Kondisi tutupan lahan Hutan Lahan Kering
Gambar 23 Perubahan luas lahan perkebunan kelapa sawit Tahun 2006 – 2011
2,855.75 3,364.81
7,051.75 10,116.02
10,960.38 11,033.09
2,000 4,000
6,000 8,000
10,000 12,000
2006 2007
2008 2009
2010 2011
Lu as L
ah an
h a
Sistem Penguasaan Lahan Perkebunan Kelapa Sawit
Tingkat ketergantungan penduduk di areal perkebunan kelapa sawit terhadap lahan cukup tinggi. Secara umum rata-rata penguasaan lahan pertanianperkebunan per
rumah tangga petani adalah seluas 2 haRT rumah tangga. Di beberapa kecamatan, rata-rata lahan per keluarga petani cukup luas, mencapai 3 sampai 8 haRT. Beberapa
kelompok masyarakat yang menganggap tanah sebagai aset ekonomi yang penting memiliki lahan lebih dari 10 hektar.
Beberapa kelompok masyarakat yang motivasi ekonominya rendah, hanya memiliki lahan 1 hektar per RT. Kelompok masyarakat yang memiliki motivasi
ekonomi rendah meskipun hanya memiliki lahan sempit, tetapi mempunyai perilaku yang cukup memprihatinkan berkaitan pelestarian sumberdaya lahan, karena
mempunyai kebiasaan menjual tanah kepada pihak lain dan kemudian membuka lahan yang baru lagi dalam kawasan hutan. Bagi mereka yang memiliki modal besar, juga
melakukan sistem usaha bagi tanah yaitu dengan menyuruh orang lain untuk mengusahakan lahan mereka, setelah berhasil pekerja tersebut mendapatkan hibah lahan
perkebunan. Dengan demikian, perlu adanya pengaturan penguasaan lahan sehingga kawasan hutan tidak menjadi sasaran perambahan dan pembukaan lahan tanpa kendali
yang pada akhirnya akan mengakibatkan rendahnya mutu sumberdaya alam dan lingkungan.
Status kepemilikanpengusahaan lahan terdiri dari tanah hak milik dengan bukti pemilikan berupa surat segel dari aparat desa. Sesuai dengan ketentuan adat setempat
setiap individu boleh mengerjakan sebagian dari lahan yang luas yang dikuasai oleh suatu kelompok masyarakat tertentu dengan syarat harus mendapat izin dari kepala adat
dan kepala desa. Saat lahan tersebut digarap oleh individu, maka statusnya berada dibawah kekuasaan individu yang memanfaatkannya.
Proses penguasaan lahan dimulai dengan pembukaan hutan untuk areal perladangan yang biasanya dekat atau berada sepanjang jalan Hak Pengelolaan Hutan
HPH dan aliran sungai. Kecenderungan pola penguasaan lahan di perkebunan kelapa sawit mengikuti pola kecenderungan sub DAS. Areal perladangan ditanam dengan jenis
tanaman budidaya seperti padi ladang, singkong, jagung, sayuran dan buah-buahan. Dalam kegiatan perladangan, sebagian besar masyarakat masih melakukannya dengan
58
Gambar 24 Lahan perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Wiwirano Provinsi Sulawesi Tenggara
cara tradisional yakni tebang, tebas, tanam dan panen. Lahan yang telah ditanami dua sampai tiga kali, kesuburannya sudah menurun sehingga tidak bisa lagi ditanami
tanaman pangan. Biasanya lahan tersebut ditanami tanaman keras seperti karet, kelapa atau buah-buahan seperti durian, cempedak, mangga dan lain-lain, sebelum areal
tersebut ditinggalkan dan areal menjadi milik penggarap.
Pada kondisi saat ini, hampir semua areal sudah ada yang menguasaimemiliki, maka proses penguasaan lahan tidak bisa lagi dengan cara pembukaan hutan. Proses
penguasaan lahan adalah dengan cara membeli dari pemilik yang menguasai lahan tersebut. Proses penguasaan juga bisa melalui warisan dari orang tua atau keluarga
mereka.
