Penetapan kawasan Pulau Biawak dan sekitarnya sebagai kawasan konservasi diharapkan dapat melindungi seluruh struktur komunitas dan habitat
alami dari ekosistem dengan segenap keanekaragamannya. Kegiatan yang telah dilakukan di kawasan Pulau Biawak dan sekitarnya adalah survei potensi kawasan
Pulau Biawak dan sekitarnya pada tahun 2003, pembangunan sarana dan sarana pendukung seperti pusat informasi dan pos jaga, dokumen rencana pengelolaan
kawasan pada tahun 2005 serta naskah akademik pengelolaan kawasan konservasi Pulau Biawak dan sekitarnya pada tahun 2006. Sampai saat ini, ketersediaan
informasi ilmiah serta data baseline mengenai kondisi kawasan konservasi Pulau Biawak dan sekitarnya pasca penetapan sebagai kawasan konservasi sangatlah
kurang. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan kajian mengenai kondisi tutupan terumbu karang dan komunitas ikan karang di Kawasan Konservasi Pulau
Biawak yang berguna untuk menambah informasi terkini kondisi Kawasan Konservasi Pulau Biawak dan sekitarnya serta pengelolaan sumberdaya ke
depannya.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk: a Mengetahui kondisi persentase tutupan terumbu karang di Kawasan
Konservasi Pulau Biawak dan sekitarnya pasca penetapan sebagai kawasan konservasi;
b Mengetahui struktur komunitas ikan karang kepadatan dan biomassa ikan karang di Pulau Biawak dan sekitarnya.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: a Mengetahui gambaran mengenai kondisi terumbu karang dan komunitas ikan
karang di Kawasan Konservasi Pulau Biawak dan sekitarnya; b Memberikan bahan masukan bagi pengelola kawasan dalam strategi
pengelolaan kawasan ke depan.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Terumbu Karang
Terumbu karang merupakan organisme yang hidup di dasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur CaCO
3
. Terumbu karang terdiri atas binatang karang coral sebagai organisme atau komponen dari ekosistem dan terumbu
karang coral reef sebagai suatu ekosistem Sorokin, 1993. Terumbu karang sebagai ekosistem dasar laut dengan penghuni utama karang batu mempunyai
arsitektur yang mengagumkan dan dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut polip. Dalam bentuk sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang
mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh tentakel. Namun pada kebanyakan spesies, satu individu polip
karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni Sorokin, 1993.
Berdasarkan kepada kemampuan memproduksi terumbu maka karang dibedakan menjadi dua kelompok yaitu karang hermatipik dan karang
ahermatipik. Karang hermatifik adalah karang yang dapat menghasilkan terumbu dan penyebarannya hanya ditemukan didaerah tropis sedangkan karang
ahermatipik tidak dapat menghasilkan terumbu dan merupakan kelompok yang tersebar luas di seluruh dunia. Perbedaan utama karang hermatipik dan karang
ahermatipik adalah adanya simbiosis mutualisme antara karang hermatipik dengan zooxanthellae, yang terdapat di jaringan polip binatang karang dan dapat
melakukan fotosistesis. Hasil samping dari aktivitas ini adalah endapan kalsium karbonat dengan struktur dan bentuk bangunannya yang khas. Ciri ini akhirnya
digunakan untuk menentukan jenis atau spesies binatang karang. Nybakken 1997.
Karang hermatipik mempunyai sifat yang unik yaitu perpaduan antara sifat hewan dan tumbuhan. Umumnya jenis karang ini hidup di perairan yang
cukup dangkal dimana penetrasi cahaya matahari masih sampai ke dasar perairan tersebut. Disamping itu, untuk hidup binatang karang membutuhkan
suhu air yang hangat berkisar antara 25-32°C, kedalaman air kurang dari 50 meter, salinitas air laut 30-36 ‰, laju sedimentasi relatif rendah dengan perairan yang
relatif jernih, pergerakan airarus yang cukup, perairan yang bebas dari pencemaran, dan substrat yang keras. Faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi
pertumbuhan karang. Karang tidak bisa hidup di air tawar atau muara Nybakken 1997.
Terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat produktif dengan keanekaragaman jenis biota laut seperti: a beraneka ragam avertebrata, berbagai
krustasea, siput dan kerang-kerangan serta ekinodermata seperti bulu babi, anemon laut, teripang, bintang laut dan lili laut; b beraneka ragam ikan terutama
50–70 ikan karnivora, 15 ikan herbivora dan sisanya omnivora; c reptil seperti ular laut dan penyu laut; d ganggang dan rumput laut seperti alga koralin,
alga hijau berkapur dan lamun Bengen 2001. Suharsono 1984 menyatakan bahwa perbedaan tempat hidup, kondisi
lingkungan serta kedalaman merupakan faktor yang mempengaruhi morfologi karang. Masing-masing jenis karang penyusun terumbu mempunyai respon yang
spesifik terhadap lingkungannya. Faktor yang paling berpengaruh terhadap bentuk pertumbuhan karang dan komposisi genetiknya menurut Wood 1997 adalah
kedalaman, kuat arus dan gelombang. Dilihat dari proses geologis terbentuknya terumbu karang dan
hubungannya dengan daratan, maka terumbu karang dibagi ke dalam tiga tipe yaitu terumbu karang cincin atoll, terumbu karang penghalang barrier reefs,
dan terumbu karang tepi fringing reefs. Terumbu karang tepi adalah tipe yang paling banyak terdapat di Indonesia. Terumbu karang tipe ini berada di tepi pantai
yang jaraknya kurang dari 100 meter ke arah laut sedangkan terumbu karang cincin atol biasanya terdapat di pulau-pulau kecil yang terpisah jauh dari
daratan. Contoh terumbu karang penghalang terdapat di negara Australia yaitu Great Barrier Reefs. Contoh terumbu karang cincin dapat dilihat seperti di
Takabonerate, Sulawesi Selatan. Pembentukan terumbu karang cincin ini memerlukan waktu beratus-ratus tahun. Pada tipe habitat yang berbeda, sebaran
terumbu karang yang ada hampir sama, namun dengan adanya perbedaan tipe habitat tersebut menyebabkan timbulnya jenis karang yang lebih dominan
dibandingkan dengan jenis lainnya, tergantung tipe habitat yang ditempati Nybakken 1997.
