tanah perkebunan telah menimbulkan kecemburuan tersendiri di kalangan penduduk asli. Di saat penduduk transmigran mendapatkan berbagai insentif dari pemerintah
secara bersamaan penduduk asli harus kehilangan hak-hak atas tanah adatnya yang diperuntukkan bagi penduduk transmigran tersebut. Selain akibat kekalahan dalam segi
ekonomi dan politik di atas, keberadaan penduduk asli semakin dipersulit dengan mentalitas ekonomi pedesaan yang masih sangat kuat melekat dikalangan penduduk asli
yakni pola hidup subsisten, mencari dan berusaha memenuhi hanya untuk kebutuhan makan hari ini saja.
Konflik lahan dan sumberdaya baik antar penduduk pendatang dan penduduk asli maupun antar penduduk asli dengan dunia usaha dan pemerintah juga telah menjadi
persoalan tersendiri di Kabupaten Konawe, termasuk di Kecamatan Wiwirano. Konflik antar penduduk asli dan penduduk pendatang banyak dipicu akibat ulah sebagian
penduduk pendatang yang sering mengklaim tanah-tanah penduduk asli yang keadaannya kosong. Selain itu pula konflik tersebut diakibatkan proses jual beli yang
tidak tuntas, seperti pengukuran luas batas dan bukti-bukti administrasi jual beli yang tidak memadai.
Konflik antar dunia usaha dan pemerintah dan penduduk asli lebih banyak disebabkan oleh penegasan hak-hak penduduk asli atas sumberdaya alam dan
lingkungan hidup. Pemerintah dalam memberikan lahan konsesi kepada suatu perusahan tertentu seringkali tidak menghiraukan bahwa kawasan itu adalah kawasan yang
bertuan. Bahkan seringkali tanah-tanah pertanian dan perkebunan masyarakat yang nyata-nyata sedang diusahakan oleh penduduk asli dikuasai begitu saja.
3. Pola Ketergantungan terhadap Sumberdaya Alam a. Berkebun
Sebagai makanan tambahan selain beras, orang Tolaki di Kecamatan Wiwirano juga menanam sagu. Sagu ditanam pada tanah-tanah berlumpur di pinggir-pinggir
sungai dan rawa. Tanaman jangka panjang lainnya, seperti: kelapa, mangga, durian, langsat, kopi, pinang, dan lain-lain ditanam pada pada halaman rumah. Penanamannya
tidak dilakukan pada areal tersendiri untuk tiap jenis tanaman tetapi ditanam bercampur secara berselang seling.
Pemeliharaan tanaman ini tidak dilakukan secara terus menerus tetapi bila hanya ada kesempatan sisa waktu bekerja di ladang sehingga kurang produktif dalam segi
ekonomi. Buah kelapa hanya diproses sampai menjadi minyak goreng atau kopra. Durian, langsat dan mangga hanya dijual ke pasar. Pinang hanya sebagai bahan untuk
makan sirih dan batangnya dijadikan lantai rumah.
b. Berburu dan Beternak Berburu dan beternak merupakan suatu bentuk mata pencaharian sampingan orang
Tolaki di Kecamatan Wiwirano. Mereka beternak kerbau, kambing dan ayam, dan menangkap ikan di rawa-rawa dan sungai, berburu rusa, dan anoa serta menangkap
unggas seperti ayam hutan dan berjenis-jenis burung yang dapat dimakan. Kuda dipelihara untuk angkutan dan sebagai kuda tunggangan, juga dipergunakan untuk
berburu rusa. Anjing dipelihara semata-mata untuk berburu.
Ternak besar dan kecil yang ada di Kabupaten Konawe Utara meliputi sapi, kerbau, kuda, kambing dan babi. Pada tahun 2009 ternak sapi masih menduduki
peringkat pertama kemudian diikuti oleh ternak kambing, yang nilainya masing-masing
66
11.176 ekor dan 6.921 ekor. Hal ini didukung dengan padang rumput yang masih luas. Populasi ternak menurut kecamatan Tahun 2009 disajikan pada Tabel 17.
c. Pemanfaatan Hasil Hutan Selain memanfaatkan kawasan hutan sebagai areal perladangan dan berburu
binatang liar, orang Tolaki di Kecamatan Wiwirano juga memanfaatkan sumberdaya hutan baik kayu maupun non kayu untuk keperluan memenuhi kebutuhan hidup sehari-
hari maupun untuk menambah penghasilan ekonomi. Di antara sumberdaya hutan yang dimanfaatkan adalah kayu, rotan, bambu, jamur, ubi hutan, pandan hutan, madu dan
hasil hutan lainnya.
Kayu lebih banyak dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk memasak maupun untuk bahan pembuatan rumah, perahu dan keperluan lainnya. Selain untuk keperluan
tersebut, sebagian orang Tolaki juga mengambil kayu di hutan untuk dijual guna menambah penghasilan keluarga. Rotan dipungut untuk dijadikan sebagai pengikat baik
dalam membuat rumah, pagar, maupun keperluan lainnya. Selain itu pula rotan juga dipungut untuk dijual kepada orang lain. Sedangkan bambu dimanfaatkan selain untuk
bahan sayuran bambu muda juga digunakan sebagai bahan pagar kebun, dinding rumah dan wadah memasak nasi.