Karakteristik Fisik Hidrologi dan Tanah pada Areal Perkebunan Kelapa Sawit
Karakteristik Hidrologi
Proses hidrologi suatu DAS secara sederhana digambarkan dengan adanya hubungan antara unsur masukan yakni hujan, proses dan keluaran yaitu berupa aliran.
Adanya hujan tertentu akan menghasilkan aliran tertentu pula. Aliran ini dipengaruhi oleh karakteristik DAS meliputi topografi, geologi, tanah, penutup lahanvegetasi, dan
pengelolaan lahan serta morfometri DAS. Volume air yang tersedia di sungai lebih sulit diperkirakan dibanding dengan yang tersedia di danau. Dalam perkiraan volume air,
selain panjang, dibutuhkan pula informasi rata-rata lebar dan kedalaman untuk setiap sungai dan jumlah dari perkiraan air untuk semua sungai Chang, 2006.
Kabupaten Konawe Utara dialiri oleh Daerah Aliran Sungai Lasolo-Sampara. Satuan sungai yang berada di Kabupaten Konawe Utara yaitu yang terdiri dari Sungai
Lasolo, Sungai Landawe, Sungai Langgikima, dan Sungai Lalindu. Keempat sungai tersebut bermuara pada kawasan hilir Sungai Lasolo Kecamatan Molawe. Sungai utama
yang ada di perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Wiwirano adalah Sungai Lalindu.
Debit aliran DAS Lalindu sebesar 2,64 m
3
dtk. Observasi lapangan menunjukkan bahwa kondisi sempadan sungai di wilayah tersebut lebih terbuka. Hal ini
menunjukkan bahwa perubahan lahan banyak terjadi di sekitar sungai. DAS Lalindu dipergunakan oleh penduduk setempat untuk keperluan mandi dan cuci, sarana
transportasi serta untuk mengairi sawah. Lahan perkebunan kelapa sawit di DAS Lalindu, dan salah satu kegiatan transportasi pada DAS tersebut disajikan pada Gambar
23 dan Gambar 24.
Gambar 25 Salah satu fungsi DAS Lalindu sebagai sarana transportasi Karakteristik Tanah
Tekstur tanah adalah perbandingan antara fraksi-fraksi tanah seperti pasir, debu dan liat. Tekstur tanah menentukan keadaan aerasi tanah. Tekstur tanah yang baik
berarti keseimbangan antara bahan penyusun tanah, dalam arti keadaan aerasi tanah yang baik, sehingga memungkinkan pertumbuhan akar tanaman dan kehidupan jasad
renik di dalam tanah lebih baik. Untuk lokasi penelitian tekstur tanah terdiri dari lempung berdebu, liat dan liat berdebu.
Kedalaman efektif tanah menentukan jauhnyadalamnya jangkauan akar suatu tanaman. Kesempatan akar tanaman untuk menyerap unsur-unsur hara yang tersedia
dalam tanah dapat dilihat dari kedalaman efektif tanah. Makin dalam batas kedalaman efektif tanah, kemampuan pertumbuhan tanaman yang tumbuh di atasnya akan lebih
baik. Kedalaman efektif tanah pada lokasi penelitian berkisar antara 120-200 cm atau kedalaman efektif tanah lebih dari 50 cm. Kondisi tanah demikian layak dikembangkan
untuk kegiatan budidaya. Jenis-jenis tanah yang ditemui pada lokasi penelitian adalah: Anionic Acrudox, Typic Haplohumults dan Fluventic Eutrudepts dengan karakter seperti
disajikan pada Tabel 12 dan Lampiran 6.
Oxisol merupakan ordo dari Anionic Acrudox dengan subordo udox. Oxisol memiliki horizon oksik. Anionic Acrudox adalah acrudox yang mempunyai delta pH
pH KCl-pH H
2
O 1:1 dengan muatan neto nol atau positif, pada lapisan 18 cm atau lebih di dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral. Acrudox merupakan udox yang
pada satu subhorizon atau lebih dari horizon oksik atau kandik di dalam 150 cm dari permukaan tanah mineral, mempunyai KTK-efektif sebesar kurang dari 1,5 cmol wkg
liat dan nilai pH dalam KCl 1N 5 atau lebih.
