4. Studi literatur yang berkaitan dengan bauran promosi seperti penelusuran
data, buku, majalah, dan internet. Jenis kebutuhan data selama penelitian berdasarkan tujuan yang
ditetapkan. Metode pengumpulan data dilakukan sesuai dengan masing-masing tujuan. Hasil metode tersebut, dilakukan analisis secara statistik deskriptif dan
AHP. Jenis kebutuhan data disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Jenis Kebutuhan Data
3.5. Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling, yaitu sampel diambil berdasarkan ketersediaan dan kemudahan untuk mendapatkannya.
Pemberian kuesioner diberikan kepada tiga responden yang terdiri dari marketing manager, plant manager
dan sales eksekutif. Pemberian kuesioner dipilih secara sengaja dengan pertimbangan responden mengetahui dan memahami tentang
kegiatan promosi PT. Lestari Dini Tunggul.
3.6. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Tahap awal yang dilakukan adalah menentukan prioritas faktor-faktor penyusunan alokasi bauran promosi setelah mengkonfirmasi kepada pihak
manajemen perusahaan terlebih dahulu. Tahap selanjutnya adalah pembuatan hierarki yang juga disusun berdasarkan wawancara dengan pihak manajemen
perusahaan terkait dengan kegiatan promosi yang dilakukan. Struktur hierarki ini merupakan dasar dalam pembuatan kuesioner yang diberikan kepada responden
pemilihan alokasi. Kuesioner diberikan untuk mengetahui pembobotan setiap elemen pada seluruh tingkat pada struktur hierarki. Validitas kuesioner untuk
pemilihan alokasi promosi dilihat melalui konsistensi setiap matriks baik itu individu maupun gabungan dan juga konfirmasi yang dilakukan dengan pakar.
No Tujuan Penelitian
Jenis Data Metode
Pengumpulan Data Analisis
Data
1. Mengidentifikasi bentuk bauran promosi
• Primer • Sekunder
• Wawancara • Observasi
• Studi Literatur • Statistik
Deskriptif 2. Menyusun
struktur hierarki bauran
promosi • Primer
• Sekunder • Wawancara
• Observasi • Studi Literatur
• AHP
3. Merumuskan prioritas
bauran promosi • Kuesioner
• AHP
Setelah hasil kuesioner didapat dan diketahui pembobotan setiap elemen pada seluruh tingkat hierarki, data ini akan diolah dengan menggunakan Analytic
Hierarchy Process AHP . Hasil pengolahan data primer ini dimulai dengan memeriksa terlebih dahulu kekonsistenan pembobotan yang diberikan responden.
Pengolahan kekonsistenan pembobotan dilakukan dengan menggunakan Expert Choice 2000
. Dalam Saaty 1991, penelitian ini memiliki batas tingkat inkonsistensi ditetapkan 10 persen atau kurang, jika lebih dari 10 persen
pertimbangan itu mungkin perlu diperbaiki. Kemudian setelah masing-masing pembobotan per individu terbukti konsisten, keseluruhan pembobotan oleh
masing-masing individu akan digabungkan dalam satu matriks gabungan. Setelah itu matriks gabungan inilah yang akan diukur kembali pembobotannya lewat
mekanisme perhitungan AHP dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 yang akan melahirkan pengolahan data horizontal dan pengolahan data vertikal. Hasil
pengolahan horizontal akan memperlihatkan keterkaitan dan tingkat pengaruh antara satu faktor dalam satu tingkat hierarki dengan elemen lain dalam tingkat
hierarki diatasnya. Hasil pengolahan vertikal akan menunjukkan data pemilihan alternatif alokasi bauran promosi.
Hasil data yang diperoleh dari manajemen PT. Lestari Dini Tunggul akan menyimpulkan apakah alokasi bauran promosi yang diterapkan oleh perusahaan
sudah tepat atau belum dan penelitian ini diharapkan mampu memberikan rekomendasi yang terbaik dalam menerapkan alokasi promosi.
