50
Perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Wiwirano Kabupaten Konawe Utara umumnya wilayah daerah basah, karena mempunyai curah hujan lebih dari 2.000
mmtahun. Memiliki ketinggian diatas 1.000 meter dari permukaan laut dan berada di sekitar daerah khatulistiwa, sehingga daerah ini beriklim tropis.
4. Status kawasan
Status kawasan hutan pada perkebunan kelapa sawit di areal perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Wiwirano, umumnya terbagi atas hutan lindung, hutan produksi,
hutan produksi yang dapat dikonversi, hutan produksi terbatas dan areal penggunaan lain. Status kawasan hutan pada areal perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Wiwirano
Kabupaten Konawe Utara Tahun 2011 disajikan pada Gambar 17.
Kondisi Tanaman Kelapa Sawit di Lokasi Penelitian
Kelapa sawit termasuk tanaman keras tahunan yang mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan usia produktif hingga 25
– 30 tahun dan tingginya dapat mencapai 24 meter. Bunga dan buahnya berupa tandan, bercabang banyak. Buahnya kecil, bila
masak berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandung minyak yang digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan lilin.
Ampas yang disebut bungkil dimanfaatkan untuk makanan ternak. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang. Hasil pengamatan tanaman kelapa sawit yang
berlokasi di Kebun Wiwirano Tani, dengan tahun tanam 2008 disajikan pada Tabel 10.
Pengamatan terhadap kondisi tanaman kelapa sawit menunjukkan bahwa pelepah mengalami penambahan sebanyak 1-2 pelepah per bulan, namun agak sulit mengetahui
kondisi aktual dikarenakan adanya pemangkasan yang tidak tetap waktunya disebabkan oleh kondisi tanaman dan cuaca setempat. Tinggi tanaman rata-rata sama atau tidak
mengalami perubahan yang berarti selama 12 bulan penelitian yaitu berkisar antara 6-7 meter, begitu pula dengan diameternya yang relatif sama yaitu berkisar antara
40-50 cm.
Sumber: BPDAS Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara, 2011
Gambar 18 Status kawasan hutan pada areal perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Wiwirano Kabupaten Konawe Utara Tahun 2011
` HL
29
HP 41
HPK 8
HPT 17
APL 5
Gambar 19 Perakaran kelapa sawit yang terdapat di lokasi penelitian Sebagian besar perakaran kelapa sawit berada dekat permukaan tanah dan hanya
sedikit akar kelapa sawit berada pada kedalaman lebih dari 90 cm, walaupun permukaan air tanah water table cukup dalam, sistem perakaran yang aktif secara umum berada
pada kedalaman 5-35 cm dan akar tersier berada pada kedalaman 10-30 cm Pahan 2006. Menurut
Prawirosukarto et al. 2003, akar sekunder, tersier, dan kuarter tumbuh
sejajar dengan permukaan tanah bahkan akar tersier dan kuarter menuju ke lapisan atas atau ke tempat yang banyak mengandung unsur hara. Selain akar yang ada di dalam
tanah akar kelapa sawit juga ada yang keluar ke permukaan tanah sebagai akar napas. Perakaran kelapa sawit yang terdapat di lokasi penelitian disajikan pada Gambar 18.
Menurut Harley 1967 dalam
Harahap et al. 1999
, perakaran kelapa sawit terkonsentrasi pada 50 cm dari permukaan tanah dan di sekeliling batang. Konsentrasi
akar yang tinggi terjadi di atas permukaan air tanah dan juga pada tempat yang memiliki kesuburan dan kelembapan yang lebih baik, misalnya di bawah tumpukan pelepah. Dari
total permukaan akar kelapa sawit 23merupakan akar absorpsi. Sebagian besar dari akar absorpsi tersebut 83,7 terdiri dari akar tersier 28,9 dan akar kuarter.
Tabel 10 Hasil pengukuran tanaman kelapa sawit umur 3 tahun di lokasi penelitian
Pengamatan Ukuran
Keliling Batang 130 cm
Diameter Batang 41,4 cm
Panjang Pelepah 240 cm
Lebar Anak Daun 3 cm
Panjang Akar 410 cm
Kedalaman Akar 140 cm
Jumlah Akar Primer 32 buah
Sumber : Data primer, 2011
52
Secara morfologi, sistem perakaran kelapa sawit bersifat mudah menyerap air. Namun karena tanaman kelapa sawit mempunyai tipe perakaran dangkal, sehingga
umumnya tidak toleran terhadap cekaman kekeringan, yang sangat membatasi pertumbuhan dan produksi kelapa sawit Harahap et al. 2003. Pada tanaman kelapa
sawit, cekaman kekeringan dapat menghambat pembukaan pelepah daun muda, merusak hijau daun yang menyebabkan daun tampak menguning dan mengering, dan
pelepah daun tua terkulai dan patah. Pada fase reproduktif cekaman kekeringan menyebabkan bunga dan buah muda mengalami keguguran dan tandan buah gagal
menjadi masak yang pada akhirnya mengakibatkan gagal panen dan menurunkan produksi tandan buah segar hingga 10-40 dan CPO hingga 21-65 Siregar et al.
1998.
Dampak negatif cekaman kekeringan tidak saja berpengaruh terhadap produksi, juga berakibat pada rendahnya produksi pada tahun kedua efek lanjutan. Hal ini
menunjukkan bahwa pemulihan setelah tanaman mengalami cekaman kekeringan relatif lama sampai mencapai keadaan normalnya. Dari hasil analisis Siregar et al. 1998
dilaporkan bahwa akibat kekeringan yang terjadi di Sumatera Selatan Lampung dan Palembang, produksi minyak menurun 8-10 setiap defisit air 100 mm pada tahun
berikutnya, dan 3-4 pada tahun kedua. Walaupun demikian, tingkat kerusakan atau kerugian tergantung pada defisit air, umur tanaman dan tipe kelapa sawit.
Akar kelapa sawit diketahui memiliki jarak transfer yang luas. Lambourne 1935 diacu dalam Harahap et al. 2003. menunjukkan akar primer kelapa sawit dewasa dapat
mencapai 21 m dari batang pokoknya. Distribusi kuantitatif akar tersier dan kuarter secara horizontal ditentukan oleh umur tanaman dan hal ini penting untuk rekomendasi
dalam melakukan strategi pemupukan. Selama 6 tahun setelah tanam TST, distribusi akar mencerminkan perkembangan kanopi, dan seringkali sekitar 2,5 m dari titik pokok
tanaman pada umur ≤ 2,5 TST. Bahkan pada beberapa varietas, akar kelapa sawit pada umur 4,5
– 8,5 TST dapat mencapai 0-2,5 m dan 2,5-5 m dari batang pokok.