJ Jakarta .
4.3.2    Analisis Risiko
Data sekunder berupa data harga harian dan pasokan harian dari komoditas kubis dan bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati diolah dengan menggunakan
Microsoft Excel, program Minitab 14 dan Eviews 4.1.  Analisis grafik pergerakan harga  harian  kubis  dan  bawang  merah  dilakukan  dengan  plot  grafik  time  series
untuk  melihat  kecenderungan  data.  Tingkat  risiko  diramalkan  dengan  model ARCH-GARCH.    Hal  ini  dilakukan  karena  ARCH-GARCH  mampu  menangkap
eror fluktuasi yang sering terjadi pada pergerakan data.  Pendekatan ini dilakukan dengan beberapa tahapan :
a.  Spesifikasi  model  yaitu  dengan  pendeteksian  efek  ARCH  pada  persamaan harga  kubis  dan  bawang  merah  yang  menggunakan  tiga  variabel  yaitu  harga
P
t
sebagai variabel dependen variabel terikat serta harga sebelumnya P
t-1
dan jumlah pasokan Q sebagai variabel independen, dengan uji autokorelasi dan uji white heteroscedasticity.
b.  Pendugaan parameter dan pemilihan model varians yang terbaik yaitu dengan simulasi  beberapa  model  varians  berdasarkan  nilai  AIC  Akaike  Information
Criterion dan SC. c.  Uji  diagnostik  model  varians  dengan  analisis  galat  meliputi  kebebasan  galat
fungsi autokorelasi, uji ARCH dan uji normalitas galat.
d.  Melakukan peramalan nilai VaR. 4.3.2.1 Metode ARCH-GARCH
Pengukuran  risiko  harga  kubis  dan  bawang  merah  dalam  penelitian  ini dilakukan dengan menggunakan model ARCH-GARCH.  Dalam mengaplikasikan
model ARCH-GARCH, dilakukan tahap-tahap sebagai berikut :
39 1.  Identifikasi efek ARCH.
Dalam  permodelan  ARCH-GARCH  didahului  dengan  identifikasi apakah  suatu  data  atau  model  persaman  rataan  yang  diamati  mengandung
heteroskedastisitas  atau  tidak.  Ini  dilakukan  antara  lain  dengan  mengamati beberapa  ringkasan  statistik  dari  persamaan  rataan  tersebut.  Sebagai  contoh
bila data atau model persamaan rataan memiliki nilai kurtosis lebih dari tiga menunjukkan  gejala  awal  adanya  heteroskedastisitas  Davidson  dan
MacKinnon, 2004 dalam Firdaus, 2006. Selain itu, pengujian adanya efek ARCH pada suatu model persamaan
dapat  dilakukan  dengan  mengamati  nilai  autokorelasi  kuadrat  residual  dari model  persamaan  tersebut.    Fungsi  autokorelasi  kuadrat  residual  digunakan
untuk  mendeteksi  keberadaan  efek  ARCH.  Jika  nilai  autokorelasi  kuadrat residual dari suatu persaman signifikan, maka nilai tersebut mengindikasikan
bahwa pada model persamaan tersebut terdapat efek ARCH. Keberadaan efek ARCH ditunjukkan dengan nilai autokorelasi kuadrat residual yang signifikan
pada 15 beda kala pertama yang diperiksa dari perilaku ACF dan PACFnya. Selain itu, cara yang lebih terkuantifikasi dalam menguji ada tidaknya ARCH
error adalah dengan menggunakan uji White Heteroscedasticity. 2.  Estimasi model
Pada  tahapan  ini  dilakukan  simulasi  beberapa  model  ragam  dengan menggunakan  model  rataan  yang  telah  didapatkan.    Kemudian  dilanjutkan
dengan  pendugaan  parameter  model.    Pendugaan  parameter  dimaksudkan untuk  mencari  koefisien  model  yang  paling  sesuai  dengan  data.    Penentuan
dugaan  parameter  ARCH-GARCH  dilakukan  dengan  menggunakan  metode kemungkinan  maksimum  secara  iteratif.    Dengan  menggunakan  Software
Eviews  4.1,  estimasi  nilai-nilai  parameter  dapat  dilakukan.  Selanjutnya dilakukan  pemilihan  model  terbaik.    Kriteria  model  terbaik  adalah  memiliki
ukuran  kebaikan  model  yang  besar  dan  koefisien  yang  nyata.    Terdapat  dua bentuk  pendekatan  yang  dapat  digunakan  sebagai  ukuran  kebaikan  model
yaitu :
40 a.   Akaike Information Criterion AIC
AIC = Ln MSE + 2KN b.   Schwarz Criterion SC
SC  = Ln MSE + [Klog N]N dimana, MSE =  Mean Square Error
K      =  Banyaknya parameter yaitu p+q+1 N      =  Banyaknya data pengamatan
SC  dan  AIC  merupakan  dua  standar  informasi  yang  menyediakan ukuran  informasi  yang  dapat  menemukan  keseimbangan  antara  ukuran
kebaikan  model  dan  spesifikasi  model  yang  terlalu  hemat.    Nilai  ini  dapat membantu untuk mendapatkan seleksi model  yang terbaik. Model  yang baik
dipilih  berdasarkan  nilai  AIC  dan  SC  yang  terkecil  dengan  melihat  juga signifikansi koefisien model.
