2.6.2. Teori Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral atau otoritas moneter dalam bentuk pengendalian besaran moneter dan atau suku bunga untuk
mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Kebijakan moneter terdiri dari dua macam yaitu kebijakan moneter kontraktif dan kebijakan
moneter ekspansif. Kebijakan moneter kontraktif dilakukan untuk memperlambat kegiatan ekonomi dengan mengurangi jumlah uang beredar. Sedangkan kebijakan
moneter ekspansif dilakukan untuk mendorong kegiatan ekonomi dengan meningkatkan jumlah uang beredar.
Perkembangan kegiatan ekonomi dapat dilihat dari indikator makroekonomi yang terdiri dari Widiatmojo, 2009 :
1. Pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan dengan produk domestik bruto
PDB. 2.
Perkembangan moneter yang biasanya dihitung berdasarkan penawaran jumlah uang yang beredar dan tingkat nilai tukar rupiah terhadap US dollar.
3. Perkembangan neraca pembayaran luar negeri.
4. Perkembangan tingkat pengangguran.
5. Perkembangan inflasi.
2.6.3. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Kuznets, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari suatu negara untuk menyediakan berbagai kebutuhan
ekonomi untuk penduduknya, dimana kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan
oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional, dan ideologi terhadap berbagai tuntutan keadaan ekonomi yang ada. Konsep
pertumbuhan ekonomi masih digunakan sebagai tolak ukur untuk menilai kemajuan ekonomi suatu negara. adapun indikator yang umum digunakan untuk
mengukur petumbuhan ekonomi suatu negara adalah Growth Domestic Product GDP atau Produk Domestik Bruto PDB Mankiw, 2005.
Indikator lain yang dapat digunakan sebagai pendekatan dari output riil adalah Industrial Production Index IPI Linda, 2007. Industrial Production
adalah data bulanan yang mengukur total produksi dari seluruh pabrik, pertambangan, dan perusahaan pelayanan publik listrik, air, gas, transportasi, dan
lain-lain. Komponen utama dari data Industrial Production adalah industri manufaktur yang dapat diprediksi secara akurat dari total jam kerja dari laporan
ketenagakerjaan. Komponen pelengkap lainnya adalah Capacity Utilization yang digunakan untuk menghitung tingkat penggunaan modal negara yang dipakai
dalam proses produksi tersebut. Penggunaan IPI dalam penelitian ini dikarenakan IPI memiliki jumlah
sampel yang lebih spesifik bila dibandingkan GDP, yaitu dalam periode bulanan. IPI juga dinilai lebih representatif dan sesuai dengan menggambarkan
pertumbuhan output suatu negara Linda, 2007. Oleh karena itu, pengukuran pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan pendekatan IPI dalam penelitian ini
lebih merepresentasikan pertumbuhan produksi. Rumus untuk menghitung IPI yaitu :
I = Σ WiRi Σ Wi
Dimana I adalah indeks, Ri adalah produksi relatif dan Wi adalah bobot pembagi. Industrial Production Index IPI biasanya berhubungan positif dengan
return saham. Hal ini dikarenakan peningkatan jumlah output yang dihasilkan
mengindikasikan peningkatan pada produksi. Peningkatan ini berarti peningkatan pada pendapatan yang akhirnya meningkatkan keuntungan juga deviden. Hal ini
membuat investor berminat menanamkan dananya pada saham sehingga permintaan meningkat dan harga saham pun meningkat. Peningkatan harga saham
ini berarti peningkatan pada return Maysami, 2004.
2.6.4. Tingkat Inflasi