I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ubikayu merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain singkong atau cassava. Ubikayu berasal dari benua Amerika, tepatnya dari Brasil.
Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, antara lain: Afrika, Madagaskar, India, Tiongkok. Ubikayu berkembang di negara-negara yang terkenal wilayah
pertaniannya dan masuk ke Indonesia pada tahun 1852. Indonesia merupakan negara terbesar keempat pengahasil ubikayu di dunia setelah Nigeria, Brasil, dan
Thailand. Berdasarkan kontribusi terhadap produksi nasional, terdapat sepuluh
provinsi utama penghasil ubikayu yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku dan Yogyakarta
yang menyumbang sebesar 89,47 dari produksi nasional sedangkan produksi provinsi lainnya sekitar 11-12 Agrica, 2007. Produksi ubikayu tahun 2011
sebesar 23,5 juta ton dengan areal seluas 1,2 juta ha. Provinsi Lampung adalah daerah penghasil ubikayu terbesar 38, diikuti Jawa Tengah 15, Jawa Timur
13, Jawa Barat 9, Nusa Tenggara Timur 5, dan DI Yogyakarta 4
Departemen Pertanian, 2011
. Ubikayu sangat potensial untuk ditanam di Provinsi Lampung karena
produktivitasnya yang cukup tinggi dan memiliki berbagai manfaat. Menurut Suprapti 2005, masyarakat Indonesia mengenal ubikayu sebagai bahan makanan
pokok setelah beras dan jagung. Daunnya dapat digunakan sebagai bahan sayuran, kayunya dapat digunakan sebagai kayu bakar, dan umbinya dapat digunakan
sebagai obat. Selain itu, umbi ubikayu merupakan sumber pati yang cukup tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar bioetanol Kusumastuti, 2007.
Di Provinsi Lampung, ubikayu memiliki arti ekonomi terpenting dibandingkan dengan jenis umbi-umbian yang lain. Kandungan pati dalam
ubikayu yang tinggi sekitar 25-30 sangat cocok untuk pembuatan energi alternatif. Produksi pati yang tinggi, penanamannya yang mudah, dan mudah
didapatkan menjadikan ubikayu sangat potensial dijadikan sebagai bahan dasar bioetanol.
Pada setiap wilayah di Provinsi Lampung terdapat keragaman kondisi lahan yang menghasilkan keragaman produktivitas. Keragaman produktivitas
ubikayu antara lain disebabkan karena beragamnya sifat tanah dan lahan di areal penanaman ubikayu. Sifat tanah dan lahan terbentuk secara alamiah sebagai akibat
dari proses pedogenesis pembentukan tanah mulai dari bahan induk yang berkembang menjadi tanah pada berbagai kondisi lahan Thompson dan Troeh,
1973. Sehubungan dengan tingginya keragaman tersebut maka informasi yang lebih obyektif tentang kesuburan tanah di setiap jenis tanah sangat diperlukan
untuk lebih mengarahkan tindakan manajemen tanah serta upaya pemeliharaan kultur teknis ubikayu. Untuk memperoleh informasi mengenai kondisi lahan pada
daerah yang ditanami ubikayu, maka perlu dilakukan evaluasi lahan. Evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi suatu lahan untuk
penggunaan tertentu. Pada prinsipnya, evaluasi sumberdaya lahan dilakukan dengan cara membandingkan antara persyaratan yang diperlukan untuk suatu
penggunaan lahan tertentu dengan sifat-sifat sumberdaya pada lahan tersebut. Hasil dari evaluasi lahan bermanfaat untuk perencanaan tataguna lahan yang
rasional, sehingga lahan dapat digunakan secara optimal dan lestari serta diperoleh kemungkinan tingkat produksi ubikayu untuk satu musim atau untuk beberapa
tahun ke depan. Karena itu, evaluasi lahan merupakan salah satu mata rantai yang harus dilakukan agar rencana tataguna lahan dapat tersusun dengan baik
Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007. Perencanaan dan pengembangan yang dilakukan untuk ubikayu di Provinsi
Lampung belum dilakukan secara maksimal sehingga diperlukan penetapan kriteria kesesuaian lahan. Penetapan kriteria kesesuaian lahan tanaman ubikayu
dapat dilakukan dengan menghubungkan data produksi dan kualitaskarakteristik lahan, kemudian ditarik batas kriteria kesesuaian lahan dengan cara
memproyeksikan titik potong sekat produksi dengan garis batas boundary line pada suatu kualitas atau karakteristik lahan. Kriteria kesesuaian lahan untuk
tanaman ubikayu disusun berdasarkan data eksplorasi tanaman ubikayu di beberapa wilayah pusat produksi ubikayu yang mewakili kabupaten di Provinsi
Lampung.
1.2. Tujuan