Menurut Saaty 1991, terdapat beberapa langkah dalam penggunaan model AHP, yaitu :
1. Mendefinisikan permasalahan dan merinci pemecahan yang diinginkan.
Langkah pertama menitikberatkan pada penguasaan masalah secara mendalam, karena permasalahan yang tidak jelas atau spesifik akan
menimbulkan kekacauan bias dalam menentukan pemilihan tujuan, kriteria, aktivitas dan berbagai elemen atau faktor yang membentuk
struktur hierarki pemecahan masalah tersebut. Tidak terdapat suatu prosedur yang khusus atau pasti untuk mengidentifikasi komponen-
komponen struktur hierarki tersebut. Komponen sistem dapat diidentifikasi oleh peneliti, yang telah memahami dan menguasai dengan benar
permasalahan yang dihadapi. Selain itu, penentuan komponen juga didasarkan pada kemampuan para peneliti untuk menemukan unsur-unsur
yang dapat dilibatkan dalam struktur tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan mempelajari literatur untuk memperoleh informasi yang relevan
dengan masalah. 2.
Membuat struktur hierarki dari sudut pandang manajemen secara menyeluruh
Hierarki adalah abstraksi struktur suatu sistem yang mempelajari fungsi interaksi antar komponen dan dampaknya terhadap sistem. Tidak
ada aturan khusus yang mengatur model suatu hierarki karena yang menentukan penyusunannya adalah jenis permasalahan dan keputusan
yang akan diambil. Setiap set atau perangkat elemen atau faktor dalam hierarki menduduki satu tingkat hierarki.
Tingkat puncak hierarki hanya terdiri dari satu elemen saja, yang disebut fokus, yaitu seluruh sasaran yang ingin dicapai. Tingkat berikutnya
dapat terbagi menjadi menjadi beberapa elemen atau faktor, yang terbagi dalam kelompok-kelompok yang homogen berjumlah antara lima-
sembilan agar dapat dibandingkan secara efektif terhadap elemen-elemen yang berada setingkat diatasnya. Tidak ada batasan tertentu yang
mengatur jumlah tingkatan struktur keputusan dan elemen-elemen pada setiap tingkatan. Elemen dalam struktur hierarki dapat berupa faktor-
faktor, pelaku, aktivitas, tujuan, skenario, alternatif-alternatif dan sebagainya. Struktur hierarki dapat dilihat pada Gambar 2 :
Fokus
Faktor
Aktor
Alternatif
Gambar 2. Struktur hierarki lengkap
3. Menyusun matriks banding berpasangan
Penyusunan matriks banding berpasangan, pasangan-pasangan faktor dibandingkan satu sama lain dalam hal kriteria yang ada di tingkat
lebih tinggi. Pembanding pertama dilakukan dari puncak hierarki untuk fokus tujuan, yang merupakan dasar untuk melakukan pembanding
berpasangan antar elemen atau faktor yang terkait didalamnya. Menurut perjanjian, suatu elemen yang ada disebelah kiri prihal dominasinya atas
suatu elemen di puncak matriks Saaty, 1993. 4.
Mengumpulkan semua pertimbangan yang diperlukan dari hasil melakukan pembandingan berpasangan antar elemen pada langkah 3.
Langkah selanjutnya adalah melakukan perbandingan berpasangan antar setiap elemen pada kolom ke-I dengan pada kolom ke-j yang
berhubungan dengan fokus tujuan. Pembandingan antar elemen dapat dilakukan dengan pertanyaan “Seberapa kuat elemen baris ke-I didominasi
atau dipengeruhi oleh fokus tujuan, dibandingkan dengan elemen kolom ke-j?”. Untuk menuliskan nilai-nilai hasil pertimbangan ke dalam matriks
banding berpasangan, digunakan angka-angka yang berfungsi sebagai skala banding Tabel 5. Angka tersebut menunjukkan relatif pentingnya
suatu elemen dibanding dengan elemen lainnya sehubungan dengan sifat atau kriteria tertentu. Pengisian matriks hanya dilakukan untuk bagian
garis diagonal dari kiri atas ke kanan bawah. F
F
F1 F2
F3
K2 F3
K3 K1
K4 Kn
K11 K12
K13 K14
Kn1
Tabel 5. Skala Banding Secara Berpasangan
Intensitas Kepentingan
Definisi Penjelasan 1
Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen menyumbangnya sama besar pada sifat itu
3 Elemen yang satu sedikit lebih
penting ketimbang yang lainnya Pengalaman dan pertimbangan
sedikit menyokong satu elemen atas yang lainnya.
