Pemanfaatan Ubikayu sebagai Bioetanol

Tabel 8. Produktivitas ubikayu kuintalha di 10 provinsi di Indonesia tahun 2008 – 2012 Provinsi Tahun 2008 2009 2010 2011 4 2012 1 Lampung 242,09 244,92 249,48 249,76 257,14 Jawa Timur 160,34 192,65 194,89 202,20 165,12 Jawa Tengah 174,04 155,30 206,10 202,17 205,29 Jawa Barat 186,08 188,24 191,81 199,41 202,85 NTT 105,68 165,58 100,77 99,49 96,32 DIY 142,77 260,88 178,17 139,01 148,77 Sumatera Utara 194,19 102,41 279,48 287,83 304,58 Sulawesi Selatan 169,22 161,39 240,48 182,62 199,00 Kalimantan Barat 141,70 144,55 149,25 131,27 152,55 Sulawesi Tenggara 178,61 183,70 170,94 180,56 183,96 1 : angka ramalan I 4 : angka sementara Sumber : Departemen Petanian 2011

2.5. Pemanfaatan Ubikayu sebagai Bioetanol

Ada beberapa alasan digunakannya ubikayu sebagai bahan baku bioenergi, khususnya bioetanol, di antaranya adalah ubikayu sudah lama dikenal oleh petani di Indonesia; tanaman ubikayu tersebar di 55 kabupaten dan 33 provinsi; ubikayu merupakan tanaman sumber karbohidrat karena kandungan patinya yang cukup tinggi; harga ubikayu di saat panen raya seringkali sangat rendah sehingga dengan mengolahnya menjadi etanol diharapkan harga ubikayu lebih stabil; ubikayu akan menguatkan security of supply bahan bakar berbasis kemasyarakatan; ubikayu toleran terhadap tanah dengan tingkat kesuburan rendah, mampu berproduksi baik pada lingkungan sub-optimal, dan mempunyai pertumbuhan yang relatif lebih baik pada lingkungan sub-optimal dibandingkan dengan tanaman lain Prihandana et al ., 2007. Tabel 9. Jenis Tumbuhan Penghasil Energi Jenis Tumbuhan Produksi Minyak Liter per Ha Ekivalen Energi kWh per Ha kelapa sawit 3.600-4.000 33.900-37.700 jarak pagar 2.100-2.800 19.800-26.400 biji kemiri 1.800-2.700 17.000-25.500 tebu 2.450 16.000 jarak kepyar 1.200-2.000 11.300-18.900 ubikayu 1.020 6.600 Sumber : Martono dan Sasongko, 2007 Tabel 10. Konvensi biomasa menjadi bioethanol Biomasa kg Kandungan gula Kg Jumlah hasil bioethanol Liter Biomasa : Bioethanol Ubikayu 1.000 250-300 166,6 6,5 : 1 Ubi jalar 1.000 150-200 125 8 : 1 Jagung 1.000 600-700 400 2,5 : 1 Sagu 1.000 120-160 90 12 : 1 Tetes 1.000 500 250 4 : 1 Sumber : Martono dan Sasongko, 2007 Selama ini dikenal ada dua jenis ubikayu, yaitu ubikayu manis dan ubikayu pahit. Kriteria manis dan pahit biasanya berdasarkan kadar asam sianida HCN yang terkandung dalam umbi ubikayu. Darjanto dan Muryati, 1980 membagi ubikayu menjadi tiga golongan sebagai berikut : a. Golongan yang tidak beracun tidak berbahaya, mengandung HCN 20 - 50 mg per kg umbi. b. Golongan yangberacun sedang, mengandung HCN 50 – 100 mg per kg umbi. c. Golongan yang sangat beracun, mengandung HCN lebih besar dari 100 mg per kg umbi. Menurut Grace, 1977, kandungan asam sianida semula diperkirakan berhubungan dengan varietas ubikayu, namun kemudian ternyata juga bergantung pada kondisi pertumbuhan, tanah, kelembaban, suhu dan umur tanaman. Komposisi kimia tepung dan pati ubikayu jenis pahit dan manis ternyata hampir sama, kecuali kadar serat dan kadar abu pada tepung ubikayu manis lebih tinggi dari tepung ubikayu pahit Rattanachon et al., 2004. Selanjutnya Rattanachon et al ., 2004 menerangkan bahwa viskositas tepung dan pati ubikayu