4. Sikap dan Persepsi Masyarakat
Hasil wawancara terhadap masyarakat di sekitar perkebunan kelapa sawit menunjukkan bahwa sikap dan persepsi masyarakat di wilayah penelitian terhadap
kegiatan perkebunan kelapa sawit pada umumnya adalah positif. Sikap dan persepsi yang positif dari masyarakat ditunjukkan oleh 50 orang responden yang dijumpai pada
saat pengambilan data, keseluruhan responden atau 100 menyatakan setuju atas kehadiran investor kelapa sawit di daerah mereka. Sikap dan persepsi yang positif ini
lahir dari adanya sosialisasi baik yang dilakukan oleh perusahaan maupun pemerintah ataupun karena informasi oleh masyarakat yang lainnya. Persepsi positif ini hadir dalam
pemikiran masyarakat setelah melihat hal-hal yang menguntungkan dengan adanya perkebunan kelapa sawit bagi masyarakat seperti kesempatan kerja dan kesempatan
berusaha, peningkatan pendapatan maupun ekspektasi terhadap komitmen perusahaan melalui kemitraan baik dalam bentuk peningkatan sarana dan prasarana infrastruktur
maupun bantuan langsung yang menyentuh kebutuhan masyarakat. Tabel 17 Populasi ternak menurut kecamatan Tahun 2010
No. Kecamatan Sapi
Kerbau Kuda Kambing
Domba Babi
1 Sawa
1.904 -
- 1.642
- -
2 Limbo
1.618 -
- 900
- -
3 Lasolo
2.742 37
- 2.242
- -
4 Molawe
1.438 -
- 1.061
- -
5 Asera
1.867 274
- 678
- -
6 Langgikima
1.003 -
- 280
- -
7 Wiwirano
604 120
- 118
- 134
Jumlah 11.176
431 -
6.921 -
134
Sumber: Kabupaten Konawe Utara dalam Angka 2010
Sikap dan persepsi positif masyarakat terhadap perkebunan kelapa sawit ini juga ditunjukkan dengan belum adanya indikasi-indikasi kerawanan sosial yang dapat
dihubungkan dengan kehadiran perkebunan kelapa sawit seperti yang dijumpai di daerah lain seperti pemblokiran areal perkebunan, penyanderaan karyawan perkebunan
maupun kerawanan sosial lainnya. Jika ada yang dianggap menegasi kegiatan perkebunan kelapa sawit maka itu masih dalam skala yang dapat ditoleransi dan dalam
bentuk yang dijamin konstitusi seperti demonstrasi. Latar belakang timbulnya demonstrasi bukan karena masyarakat menolak perkebunan kelapa sawit, tapi lebih
disebabkan karena perusahaan perkebunan kelapa sawit belum merealisasikan komitmen-komitmen yang pernah ada dalam masyarakat sehingga untuk meminimalisir
hal ini, perusahaan perlu menjalin komunikasi yang intensif dengan seluruh stakeholders perkebunan kelapa sawit di Konawe Utara khususnya di Kecamatan
Wiwirano.
Meskipun persepsi positif ini lebih dominan dalam masyarakat, tetapi masyarakat telah mengetahui pula dampak negatif dari perkebunan kelapa sawit seperti polusi dan
menurunnya tingkat kesehatan akibat kualitas lingkungan yang berubah akibat perkebunan. Dengan mulai sadarnya masyarakat terhadap dampak perkebunan maka
diharapkan para investor benar-benar memahami dan menjalankan aspek-aspek keberlanjutan. Selain itu, pemerintah daerah Kabupaten Konawe Utara, khususnya
instansi teknis yang bertanggungjawab dalam pemantauan lingkungan benar-benar menjalankan regulasi dan fungsi kontrolnya agar perkebunan kelapa sawit di Konawe
Utara benar-benar lebih bernilai positif bagi daerah dan masyarakat. Keterlibatan LSM Lembaga Swadaya Masyarakat dalam pemantauan lingkungan baik secara swakarsa
dan mandiri juga benar-benar harus ditumbuh kembangkan sehingga dampak negatif dari perkebunan kelapa sawit dapat diminimalisir.
5. Keresahan Sosial
Keresahan sosial social unrest masyarakat di lokasi penelitian yang dianggap berkaitan dengan perkebunan kelapa sawit menurut hasil wawancara dengan para
informan dapat diklasifikasikan menjadi: 1 Masalah menurunnya kualitas lingkungan, 2 Masalah lapangan kerja dan 3 Masalah ganti rugi lahan masyarakat yang
terkategori Areal Penggunaan lain APL dan masuk dalam Wilayah Izin Usaha Perkebunan WIUP.
Menurunnya kualitas lingkungan tampaknya bukan lagi menjadi domain komunitas aktivis lingkungan dan ahli-ahli lingkungan saja, tetapi telah menjadi tema
umum dalam masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa kepedulian akan kelestarian lingkungan telah menjadi kebutuhan semua individu, selain ini menunjukkan bahwa
tingkat melek informasi masyarakat di wilayah penelitian telah sangat baik. Untuk menanggulangi keresahan akibat menurunnya kualitas lingkungan ini, maka tidak ada
jalan lain kecuali semua stakeholders perkebunan kelapa sawit di Konawe Utara benar- benar patuh pada ketentuan-ketentuan yang berlaku. Hal ini penting untuk diperhatikan,
karena jika diabaikan maka bisa saja suatu saat sikap dan persepsi masyarakat yang positif terhadap perkebunan kelapa sawit akan berubah menjadi negatif hingga
melakukan hal-hal yang destruktif sifatnya yang akan merugikan bukan saja perusahaan dan masyarakat itu sendiri tetapi juga Konawe Utara secara umum.
Isu lapangan kerja yang diresahkan oleh masyarakat adalah seringkali perusahaan perkebunan hanya terbatas merekrut tenaga kerja dari karyawan lokal. Hal
ini menurut masyarakat lebih dimaknai sebagai keterpaksaan perusahaan untuk