5 Elemen yang satu esensial atau
sangat penting ketimbang elemen yang lainnya
Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu
elemen atas elemen yang lainnya. 7
Satu elemen jelas lebih penting dari elemen yang lainnya
Satu elemen dengan kuat disokong, dan dominannya telah
terlihat dalam praktik 9
Satu elemen mutlak lebih penting ketimbang elemen yang lainnya
Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lain memiliki
tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan.
2, 4, 6, 8 Nilai-nilai
diantara dua
pertimbangan yang berdekatan Kompromi diperlukan antara dua
pertimbangan
Sumber : Saaty, 1991 5.
Memasukkan bilangan 1 sepanjang diagonal utama dan nilai-nilai kebalikannya. Matriks dibawah diagonal utama diisi dengan nilai-nilai
kebalikannya. Misalnya bila elemen F12 memiliki nilai 3, maka nilai elemen F21 adalah kebalikannya, yaitu 13. Setelah itu prioritas dicari dan
konsistensi diuji. 6.
Melaksanakan langkah 3,4 dan 5 untuk semua tingkat dan gugusan dalam hierarki. Pembanding dilanjutkan untuk semua elemen atau elemen pada
setiap tingkat keputusan yang terdapat pada hierarki, berkenaan dengan kriteria elemen diatas. Ada dua macam matriks pembandingan yang
dipakai dalam AHP, yaitu : a.
Matriks Pendapatan Individu MPI MPI adalah matriks hasil pembandingan oleh individu. Elemennya
disimbolkan oleh aij, yaitu elemen matriks baris ke-1 dan kolom ke-j Tabel 6.
b. Matriks Pendapatan Gabungan MPG
Merupakan matriks baru yang elemennya berasal dari rata-rata geometric pendapat individu yang rasio inkonsistensinya lebih kecil
atau sama dengan 0,1 atau 10 persen. Elemennya disimbolkan oleh gij
yaitu elemen matriks baris ke-1 dan kolom ke-j Tabel 7. Berikut adalah rumus untuk menghitung rataan geometrik :
g
ij
=
∏
............………..……………………………… 1 g
ij
= elemen MPG baris ke-I kolom ke-j aij = elemen baris ke-1 kolom ke-j dari MPI ke-j
k = indeks MPI dari individu ke-k yang memenuhi syarat
m = jumlah MPI yang memenuhi syarat
∏
= akar pangkat m dari perkalian elemen ke-1sampai e-m
Tabel 6. Matriks Pendapat Individu MPI
G A1 A2
A3 … An
A1 a
11
a
12
a
13
… a
1n
A2 a
21
a
22
a
23
… a
2n
A3 a
31
a
32
a
33
… a
3n
… … … … … … An a
n1
a
n2
a
n3
… A
nn
Sumbe : Saaty, 1993
Tabel 7. Matriks Pendapat Gabungan MPG
G G1 G2
G3 … Gn G1 g
11
g
12
g
13
… g
1n
G2 g
21
g
22
g23 … g
2n
G3 g
31
g
32
g
33
… g
3n
… … … … … … Gn g
n1
g
n2
g
n3
… G
nn
Sumber : Saaty, 1993 7.
Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan vektor-vektor prioritas.
Pengolahan matriks terdiri dari dua tahap, yaitu pengolahan horizontal dan vertikal. Keduanya dapat digunakan untuk MPI maupun
MPG. a.
Pengolahan horizontal, yaitu terdiri dari penentuan vektor prioritas, uji konsistensi dan revisi pendapat bila diperlukan.
Tahapan perhitungan dalam pengolahan horizontal adalah :
Penentuan vektor prioritas
1. Jumlahkan setiap elemen dalam masing-masing kolom matriks
pembandingan berpasangan MPB yang telah terisi, dan diperoleh vektor baris Cj Tabel 8.
Cj = [Cj] dan Cj = ∑
aij
…………………………..……….. 2 Dimana : C
j
= elemen vektor baris Cj pada kolom j a
ij
= elemen MPB yang diolah pada baris ke-I dan kolom ke-j
Tabel 8. Ilustrasi pengolahan MPB pada langkah pertama
G A1 A2 … An
A
1
a
11
a
12
… a
1n
A
2
a
21
a
22
… a
2n
.. … … …
… A
n
a
n1
a
n2
… A
nn
C
j
C
i
C
2
… C
n
Sumber: Saaty, 1993 2.