3.  Evaluasi model Pemeriksaan  kecukupan  model  dilakukan  untuk  menguji  asumsi,
sehingga model yang diperoleh cukup memadai.  Jika model tidak memadai, maka  harus  kembali  ke  tahap  identifikasi  untuk  mendapatkan  model  yang
lebih  baik.  Evaluasi  model  dilakukan  dengan  memperhatikan  beberapa indikator, yaitu apakah residual sudah terdistribusi normal; keacakan residual
yang  dilihat  dari  fungsi  autokorelasi  kuadrat  residual  dan  pengujian  efek ARCH-GARCH dari residual.
Langkah  awal  yang  dilakukan  adalah  memeriksa  kenormalan  galat baku  model  dengan  uji  Jarque-Bera.  Uji  Jarque-Bera  digunakan  untuk
mengukur  perbedaan  antara  Skewness  kemenjuluran  dan  Kurtosis keruncingan  dari  data  sebaran  normal,  serta  memasukkan  ukuran
keragaman.  Hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut : H
: Sisaan baku menyebar normal H
1
: Sisaan baku tidak menyebar normal Statistik uji Jarque-Bera JB dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
dimana, S  : kemenjuluran JB  =
N- K 6
[S
2
+ 1 4
k - 3
2
]
41 K : keruncingan
k  : banyaknya koefisien penduga N : banyaknya data pengamatan
Pada kondisi hipotesis nol, JB memiliki derajat bebas 2.  Tolak H jika
JB χ
2 2
α atau jika P χ
2 2
JB kurang dari α = 0,05 yang berarti bahwa data
sisaan terbakukan tidak menyebar normal. Model  ARCHGARCH  menunjukkan  kinerja  yang  baik  jika  dapat
menghilangkan  autokorelasi  dari  data.    Langkah  selanjutnya  adalah memeriksa  koefisien  autokorelasi  sisaan  baku,  dengan  uji  Ljung  Box.    Uji
Ljung  Box  Q  pada  dasarnya  adalah  pengujian  kebebasan  sisaan  baku. Untuk  data  deret  waktu  dengan  N  pengamatan,  statistik  Ljung  Box
diformulasikan sebagai :
Q = n n+2
Dimana  r
1 t
adalah  autokorelasi  contoh  pada    lag  1  dan  k  adalah maksimum  lag  yang  diinginkan.  Jika  nilai  Q  lebih  besar  dari  nilai
χ
2 2
α dengan  derajat  bebas  k-p-q  atau  jika  P
χ
2
k-p-q  Q  lebih  kecil  dari  taraf nyata 0,05 maka model tidak layak.
4.  Peramalan Setelah memperoleh model yang memadai, model tersebut digunakan
untuk  memperkirakan  nilai  volatilitas  masa  yang  akan  datang.    Peramalan dilakukan  dengan  memasukkan  parameter  ke  dalam  persamaan  yang
diperoleh.  Hasil peramalan digunakan untuk pembahasan lebih lanjut seperti perhitungan  VaR.  pada  analisis  risiko.    Tingkat  risiko  memiliki  hubungan
yang  erat  dengan  metode  ARCH-GARH  yang  sering  digunakan  jika  terjadi ketidakhomogenan  ragam  atau  varians  dari  data  return  dan  menduga  nilai
volatility  yang  akan  datang.    Hal  tersebut  merupakan  kelebihan  metode ARCH-GARCH  dibandingkan  dengan  penduga  ragam  atau  varians  biasa
yang  tidak  mampu  melakukan  pendugaan  ragam  varians  jika  terjadi ketidakhomogenan data tidak terpenuhi.
∑ r
2 1
t i =1
k
n-k
42 Model  ARCH  Autoregressive  Conditional  Heteroscedasticity
dikembangkan  terutama  untuk  menjawab  persoalan  adanya  volatilitas  atau fluktuasi  pada  data  ekonomi  dan  bisnis,  khususnya  dalam  bidang  keuangan.
Volatilitas ini tercermin dalam varians residual yang tidak memenuhi asumsi homoskedastisitas varians residual konstan sepanjang waktu.