Ordo dari Typic Haplohumults adalah ultisol yang memiliki horizon argilik atau kandik dan kejenuhan basa berdasarkan jumlah kation sebesar kurang dari 35.
Subordonya yaitu Humults yang mempunyai karbon organik sebesar 0,9 persen berdasarkan rata-rata tertimbang atau lebih di dalam 15 cm bagian atas horizon
argilikkandik atau mempunyai karbon organik sebesar 12 kgm
2
atau lebih di antara permukaan tanah mineral dan kedalaman 100 cm. Haplohumults adalah humults yang
lain.
60
Ordo dari Fluventic Eutrudepts adalah inseptisol dan subordonya adalah udept. Eutrudepts memiliki ciri-ciri karbonat bebas di dalam tanah atau kejenuhan basa sebesar
60 atau lebih pada satu horizon atau lebih diantara kedalaman 25 cm dan 75 cm dari permukaan tanah.
Berbagai jenis tanah memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda, bahkan satu jenis tanah yang sama dengan lokasi berbeda dapat menyebabkan sifat tanah menjadi
berbeda pula. Gerakan dan aliran air dalam tanah dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran ruang pori tanah serta arah aliran air yang mengalir di dalam tanah. Tjiptasmara et al.
2004 mengemukakan bahan distribusi ukuran zarah tanah merupakan sifat dasar yang sangat penting, karena dapat menentukan jumlah dan distribusi, ukuran pori tanah,
sehingga akan menentukan kemampuan menahan dan mengalirkan air.
Jenis tanah dikombinasikan dengan pengelolaan sangat menentukan produktivitas lahan pada lokasi penelitian. Pengelolaan yang sesuai dengan karakteristik tanah
meliputi bibit, pemeliharaan, panen dan penanganan pasca panen bisa meningkatkan dan mempertahankan produktivitas lahan. Hal ini berkaitan dengan tingkat pengetahuan
dan keterampilan sumberdaya manusia petani. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui bimbingan dan pelatihan oleh pihak terkait menjadi kunci utama untuk
mencapai kondisi perkebunan kelapa sawit yang optimal.
Tabel 12 Karakteristik jenis-jenis tanah di areal perkebunan kelapa sawit dan sekitarnya
Jenis Tanah Kelerengan
Tutupan lahan
Kedalaman cm
pH Tekstur
Kelas Tekstur Tanah USDA
Bahan organik H
2
O KCl
Pasir Debu
Liat C Organik
N Total CN
Anionic Acrudox
30 Hutan
0-15 4,9
4,8 22
57 21
Lempung berdebu
4,24 0,32
13 15-65
5,8 5,6
24 41
35 Lempung
berdebu 1,58
0,18 9
65-115 5,8
5,0 13
44 43
Liat berdebu 0,86
0,08 11
115-200 5,8
5,0 14
40 46
Liat 0,54
0,05 11
Fluventic Eutrudepts
15 Alang-alang
0-15 5,9
5,2 13
34 53
Liat 2,68
0,20 13
15-55 6,2
5,8 10
34 56
Liat 1,06
0,12 9
55-95 6,4
6,0 7
31 62
Liat 0,83
0,11 8
95-120 5,5
5,1 6
22 60
Liat 0,57
0,07 8
Anionic Acrudox
15 Perkebunan
Kelapa Sawit
0-20 6,1
5,6 6
54 40
Liat berdebu 3,10
0,33 9
20-55 6,3
5,6 6
36 58
Liat 1,18
0,15 8
55-90 6,1
5,4 14
37 49
Liat 0,76
0,09 8
90-120 6,8
6,4 11
39 50
Liat 0,85
0,10 9
120-170 6,0
5,6 10
34 48
Liat 0,57
0,07 8
Typic Haplohumults
6 Perkebunan
Kelapa Sawit
0-10 5,1
4,1 17
36 47
Liat 3,33
0,29 11
10-55 4,9
4,2 13
31 56
Liat 1,21
0,10 12
55-80 4,9
4,2 12
18 70
Liat 0,57
0,07 8
8-120 4,9
4,1 6
22 72
Liat 0,38
0,05 8
Sumber : PT. Damai Jaya Lestari 2011.
Ekonomi, Sosial dan Budaya Masyarakat pada sub DAS Lalindu