Terumbu karang memiliki spesies yang amat beragam, dan sebagian besar dari spesies tersebut bernilai ekonomi tinggi. Tingginya tingkat keanekaragaman
tersebut disebabkan antara lain oleh besarnya variasi habitat yang terdapat di dalam ekosistem terumbu karang. Terumbu karang menempati areal yang cukup
luas dan terdiri dari berbagai bentuk asosiasi yang kompleks, dengan sejumlah tipe habitat yang berbeda-beda, dan semuanya berada di satu sistem yang terjalin
dalam hubungan fungsional yang harmonis. Jenis biota yang berasosiasi merupakan kelompok biota yang khas menghuni daerah terumbu karang, dan
beberapa di antaranya jarang bahkan tidak ditemui di ekosistem yang lain. Keberadaan biota asosiasi sebagai bagian dari keanekaragaman hayati
sumberdaya memiliki nilai tersendiri dalam kompleksitas sistem ekologis sebuah ekosistem. Peran dan fungsi biota asosiasi dalam ekosistem terumbu karang tidak
saja secara ekologis, namun juga penting secara ekonomis dimana beberapa dari biota tersebut memiliki nilai ekonomis tinggi. Beberapa jenis organisme laut yang
umumnya berasosiasi di ekosistem terumbu karang antara lain: sponge, hydra, ubur-ubur, algarumput laut, anemon laut, karang lunak, moluska, crustasea,
ekinodermata, reptilia laut penyu, ular laut, dan lain-lain, dan ikan karang Nybakken 1997.
Terumbu karang sangat bermanfaat bagi manusia sebagai tempat pariwisata, tempat menangkap ikan, pelindung pantai alami, dan tempat
keanekaragaman hayati. Fungsi-fungsi yang terdapat pada ekosistem terumbu karang diantaranya adalah fungsi perikanan dimana habitat terumbu karang
merupakan tempat ikan-ikan karang yang mempunyai nilai ekonomis sehingga nelayan menangkap ikan di kawasan ini. Jumlah panenan ikan, kerang dan
kepiting dari terumbu karang secara lestari di seluruh dunia dapat mencapai 9 juta ton atau sedikitnya 12 dari jumlah tangkapan perikanan dunia. Rata-rata hasil
tangkapan ikan di daerah terumbu karang di Filipina adalah 15,6 tonkm
2
tahun. Namun jumlah ini sangat bervariasi mulai dari 3 tonkm
2
tahun sampai dengan 37 tonkm
2
tahun White Cruz-Trinidad 1998. Perkiraan perhitungan nilai produksi perikanan dari terumbu karang
tergantung pada kondisi terumbu karang dan kualitas pemanfaatan dan pengelolaan oleh masyarakat di sekitarnya. Cesar 1996 memperkirakan bahwa
daerah terumbu karang yang masih asli dengan daerah perlindungan lautnya marine sanctuary dapat menghasilkan 24.000km
2
tahun apabila penangkapan ikan dilakukan secara berkelanjutan. Terumbu karang dengan kondisi yang sangat
baik tanpa daerah perlindungan laut di atasnya dapat menghasilkan 12.000km
2
tahun jika penangkapan dilakukan secara berkelanjutan. Terumbu karang yang rusak akibat penangkapan dengan racun dan bahan peledak atau
kegiatan pengambilan destruktif lainnya seperti penambangan karang, perusakan dengan jangkar, dan lain-lain menghasilkan jauh lebih sedikit keuntungan
ekonomi. Kawasan terumbu karang yang sudah rusak atau hancur 50 hanya akan menghasilkan 6.000km
2
tahun, dan daerah yang 75 rusak menghasilkan hanya sekitar 2.000km
2
tahun. Apabila terumbu karang sudah mengalami tangkap lebih oleh cukup banyak nelayan maka keuntungan ekonomi akan
menurun sangat tajam. Terumbu karang juga mempunyai nilai lain selain nilai ekonomi termasuk
keuntungan ekonomi dari kemungkinan pengembangan pariwisata, perlindungan garis pantai, dan keanekaragaman hayati. Di Filipina diperkirakan bahwa 1 km
2
terumbu karang yang sehat dapat menghasilkan keuntungan tahunan antara 15.000-45.000 dari perikanan secara berkelanjutan, 2.000-20.000 dari
keuntungan pariwisata, dan keuntungan ekonomi sekitar 5.000-25.000 dari perlindungan pesisir perlindungan abrasi dengan total keuntunganpendapatan
potensial antara 32.000-113.000km
2
tahun White Cruz-Trinidad 1998. Berdasarkan laporan hasil penelitian LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, kondisi terumbu karang di Indonesia hanya 7 yang berada dalam kondisi sangat baik, 24 berada dalam kondisi baik, 29 dalam kondisi sedang
dan 40 dalam kondisi buruk Suharsono 1998. Diperkirakan terumbu karang akan berkurang sekitar 70 dalam waktu 40 tahun jika pengelolaannya tidak
segera dilakukan.
2.2 Ikan Karang