Bollerslev  pada  tahun  1986  kemudian  mengembangkan  model  ini menjadi  GARCH,  yaitu  singkatan  dari  Generalized  Autoregressive
Conditional  Heteroscedasticity.    GARCH  mengasumsikan  data  yang dimodelkan  memiliki  standar  deviasi  yang  selalu  berubah  terhadap  waktu.
GARCH  yang  cukup  baik  untuk  memodelkan  data  yang  berubah  standar deviasinya,  tetapi  tidak  untuk  data  yang  benar-benar  acak.    Langkah  awal
untuk mengidentifikasikan model ARCH-GARCH adalah dengan melihat ada tidaknya  ARCH  error  dari  data  persamaan  harga  kubis  dan  bawang  merah,
dimana  dalam  penelitian  ini  persamaan  harga  kubis  dan  bawang  merah didefinisikan sebagai berikut :
Ln P
ti
= Ln C +Ln α
1
P
ti-1
– Ln α
2
Q
ti
+ ε
t
...............................................  1
h
t
= C +
i
ε
2 ti-1
+
i
h
ti-1
.......................................................................  2
Keterangan : P
ti
=  harga kubis atau bawang merah periode t P
ti -1
=  harga kubis atau bawang merah pada periode t-1 C    =  konstanta
Q
ti
=  pasokan kubis atau bawang merah pada periode t α
1
=  koefisien variabel harga pada periode t-1 P
t-1
α
2
=  koefisien variabel pasokan  Q
t t
=  error pada periode  t h
t
=  ragam varian harga kubis dan bawang merah pada periode t =  koefisien volatilitas pada periode sebelumnya
=  koefisien ragam varian periode sebelumnya
2 ti-1
=  volatilitas pada periode sebelumnya t-1 h
ti-1
=  ragam varian periode sebelumnya t-1 dimana     i= 1 ; untuk kubis dan 2 ; untuk bawang merah
43 Kemudian  dari  model  persamaan  harga  tersebut  dilihat  apakah
residual  sudah  terbebas  dari  autokorelasi.    Selain  autokorelasi,  asumsi  lain yang  sering  digunakan  adalah  variabel  pengganggu  atau  residual  yang
bersifat konstan dari waktu ke waktu. Apabila residual tidak bersifat konstan, maka  model  persamaan  harga  tersebut  masih  mengandung  masalah
heteroskedastisitas. Untuk  mengetahui  adanya  autokorelasi  pada  model  persamaan  harga
kubis  dan  bawang  merah  maka  dapat  dilakukan  dengan  cara  menguji  nilai autokorelasi kuadrat residual.  Fungsi autokorelasi kuadrat residual digunakan
untuk  mendeteksi  keberadaan  efek  ARCH.    Jika  pada  kuadrat  residual terdapat  autokorelasi,  maka  hal  ini  mengindikasikan  bahwa  terdapat  unsur
ARCH error.  Pengujian autokorelasi pada model persamaan harga kubis dan bawang merah ditunjukkan dengan nilai probability pada 15 lag pertama yang
telah  signifikan.  Hal  ini  mengindikasikan  adanya  efek  ARCHARCH  error pada  model  persamaan  harga  kubis  dan  bawang  merah.    Apabila  model
persamaan harga kubis dan bawang merah tersebut mengandung unsur ARCH error  maka  dapat  dilakukan  analisis  ARCH-GARCH.  Selain  itu,  cara  yang
lebih terkuantifikasi dalam menguji ada tidaknya ARCH error adalah dengan menggunakan uji White Heteroscedasticity.
Dalam  model  ARCH,  varian  residual  data  runtut  waktu  tidak  hanya dipengaruhi  oleh  variabel  independen,  tetapi  juga  dipengaruhi  oleh  nilai
residual  variabel  yang  diteliti.    Sebab
t
juga  merupakan  residual  dari persamaan  harga  kubis  dan  bawang  merah  yang  dapat  berimplikasi  bahwa
proyeksi  linier  kuadrat  residual  dari  persamaan  harga  ln  P
t
terhadap  m kuadrat residual peramalan sebelumnya adalah sebagai berikut :
σ
2 t
= ξ + α
1 2
t-1
+ α
2 2
t-2
+ ……. + α
m 2
t-m
....... ………………....................  3
Proses  white  noise
t
yang  memenuhi  persamaan  di  atas  dikenal sebagai  model  Autoregressive  Conditional  Heteroschedasticity  dengan  orde
m atau ARCH m. Proses ini dinotasikan:
ε
t
~ ARCH m
Persamaan ini sering ditulis sebagai berikut : h
t
= ξ + α
1 2
t-1
+ α
2 2
t-2
+ ……. + α
m 2
t-m
44 dimana  h
t
=  E
2 t
2 t-1,
2 t-2
,  …      yang  sering  disebut  sebagai  ragam varians.  Proses
t
~ ARCH m dicirikan oleh
2 t
= h
t
.V
t
;  dimana Vi ~  N 0,1.