tergantung varietasnya, dan tidak ada hubungannya dengan kriteria manis atau pahit. Komposisi kimia ubikayu disajikan pada Tabel 11. Umbi ubikayu dengan kadar pati yang cukup tinggi 31 merupakan bahan yang potensial sebagai bahan baku penghasil bioetanol. Pati yang terdapat dalam pati dihidrolisis menjadi glukosa, selanjutnya glukosa difermentasi menjadi etanol. Secara teoritis 1 g pati menghasilkan 1,11 g glukosa atau 0,567 g etanol. Dengan demikian, dari 1 ton ubikayu basah kadar air 62,8 dengan kandungan pati sebesar 31, secara teoritis dapat dihasilkan gula sebanyak 344 kg atau etanol sebanyak 195 kg. Pada Tabel 12 dapat diketahui potensi etanol yang dihasilkan dari empat varietas unggul ubikayu di Indonesia. Varietas tersebut berpotensi menghasilkan 4,35 – 4,70 liter etanol per kg ubikayu segar. Kadar amilosa pati ubikayu berkisar 17 – 18 Rattanachon et al., 2004. Laporan lain menyebutkan kadar amilosa pati ubikayu sekitar 14 – 24 Mbougueang et al., 2008. Suhu gelatinisasi tepung ubikayu 85 – 89,1 o C Owuamanam, 2007, sedangkan suhu gelatinisasi pati ubikayu 59 – 87 o C Mbougueang, et al., 2008. Tabel 11. Komposisi kimia umbi ubikayu Komponen Persentase Komponen Persentase Air 62,8 Mineral mg100g Energi kJ 100g 58,0 Kalsium 20 Protein 0,53 Kalium 302 Lemak 0,17 Fosfor 46 Pati 31 Magnesium 30 Gula 0,83 Besi 0,23 Serat 1,48 Abu 0,84 Sumber : Bradburry and Holloway, 1988 in Westby 2002 Tabel 12. Komposisi kimia, rasio fermentasi, dan angka konversi menjadi bioetanol 96 dari beberapa varietas ubikayu No. Varietas K. Bahan Kering K. Gula Total bb K. Pati bk R. Fermentasi Konversi Ubi Bioetanol kgl 1 Adira-4 39,51 40,93 80,31 89,76 4,45 2 Malang-6 45,07 39,12 80,46 89,35 4,68 3 UJ-3 41,34 36,22 79,57 95,97 4,70 4 UJ-5 46,31 43,47 80,24 86,44 4,35 Keterangan : Fermentasi ubikayu segar menjadi bioetanol dengan kadar 7-11 Etanol dengan kadar 96 efisiensi distilasi dianggap 95 Sumber : Ginting et al. 2006 diacu dalam Prihandana et al. 2007. Prospek ubikayu sebagai bahan baku bioetanol di Indonesia akan lebih jelas terlihat bila dilakukan Analisis Daur Hidup Life Cycle Assessment terhadap produksi etanol dari ubikayu di Indonesia. Hasil analisis ini tidak hanya memberikan gambaran yang lengkap mengenai produksi dan penggunaan etanol, namun juga membantu mengidentifikasi beberapa bidang tertentu dimana diperlukan inovasi teknologi atau kebijakan strategis agar alternatif energi ini praktis dan layak. Ada dua parameter utama yang dikaji pada proses produksi etanol sebagai energi alternatif, yaitu energi dan kinerja lingkungan. Berdasarkan Analisis Daur Hidup Life Cycle Assessment yang dilakukan di Thailand, produksi etanol dari ubikayu memberikan nilai positif terhadap lingkungan. Penggunaannya dalam bentuk E10 dalam keseluruhan daur hidupnya menurunkan beberapa beban lingkungan. Penurunan beban lingkungan relatif terhadap bahan bakar konvensional adalah 6,1 untuk penggunaan energi fosil, 6,0 untuk potensi pemanasan global, 6,8 untuk asidifikasi, dan 12,2 untuk pengayaan nutrisi. Jika pada proses produksi etanol juga digunakan biomassa sebagai pengganti bahan bakar fosil, maka keseluruahn daur hidup energi dan kinerja lingkungan akan lebih baik pula.

2.6. Tanah dan Lahan