Persentase Tutupan Karang Kondisi Terumbu Karang di Pulau Biawak dan Sekitarnya

karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromide dan iodide digantikan oleh klorida dan semua bahan organik telah dioksidasi. Salinitas dinyatakan dalam satuan promil o oo . Nilai salinitas perairan tawar biasanya kurang dari 0,5 o oo , perairan payau antara 0,5-30 o oo , dan perairan laut 30-40 o oo . Pada perairan hipersaline , nilai salinitas dapat mencapai kisaran 40-80 o oo . Pada perairan pesisir, nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar dari sungai Effendi 2003. Kecerahan perairan didapatkan dari perbandingan antara kedalaman Secchi disk dengan kedalaman perairan di kali 100 . Berdasarkan pengamatan di Pulau Biawak memiliki tingkat kecerahan yang berbeda-beda antar lokasi antara 85-95. Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan dalam satuan meter. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Pengukuran kecerahan sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah Effendi 2003. Tingkat kedalaman perairan laut di pulau biawak dan sekitarnya berdasarkan peta dasar yang diterbitkan Dinas Hidro Oseonografi 2002 yaitu 36 meter sampai dengan 50 meter di bawah permukaan laut. Sedangkan kedalaman laut di sekitar pulau antara 36 meter hingga 46 meter di bawah permukaan laut. Daerah yang paling dalam terdapat pada bagian tengah perairan selat antara Pulau Biawak dengan Pulau Gosong dan Pulau Gosong dengan Pulau Candikian dengan kisaran kedalaman 50 meter di bawah permukaan laut, pada daerah ini arus air laut yang ada sangat deras.