Secara  umum  diperlihatkan  sebuah  proses  dimana  ragam  bersyaratnya tergantung pada jumlah beda kala terhingga dari
2 t-j
: h
t
= ξ + πL
2 t
…………………………………………………………...  4
πL = ∑ π
j
L
2
kemudian πL  di  parameterisasi  sebagai  rasio  dari  2  orde  polinomial
terhingga :
L =                   =
dimana  diasumsikan  bahwa  akar  dari  1-    Z  =  0.    Jika  persamaan  diatas dikalikan dengan 1 -   L, maka diperoleh persamaan sebagai berikut :
[ 1-   L]h
t
= [ 1-   L] ξ + αL
2 t
atau h
t
= k +
1
h
t-1
+
2
h
t-2
+ … +
r
h
t-r
+ α
1 2
t-1
+ α
2 2
t-2
+ ……. + α
m 2
t-m
untuk k = [ 1 -
1
-
2
- …. -
1r
] ξ
Persamaan diatas dikenal sebagai model General Autoregressive Conditional Heteroschedasticity    dengan  orde  r  dan  orde  m  yang  biasa  dinotasikan
sebagai
ε
t
~ GARCH r,m 4.3.2.1 Perhitungan VaR Value At Risk
Tahap  terakhir  yang  perlu  dilakukan  adalah  melakukan  perhitungan  VaR, untuk  mengukur  risiko  pasar  market  risk  dan  besarnya  tingkat  kerugian  yang
mungkin terjadi dalam rentang waktuperiode tertentu yang diprediksikan dengan tingkat  kepercayaan  tertentu.    Perhitungan  VaR  dilakukan  dengan  menggunakan
skenario periode penjualan yakni selama 1 hari, 7 hari, 60 hari dan 90 hari.  Dasar pemilihan  waktu  atau  periode  penjualan  1  hari,  7  hari,  60  hari  dan  90  hari
didasarkan  atas  :  a.  Periode  1  hari  diasumsikan  ketika  petani  kubis  atau  petani ∞
∞
j=1
dengan
αL 1
–   L α
1
L
1
+ α
2
L
2
+ α
3
L
3
+ …….. + α
m
L
m
1 –
1
L
1
–
2
L
2
–
3
L
3
– …….. –
r
L
r
45 bawang merah harus menahan untuk tidak menjual hasil panennya selama 1 hari.
b. Periode 7 hari, jika diasumsikan kubis dan bawang merah belum terjual atau harus disimpan selama 7 hari. c Sementara itu periode penjualan 60 hari dan 90
hari  digunakan  berdasarkan  asumsi  jika  selama  satu  periode  masa  tanam  dari komoditas  bawang  merah  dan  kubis,  komoditas  tersebut  disimpan  atau  belum
laku  terjual  atau  terjadi  kemacetan  pembayaran  dari  hasil  penjualan  komoditas bawang  merah  dan  kubis  selama  satu  periode  tanam.    Untuk  menentukan  nilai
VaR,  selang  kepercayaan  dan  horizon  waktu  yang  dipilih  merupakan  faktor penting.  Nilai VaR akan bertambah seiring dengan penambahan nilai kedua faktor
tersebut.    Menurut  Jorion  2002,  horizon  waktu  yang  lebih  pendek  lebih  baik karena  jumlah  observasi  akan  lebih  besar  berpengaruh  pada  kebaikan  suatu  tes
dalam  mengukur  risiko.  Adapun  rumus  yang  digunakan  dalam  perhitungan  VaR adalah sebagai berikut  Jorion 2002 :
VaR =
t+1
x √b  x Zα x W Keterangan :
VaR =  Besarnya risiko
b =  Periode investasi
Z α
=  Titik kritik dalam table Z dengan selang kepercayaan 95 persen W
=  Besarnya investasi
t+1
=  Volatilitas yang akan datang dimana
t
= √h
t
Namun  dalam  penerapannya  pada  penelitian  ini,  maka  variabel  b  pada rumus  perhitungan  VaR  diatas  disesuaikan  dengan  pengukuran  besarnya  risiko
harga  yang  dihadapi  petani  sehingga  variabel  b  merupakan  periode  penjualan yang dilakukan petani kubis dan bawang merah setelah panen, sedangkan variabel
W  merupakan  besarnya  investasi  yang  dikeluarkan  petani  yang  dalam  penelitian ini  menggunakan  biaya  tunai  yang  dikeluarkan  oleh  petani  kubis  dan  bawang
merah dalam melakukan usahataninya.
4.4       Definisi Operasional