MPB yang ada dinormalisasi dengan cara membagi setiap elemen matriks pada setiap kolom dengan elemen vektor baris Cj pada
kolom tersebut yang telah didapat dari pengolahan pada langkah sebelumnya. Diperoleh matriks normalisasi dij dengan d
ij
= a
ij
C
j
dimana d
ij
= elemen MPB setelah dinormalisasi pada baris ke-I dan kolom ke-j
Tabel 9. Ilustrasi MPB yang telah dinormalisasi
G A1 A2 … An
A
1
d
11
d
12
… d
1n
A
2
d
21
d
22
… d
2n
… … … … … A
n
d
n1
d
n2
… D
nn
Sumber : Saaty, 1993 3.
Elemen-elemen matriks normalisasi yang berada dalam satu baris dijumlahkan dan didapat vektor kolom E
i
dengan e
i
, sebagai elemennya Tabel 10.
Dengan f
i
= e
i
n dan F
i
= f
i
Dimana F
i
= vektor prioritas dalam bentuk vektor dengan f
i
sebagai elemen vektor pada baris ke-i.
E
i
= elemen baris ke-I dari vektor kolom E
i
n = jumlah baris atau kolom MPB
Tabel 10. Ilustrasi pengolahan matriks normalisasi pada
langkah berikut
G A1 A2 … An Ei Fi A
1
d
11
d
12
… d
1n
e
1
f
1
A
2
d
21
d
22
… d
2n
e
2
f
2
… … … … … … … A
n
d
n1
d
n2
… D
nn
e
n
F
n
Sumber : Saaty,1993 Pengolahan MPB hingga langkah ini memberikan hasil bahwa
prioritas bagi A
1
adalah f
1
dan seterusnya hingga bagi A
n
adalah f
n
.
Uji Konsistensi
Rasio inkonsistensi dari suatu MPB dapat dicari dengan terlebih dahulu mencari nilai eigen eigen value, serta menentukan indeks
rasio inkonsistensinya.
Penentu nilai eigen
1. Lihat kembali MPB dengan a
ij
sebagai elemen-elemen dan vektor kolom F
i
dengan f
i
sebagai elemen-elemen pada setiap barisnya. Lakukan perkalian antara elemen faktor kolom f
i
pada baris tertentu dengan elemen-elemen MPB pada kolom tertentu
yang nomor kolomnya sama dengan nomor baris f
1
j pada a
ij
harus sama dengan nomor baris fi dengan g
ij
= f
i
.a
ij
, dimana : Gij = elemen baris ke-I dan kolom ke-j dari matriks baru
Aij = elemen baris ke-I dan kolom ke-j dari MPB awal Fi = elemen vektor kolom pada baris ke-i
Tabel 11. Ilustrasi penentuan Eigen Value pada dua
langkah pertama
G A1 A2 … An Hi A
1
g
11
g
12
… g
1n
h
1
A
2
g
21
g
22
… g
2n
h
2
… … … … … … A
n
g
n1
g
n2
… G
nn
H
n
Sumber : Saaty,1993 2.
Menjumlahkan elemen-elemen dalam matriks eigen Tabel 11 pada baris yang sama, kemudian diperoleh vektor kolom Hi
dengan hi sebagai elemen-elemen pada baris ke-1 dengan hi = ∑ g
ij
dimana h
i
= elemen baris ke-1 dari vektor kolom Hi.
3. Membagi elemen baris ke-1 dari vektor kolom Hi, dengan
elemen ke-i dari vektor prioritas eigen vektor F
i
, dan diperoleh vektor kolom i
i
. Dengan i
i
= h
i
fi dimana i
i
= elemen pada baris ke-I vektor kolom I
i
. 4.
Menjumlahkan semua elemen vektor kolom Ii dan mencari rata-ratanya kemudian didapat eigen value dengan
Maks = ∑ I
i
n Dimana maks = eigen value
n = jumlah elemen matriks kolom I
i
Penentuan Indeks Konsistensi
Dengan nilai eigen yang telah didapatkan, maka indeks konsistensi CI didapat dengan formulasi :
CI = …………………………………………………..………… 3
Dimana CI = Indeks konsistensi, maks + nilai eigen dan n = jumlah baris kolom dari MPB.