4.3 Kondisi Terumbu Karang di Pulau Biawak dan Sekitarnya

4.3.1 Persentase Tutupan Karang

Hasil pengamatan di lapangan, tipe terumbu di Pulau Biawak dan sekitarnya merupakan terumbu karang tepi. Persentase penutupan karang di kelima stasiun pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Persentase penutupan karang di Pulau Biawak dan sekitarnya Lokasi Keda- laman Karang Hidup Karang Mati Alga Karang Lunak Patahan Karang Pasir Lainnya IM Bagian Barat Pulau Biawak 3 m 37,0±9,3 44,0±11,7 3,8±6,5 - 4,2±6,7 10,9±2,4 0,2±0,3 0,5 10 m 27,4±10,6 2,5±1,7 1,4±1,5 0,3±0,5 68,4±10,6 - - 0,1 Bagian Selatan Pulau Biawak 3 m 39,2±10,6 15,3±3,6 - 9,5±4,8 36,0±12,5 - - 0,3 10 m 42,3±20,9 31,0±22,6 - 0,3±0,5 20,3±6,5 - - 0,4 Bagian Utara Pulau Biawak 3 m 26,4±10,7 10,4±8,0 - 1,0±1,0 62,3±15,0 - - 0,3 10 m 24,9±15,2 32,0±16,6 0,1±0,2 0,1±1,0 41,5±18,9 0,2±0,3 1,2±1,2 0,6 Pulau Candikian 3 m 22,7±5,9 58,9±23,2 - 3,6±3,1 19,9±23,3 1,5±2,6 - 0,7 10 m 45,7±13,2 9,2±4,8 - 1,0±1,1 41,8±22,0 2,2±2,2 - 0,2 Pulau Gosong 3 m 42,4±18,4 22,6±8,9 1,3±1,2 2,4±2,3 31,4±24,7 - - 0,3 10 m 43,0±3,6 22,5±7,2 - 1,0±1,7 33,4±7,4 - - 0,3 angka dibelakang tanda “±” adalah standar deviasi Persentase tutupan karang pada tiap-tiap lokasi bervariasi, berkisar antara 22-45. Persentase tutupan karang hidup tertinggi terdapat di lokasi pengamatan Pulau Candikian pada kedalaman 10 m, sedangkan terendah terdapat di lokasi bagian utara Pulau Biawak. Persentase tutupan karang hidup Pulau Gosong dan Pulau Candikian lebih baik bila dibandingkan Pulau Biawak. Hal ini diduga karena di Pulau Biawak lebih banyak terjadi aktivitas manusia, seperti tempat nelayan berlindung dari cuaca buruk dan berlabuh sementara setelah melakukan aktivitas penangkapan, daerah penangkapan nelayan Indramayu dan aktivitas wisata. Selain persentase tutupan karang hidup dan karang mati, yang perlu mendapat perhatian adalah tingginya persentase patahan karang yang terjadi di Pulau Biawak dan sekitarnya. Persentase patahan karang di Pulau Biawak berkisar antara 4,2-68,4. Tingginya persentase patahan karang di Pulau Biawak dan sekitarnya, khususnya pada bagian barat Pulau Biawak pada kedalaman 10 m dan bagian utara Pulau Biawak pada kedalaman 3 m yang di atas 60 serta serta lokasi lainnya yang berkisar antara 20-41, terkecuali lokasi pada bagian barat Pulau Biawak pada kedalaman 3 m dimana persentase patahan karangnya cukup kecil yaitu 4, menandakan bahwa ekosistem terumbu karang di Pulau Biawak mendapatkan tekanan yang besar yang diduga berasal dari aktivitas penangkapan dengan cara-cara yang merusak lingkungan seperti penggunaan bom dan racun, penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan serta aktivitas labuh jangkar oleh kapal nelayan. Pencemaran perairan oleh minyak juga diduga turut berperan dalam penurunan kondisi lingkungan. Kondisi terumbu karang di Kawasan Konservasi dan Wisata Laut Pulau Biawak dan sekitarnya termasuk dalam kategori sedang. Acuan yang digunakan untuk menilai kondisi terumbu karang adalah Gomez dan Yap 1994, dimana untuk kondisi persentase tutupan karang pada kisaran 25,0-49,9 termasuk dalam kategori sedang. Indeks kematian karang berkisar antara 0,1-0,7 dengan rerata nilai indeks mortalitas sebesar 0,4. Indeks mortalitas IM menunjukkan rasio perubahan karang hidup menjadi karang mati. Nilai indeks mortalitas yang mendekati 0 nol menunjukkan bahawa tidak ada perubahan yang berarti bagi karang hidup, sedangkan nilai yang mendekati 1 satu menunjukkan bahwa terjadi perubahan yang berarti dari karang hidup menjadi karang mati. Nilai indeks mortalitas tertinggi didapatkan untuk Pulau Candikian pada kedalaman 3 m, menurut hasil pengamatan, nilai indeks mortalitas pada lokasi tersebut diperoleh nilai sebesar 0,7. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat kecenderungan yang cukup besar bagi karang hidup menjadi karang mati. Nilai indeks mortalitas di atas memberikan gambaran bahwa terumbu karang di Pulau Biawak dan sekitarnya masih mampu dapat pulih kembali bila tekanan yang menyebabkan kerusakan terumbu karang diperkecil. Berbagai upaya dan inisiatif konservasi yang telah berjalan saat ini, walau belum optimal, perlu terus dijalankan, serta aspek pengawasan perlu perlu digalakkan untuk melindungi kawasan terumbu karang. Untuk memperoleh gambaran bagaimana persentase tutupan terumbu karang di Pulau Biawak dan sekitarnya, berikut adalah persentase tutupan terumbu karang sebelum ditetapkan sebagai kawasan konservasi pada Tabel 5 DKP 2003. Tabel 5 Persentase penutupan karang Pulau Biawak dan sekitarnya tahun 2003 Lokasi Kedalaman m Karang Hidup Karang mati Abiotik Alga Biota Lain Pulau Biawak 3 52,42 12,7 32,18 2,55 - 10 23,09 39,96 35,9 - 1,05 Pulau Candikian 3 53,61 29,29 9,1 1,6 3,6 10 52,75 47,25 - - - Pulau Gosong 3 31,4 12,2 48,2 7,0 1,2 10 14,5 37,88 41,76 0,3 0,76 Meskipun hasil dari survey yang dilakukan DKP tahun 2003 dan pengamatan pada tahun 2010 tidak dapat semata-mata dibandingkan, dikarenakan tidak adanya titik koordinat pada hasil survey tahun 2003 dan tanda pada lokasi pengambilan data, sehingga adanya kemungkinan perbedaan penyimpangan titik lokasi pengambilan data, namun dari kedua data tersebut dapat memberikan gambaran mengenai kondisi terumbu karang di kawasan tersebut. Berdasarkan kedua data tersebut kondisi persentase tutupan karang pada tahun 2003 dan 2010, kondisi persentase tutupan karang di Pulau Biawak dan Pulau Candikian mengalami penurunan. Persentase tutupan karang hidup untuk Pulau Biawak dan Pulau Candikian mengalami kisaran penurunan sebesar 7-30. Penurunan ini bisa terjadi, diduga dikarenakan cara penangkapan ikan yang merusak seperti bom dan penggunaan racun, penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan dalam hal ini: pengoperasian trawl, bubu, dan jaring di daerah sekitar terumbu karang, aktivitas labuh jangkar kapal serta terjadinya pencemaran yang bersumber dari kebocoran minyak bumi yang menurut nelayan dan aktivis lingkungan setempat terjadi sampai tiga kali semenjak 2005. Hal sebaliknya terjadi di lokasi Pulau Gosong, dimana terjadi kenaikan untuk persentase tutupan karang hidup. Hal ini diduga terkait dengan penghentian kegiatan penambangan pasir yang telah membawa dampak yang positif bagi ekosistem terumbu karang di Pulau Gosong. Penambangan pasir dilakukan oleh Pertamina Balongan untuk penimbunan wilayah pantai di kawasan industri pada awal tahun 1990-an. Kegiatan penambangan pasir menyebabkan sedimentasi serta meningkatkan kekeruhan perairan sehingga mengurangi penetrasi cahaya ke dasar perairan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekosistem terumbu karang.

4.3.2 Kekayaan Genus dan Kelimpahan Karang Keras