mencapai 5-10 meterdetik, dan perubahan pasang surut sekitar 1,5 sampai 2 meter menurut musim DKP 2003.
Kawasan perairan Pulau Biawak dan sekitarnya merupakan perairan yang menjadi daerah penangkapan ikan bagi nelayan indramayu. Kapal yang biasa
beroperasi di daerah tersebut adalah kapal-kapal yang berukuran kurang dari 10 GT. Menurut data dari Dinas Perikanan dan Kelautan tahun 2009, jumlah kapal
yang berukuran kurang dari 10 GT di Kabupaten Indramayu berjumlah 4.944 buah. Dari hasil wawancara dengan nelayan setempat, mereka biasanya
melakukan operasi penangkapan ikan di perairan kawasan Pulau Biawak dan sekitarnya pada bulan 9 sampai dengan bulan 11, atau pada saat perairan tenang
dengan lama operasi penangkapan ikan berkisar antara 1 sampai 6 hari, tergantung perbekalan yang dibawa. Alat tangkap yang dioperasikan oleh para nelayan
tersebut diantaranya: pukatjaring arad, jaring udang, dan bubu. Hasil tangkapan nelayan antara lain: udang, rajungan, ikan kakap, ikan ekor kuning, kerapu dan
ikan-ikan lainnya yang terdapat di perairan tersebut. Berdasarkan penuturan nelayan setempat, hasil tangkapan mengalami tren penurunan bila dibandingkan
dengan 10 tahun ke belakang.
4.2 Parameter Fisik Perairan Pulau Biawak dan Sekitarnya
Hasil pengukuran kondisi perairan Pulau Biawak dan sekitarnya yang diamati pada saat penelitian pada lima stasiun pengamatan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Parameter fisik perairan Pulau Biawak dan sekitarnya hasil pengamatan
Lokasi Koordinat Waktu
Pengamatan Salinitas
Suhu Kecepatan
Arus Kecerahan
‰ ˚C mdet Bagian Barat
Pulau Biawak 05˚5543.38 S
10.40 33 26 0
95 108˚2214.3 E
Bagian Selatan Pulau
Biawak 05˚5616.9 S
15.00 28 26 0,167
85 108˚2254.5 E
Bagian Utara Pulau Biawak
05˚5527.3 S 15.00 30
28 0,167 90
108˚2252.5 E Pulau
Candikian 05˚4819.5 S
12.00 30 29 0,167
85 108˚2534.2 E
Pulau Gosong 05˚5149.9 S
09.46 31 29 0,167
80 108˚2322.4 E
Kondisi suatu perairan merupakan faktor kunci yang mendukung kehidupan flora dan fauna. Kondisi perairan tersebut meliputi sifat fisika, kimia
dan biologi. Sifat fisika yang penting antara lain adalah suhu, salinitas, kecerahan, kekeruhan, kecepatan arus dan kedalaman.
Suhu dan salinitas secara berturut-turut pada saat pengamatan berkisar antara 26-29ºC dan antara 28-33
o oo
. Kecerahan memperihatkan distribusi horizontal antara 80-90 serta kecepatan arus antara 0-0,167 mdet. Variasi
salinitas horizontal maupun vertikal pada perairan Pulau Biawak relatif kecil. Data kisaran salinitas rata-rata umumnya berkisar 30 ppm - 33 ppm.
Suhu suatu badan air di pengaruhi oleh musim, lintang latitude, ketinggian dari permukaan air laut altitude, waktu dalam hari, sirkulasi udara,
penutupan awan dan aliran air serta kedalaman air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi badan air. Organisme akuatik memiliki
kisaran suhu tertentu batas atas dan bawah yang disukai bagi pertumbuhannya. Misalnya, algae dari filum Clorophyta dan diatom akan tumbuh dengan baik pada
kisaran suhu berturut-turut 30-35
o
C dan 20-30
o
C. Filum Cyanophyta lebih dapat bertoleransi terhadap kisaran suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan
Chlorophyta dan diatom Haslam 1995 in Hefni Effendi 2003. Suhu juga sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Peningkatan suhu
mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, misalnya
O
2
, CO
2
, N
2
, CH
4
dan sebagainya Haslam 1995 in Effendi 2003. Selain itu suhu juga menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme
air, dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu perairan sebesar 10
o
C menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sebesar 2-3 kali lipat. Namun, peningkatan suhu
ini disertai dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik
untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi. Peningkatan suhu juga mengakibatkan terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba
Effendi 2003. Pada perairan laut dan limbah industri, salinitas perlu diukur. Salinitas
adalah konsentrasi total ion yang terdapat di perairan Boyd 1998 in Effendi 2003. Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air, setelah semua
karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromide dan iodide digantikan oleh klorida dan semua bahan organik telah dioksidasi. Salinitas dinyatakan dalam
satuan promil
o oo
. Nilai salinitas perairan tawar biasanya kurang dari 0,5
o oo
, perairan payau antara 0,5-30
o oo
, dan perairan laut 30-40
o oo
. Pada perairan hipersaline
, nilai salinitas dapat mencapai kisaran 40-80
o oo
. Pada perairan pesisir, nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar dari sungai
Effendi 2003. Kecerahan perairan didapatkan dari perbandingan antara kedalaman
Secchi disk dengan kedalaman perairan di kali 100 . Berdasarkan pengamatan di Pulau Biawak memiliki tingkat kecerahan yang berbeda-beda antar lokasi
antara 85-95. Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan
merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan dalam satuan meter. Nilai ini sangat
dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Pengukuran
kecerahan sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah Effendi 2003. Tingkat kedalaman perairan laut di pulau biawak dan sekitarnya
berdasarkan peta dasar yang diterbitkan Dinas Hidro Oseonografi 2002 yaitu 36 meter sampai dengan 50 meter di bawah permukaan laut. Sedangkan kedalaman
laut di sekitar pulau antara 36 meter hingga 46 meter di bawah permukaan laut. Daerah yang paling dalam terdapat pada bagian tengah perairan selat antara Pulau
Biawak dengan Pulau Gosong dan Pulau Gosong dengan Pulau Candikian dengan kisaran kedalaman 50 meter di bawah permukaan laut, pada daerah ini arus air
laut yang ada sangat deras.
4.3 Kondisi Terumbu Karang di Pulau Biawak dan Sekitarnya