Penentuan Rasio Konsistensi
Rasio konsistensi CR diperoleh dengan membagi CI dengan suatu indeks random IR tertentu. Indeks ini menyatakan rata-rata konsistensi dari suatu
matriks pembandingan acak berukuran n n = ordo matriks yang didapatkan dari suatu eksperimen. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa semakin besar ordo
matriks pembanding maka semakin tinggi pula inkonsistensinya yang ditunjukkan oleh nilai RI yang semakin besar. Daftar RI ini dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Nilai Indeks Acak RI matriks berorder 1 sd 15 dengan sampel 100 Saaty,1993.
Ordo n Indeks Acak RI
1 2
3 4
5 6
7 8
9
10 11
12 13
14 15
0.00 0.00
0.58 0.90
1.12 1.24
1.32 1.41
1.45 1.59
1.51 1.48
1.56 1.57
1.59
CR ditentukan dengan CR=
……………………………………………...…………... 4
Batasan diterima tidaknya konsistensi suatu matriks sebenarnya tidak ada yang baku, hanya saja menurut beberapa ekperimen dan pengalaman, tingkat
inkonsistensi CR sebesar 10 ke bawah adalah tingkat yang masih bisa diterima. Revisi pendapat dilakukan bila CR lebih dari 10.
b. Pengolahan vertikal merupakan tahap lanjutan setelah MPI dan MPG
diolah secara horizontal. Pengolahan ini bertujuan untuk mendapatkan suatu prioritas
pengaruh setiap elemen pada level tertentu dalam suatu hierarki terhadap fokus atau tujuan utamanya. Hasil akhir pengolahan vertikal
adalah mendapatkan suatu bobot prioritas setiap elemen pada level terakhir dalam suati hierarki terhadap sasarannya. Prioritas-prioritas
yang diperoleh dalam penglolahan horizontal sebelumnya disebut sebagai prioritas lokal, karena hanya berkenaan dengan sebuah kriteria
pembanding yang merupakan anggota elemen-elemen level diatasnya. Apabila Xij merupakan nilai prioritas pengaruh elemen ke-j pada
level ke-I dari suatu hierarki keputusan terhadap fokusnya, maka diformulasikan :
Xij = ∑ Y
ij
t.i-1. Z
t
1-1 …………………………..…………...…. 5 Untuk i = 1,2,…, p
j = 1,2,…, r t = 1,2,… s
Y
ij
= nilai prioritas pengaruh elemen ke-j pada level ke-I berkenaan dengan elemen ke-t pada level diatasnya i-1 yang menjadi sifat
pembanding sama dengan prioritas lokal elemen ke-j pada level ke-i.
Z
t
= nilai prioritas pengaruh elemen ke-t pada level ke i-t terhadap sasaran utama fokus, didapat dari hasil pengolahan vertikal.
P = jumlah level keputusan dalam hierarki R = jumlah elemen pada level ke-i
S = jumlah elemen pad level ke i-1 Jika dalam hierarki keputusan terdapat dua faktor yang tidak
berhubungan keduanya tidak saling mempengaruhi, maka nilai prioritasnya sama dengan nol. Vektor prioritas vertikal untuk tingkat
ke-I X didefinisikan sebagai X = Xij
……………………………………………..…… 6 Untuk j = 1,2,3,…, n
8. Mengevaluasi konsistensi untuk seluruh hierarki
Langkah ini dilakukan dengan mengkalikan setiap indeks konsistensi dengan prioritas kriteria yang bersangkutan dan menjumlahkan
hasil kalinya. Hasil ini dibagikan dengan pernyataan sejenis yang menggunakan indeks inkonsistensi acak yang sesuai dengan dimensi
masing-masing matriks. Dengan cara yang sama, setiap indeks inkonsistensi acak juga dibobot berdasarkan prioritas kriteria yang
bersangkutan dan hasilnya dijumlahkan. Rasio inkonsistensi ini harus bernilai 10 persen atau kurang. Jika tidak, mutu informasi harus ditinjau
kembali dan diperbaiki, antara lain dengan memperbaiki cara menggunakan pertanyaan pada saat pengisian ulang kuesioner dan dengan
lebih mengarahkan responden membuat perbandingan berpasangan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN