Tingkat Pengembalian Hubungan Penelitian Terdahulu

pada pasar modal berharap mendapatkan keuntungan dari investasi yang dilakukannya di pasar modal.

2.4. Tingkat Pengembalian

Return Saham Rusdin 2006 mengatakan terdapat dua unsur pokok return saham, yaitu deviden dan capital gain. Deviden adalah bagian keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham. Sedangkan capital gain adalah hasil yang diperoleh dari selisih antara harga pembelian dengan harga penjualan. Artinya jika harga pembelian lebih kecil dari pada harga penjualan maka investor dikatakan memperoleh capital gain, dan sebaliknya disebut dengan capital loss. Dalam penelitian ini, return saham yang dimaksud adalah capital gain atau capital loss yang didefinisikan sebagi selisih dari harga investasi sekarang relatif dengan harga periode yang lalu. Return saham yang tinggi mengidentifikasikan bahwa saham tersebut aktif diperdagangkan.

2.5. Hubungan

Return dan Resiko Suatu keputusan yang diambil berdampak terhadap suatu resiko yang akan ditanggung. Hubungan return dan risiko mempunyai hubungan yang positif, yaitu semakin besar tingkat return yang diharapkan maka akan semakin besar pula tingkat resiko yang akan ditanggung. Itulah yang menjadi pertimbangan para investor dalam menginvestasikan dananya, mereka juga harus mempertimbangkan kedua hal tersebut.

2.6. Kerangka Pemikiran Teoritis

2.6.1. Teori Supply dan Demand

Keseimbangan harga dapat digambarkan oleh perpotongan kurva supply dan kurva demand. Gambar 3 menggambarkan kurva supply dan kurva demand yang membentuk keseimbangan harga. S P D Sumber : Mankiw, 2005 Gambar 3. Kurva Supply dan Kurva Demand Return saham dianalisis berdasarkan selisih harga saham. Pembentukan harga saham tidak terlepas dari adanya penawaran dan permintaan akan saham Little, 2010. Kekuatan penawaran dan permintaan inilah yang akan menentukan naik turunnya harga suatu saham. Pada gambar kurva diatas digambarkan bahwa “P” adalah harga keseimbangan saham di pasar modal dan “Q” adalah jumlah keseimbangan di pasar modal. Jika dirumuskan, maka model keseimbangan adalah : Q d = Q s Q P Q Dimana Q d merupakan fungsi dari permintaan dan Q s merupakan fungsi dari penawaran. Model pasar saham ini terdiri dari variabel endogen dan variabel eksogen. Variabel endogennya adalah jumlah dan harga saham, sedangkan variabel eksogen adalah variabel yang mungkin diluar model yang menyebabkan pergeseran pada kurva permintaan dan penawaran sehingga pada akhirnya menggeser harga keseimbangan. Variabel- variabel ekonomi secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada keseimbangan pasar saham. Kondisi seperti inflasi akan menyebabkan kenaikan biaya produksi. Peningkatan biaya produksi ini berdampak pada penurunan pendapatan dan akhirnya menurunkan keuntungan. Hal ini akan membuat opini jelek dimata investor yang mengakibatkan penurunan permintaan saham perusahaan tersebut. Penurunan ini menyebabkan menurunnya harga saham. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar berikut. P D Sumber : Mankiw, 2005 Gambar 4. Pergeseran Kurva Demand Q P Q P Q S

2.6.2. Teori Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral atau otoritas moneter dalam bentuk pengendalian besaran moneter dan atau suku bunga untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Kebijakan moneter terdiri dari dua macam yaitu kebijakan moneter kontraktif dan kebijakan moneter ekspansif. Kebijakan moneter kontraktif dilakukan untuk memperlambat kegiatan ekonomi dengan mengurangi jumlah uang beredar. Sedangkan kebijakan moneter ekspansif dilakukan untuk mendorong kegiatan ekonomi dengan meningkatkan jumlah uang beredar. Perkembangan kegiatan ekonomi dapat dilihat dari indikator makroekonomi yang terdiri dari Widiatmojo, 2009 : 1. Pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan dengan produk domestik bruto PDB. 2. Perkembangan moneter yang biasanya dihitung berdasarkan penawaran jumlah uang yang beredar dan tingkat nilai tukar rupiah terhadap US dollar. 3. Perkembangan neraca pembayaran luar negeri. 4. Perkembangan tingkat pengangguran. 5. Perkembangan inflasi.

2.6.3. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Kuznets, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari suatu negara untuk menyediakan berbagai kebutuhan ekonomi untuk penduduknya, dimana kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional, dan ideologi terhadap berbagai tuntutan keadaan ekonomi yang ada. Konsep pertumbuhan ekonomi masih digunakan sebagai tolak ukur untuk menilai kemajuan ekonomi suatu negara. adapun indikator yang umum digunakan untuk mengukur petumbuhan ekonomi suatu negara adalah Growth Domestic Product GDP atau Produk Domestik Bruto PDB Mankiw, 2005. Indikator lain yang dapat digunakan sebagai pendekatan dari output riil adalah Industrial Production Index IPI Linda, 2007. Industrial Production adalah data bulanan yang mengukur total produksi dari seluruh pabrik, pertambangan, dan perusahaan pelayanan publik listrik, air, gas, transportasi, dan lain-lain. Komponen utama dari data Industrial Production adalah industri manufaktur yang dapat diprediksi secara akurat dari total jam kerja dari laporan ketenagakerjaan. Komponen pelengkap lainnya adalah Capacity Utilization yang digunakan untuk menghitung tingkat penggunaan modal negara yang dipakai dalam proses produksi tersebut. Penggunaan IPI dalam penelitian ini dikarenakan IPI memiliki jumlah sampel yang lebih spesifik bila dibandingkan GDP, yaitu dalam periode bulanan. IPI juga dinilai lebih representatif dan sesuai dengan menggambarkan pertumbuhan output suatu negara Linda, 2007. Oleh karena itu, pengukuran pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan pendekatan IPI dalam penelitian ini lebih merepresentasikan pertumbuhan produksi. Rumus untuk menghitung IPI yaitu : I = Σ WiRi Σ Wi Dimana I adalah indeks, Ri adalah produksi relatif dan Wi adalah bobot pembagi. Industrial Production Index IPI biasanya berhubungan positif dengan return saham. Hal ini dikarenakan peningkatan jumlah output yang dihasilkan mengindikasikan peningkatan pada produksi. Peningkatan ini berarti peningkatan pada pendapatan yang akhirnya meningkatkan keuntungan juga deviden. Hal ini membuat investor berminat menanamkan dananya pada saham sehingga permintaan meningkat dan harga saham pun meningkat. Peningkatan harga saham ini berarti peningkatan pada return Maysami, 2004.

2.6.4. Tingkat Inflasi

Inflasi adalah peningkatan dalam seluruh tingkat harga Mankiw, 2005. Kadang-kadang kenaikan harga ini berlangsung terus-menerus dan berkepanjangan. Menurut Friedman dalam Mankiw 2005, inflasi adalah suatu fenomena moneter yang terjadi dimanapun. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas atau menyebabkan kenaikan kepada barang lainnya Mankiw, 2005. Adapun indikator yang sering digunakan dalam mengukur tingkat inflasi adalah : 1. Indeks Harga Konsumen IHK atau Customer Price Index CPI merupakan indikator yang umum digunakan untuk menggambarkan pergerakan harga. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. 2. Indeks Harga Perdagangan Besar IHPB merupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga dari komoditi-komoditi yang diperdagangkan di suatu daerah. 3. Produk Domestik Bruto PDB menggambarkan pengukuran level harga barang akhir final goods dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi negeri. Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas harga konstan. Inflasi dapat mempunyai dampak positif dan negatif terhadap return saham di pasar saham. Hess dan Lee dalam Sodikin 2007 mengatakan bahwa tingkat inflasi berpengaruh negatif terhadap return jika penyebab inflasi adalah sektor riil supply stock yang mencakup tingkat produktifitas dan tingkat pengangguran. Inflasi dapat berpengaruh positif jika penyebab inflasi adalah sektor moneter monetary shock yang mencakup pasokan uang dan tingkat bunga.

2.6.5. Tingkat Suku bunga

Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.813DPM tentang Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Melalui Lelang, Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dengan sistem diskontobunga. SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai Rupiah. Tujuan diterbitkannya SBI adalah agar Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar. Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005, BI menggunakan mekanisme BI rate suku bunga BI, yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan. Umumnya suku bunga SBI berhubungan negatif dengan return bursa saham. Bila pemerintah mengumumkan suku bunga akan naik maka investor akan menjual sahamnya dan mengganti kepada instrumen berpendapatan tetap seperti tabungan atau deposito. Kaitan antara suku bunga dan return saham dikemukakan pula oleh Maysami 2004 yang mengatakan bahwa suku bunga dapat berpengaruh positif pada jangka pendek dan negatif pada jangka panjang terhadap return saham batubara. Penelitian lain dilakukan Butt et al 2009 yang menunjukkan bahwa suku bunga tidak berpengaruh kepada return saham.

2.6.6. Nilai Tukar Uang

Menurut Mankiw 2005, nilai tukar exchange rate atau dikenal juga dengan istilah kurs adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Para ekonom membedakan kurs menjadi dua yaitu kurs nominal dan kurs riil. Kurs nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara. sedangkan kurs riil adalah harga relatif dari barang-barang di antara dua negara. Jika diformulasikan Kurs IDRUSD artinya Rupiah yang diperlukan untuk membeli satu US Dollar. Apabila kurs meningkat maka berarti Rupiah mengalami apresiasi, sedangkan jika kurs menurun artinya Rupiah akan mengalami depresiasi. Perubahan nilai tukar sangat berpengaruh terhadap nilai indeks di BEI karena mempengaruhi kinerja perusahaan. Apresiasi Rupiah menyebabkan menurunnya daya saing komoditi ekspor Indonesia. Hal ini akan mengakibatkan penurunan pendapatan perusahaaan yang berdampak pada penurunan keuntungan. Penurunan keuntungaan ini pada akhirnya akan berdampak pada penurunan return saham. Beberapa bukti empiris mengeni pengaruh nilai tukar RupiahUS Dollar terhadap return saham menunjukkan bahwa nilai tukar memiliki pengaruh negatif terhadap return saham. Penelitian Josep 2002 serta Ratti dan Hasan 1999 menunjukkan bahwa nilai tukar memiliki hubungan negatif dengan return saham. Sedangkan Maysami 2004 menemukan pengaruh positif dari nilai tukar terhadap return saham.

2.6.7. Jumlah Uang yang Beredar

Jumlah uang beredar adalah nilai keseluruhan uang yang berada di tangan masyarakat. Jumlah uang beredar dalam arti sempit narrow money adalah jumlah uang beredar yang terdiri atas uang kartal dan uang giral. M1 = C + D Dimana: M1 = jumlah uang yang beredar dalam arti sempit C = Uang kartal =uang kertas+uang logam D = uang giral atau cek Uang beredar dalam arti luas adalah ditambah deposito berjangka time deposit, M2 = M1 + TD Dimana: M2 = jumlah uang beredar dalam arti luas TD = deposito berjangka time deposit Friedman dan Schwartz dalam Maysami 2004 menjelaskan hubungan jumlah uang yang beredar dengan return saham dengan hipotesis yang simpel bahwa jumlah uang yang beredar akan mempengaruhi agregat ekonomi dan mempengaruhi return saham. Peningkatan pada jumlah uang yang beredar mengindikasikan peningkatan likuiditas untuk membeli saham sehingga meningkatkan harga saham.

2.7. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai return saham telah banyak dilakukan sebelumnya oleh para ekonom. Penelitian yang dilakukan Butt et al 2009 yang berjudul Do Economic Factors Influence Stock Returns? A Firm and Industry Level Analysis menggunakan model GARCH untuk menganalisis hubungan risk dan return serta hubungan return saham dengan variabel-variabel ekonomi di pasar modal Pakistan. Penelitian ini meneliti perusahaan-perusahaan dalam sektor manufaktur dan sektor keuangan. Data yang digunakan adalah data bulanan dari 32 perusahaan industri perbankan sektor keuangan dan industri tekstil industri manufaktur dengan periode 10 tahun Juli 1998-Juni 2008. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah CPI yang menggambarkan inflasi. RFR yang menggambarkan hasil selama 6 bulan dari Treasury bills dan menggambarkan suku bunga dan nilai tukar rupiahdolar. Industrial Production Index dan Individual Industrial Production yang menggambarkan real output. Variabel lainnya yang digunakan adalah M2 yang menggambarkan jumlah uang beredar. Hasil penelitian ini mengindikasikan perubahan variabel ekonomi dalam return saham lebih berpengaruh pada level industri dibandingkan level perusahaan. Penelitian ini pula mengindikasikan industri perbankan sektor keuangan lebih sensitif dengan perubahan variabel ekonomi. Penelitian lainnya dilakukan oleh Xiufang Wang 2010 yang berjudul The Relationship between Stock Market Volatility and Macroeconomic Volatility: Evidence from China. Data yang digunakan adalah data bulanan periode Januari 1992 hingga Desember 2008. Penelitian ini menggunakan model EGARCH dan lag-augmented VAR LA-VAR untuk menganalisis hubungan GDP, CPI yang menggambarkan inflasi, dan suku bunga terhadap saham. Model AR2- EGARCH2,2 digunakan untuk memodelkan GDP, AR7-EGARCH2,1 untuk memodelkan CPI, AR4-EGARCH1,2 untuk memodelkan suku bunga dan AR2-GARCH1,1 untuk memodelkan return saham. Hasil penelitian ini mengindikasikan tidak ada hubungan antara volatilitas GDP dan suku bunga terhadap volatilitas saham. Hanya inflasi yang berhubungan dengan volatilitas saham. Penelitian lainnya dilakukan oleh Wijaya 2008 yang berjudul Pengaruh Faktor Makroekonomi dan Return IHSG terhadap Return Saham Sektor Usaha Primer : Analisis dengan Metode GARCH. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh return IHSG serta faktor-faktor makroekonomi terhadap volatilitas return saham sektor pertanian dan pertambangan. Penelitian ini menggunakan data dari Januari 2004 hingga Juni 2007. Data tersebut adalah IHSG, Indeks Harga Saham Sektoral IHSS Pertanian, IHSS Pertambangan, kurs dan suku bunga SBI yang dinyatakan dalam bentuk return secara relatif, serta inflasi yang dinyatakan dalam persen. Metode penelitian yang digunakan adalah regresi berganda dan GARCH . Variabel yang diguakan dalam penelitian ini hasil penelitian ini menunjukan bahwa return IHSS Pertanian hanya dipengaruhi secara nyata oleh return IHSG. Sedangkan return IHSS Pertambangan secara signifikan dipengaruhi oleh return IHSG, return, kurs dan return suku bunga SBI. Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Sitorus 2004 yang berjudul Pengaruh Variabel Makroekonomi terhadap Kinerja Saham Pertambangan Minyak dan Gas Bumi sebagai Emiten di Bursa Efek Indonesia. Variabel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah inflasi, suku bunga SBI, kurs dan jumlah uang beredar. Penelitian ini menggunakan regresi berganda sebagai alat analisis. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa variabel-variabel makroekonomi berpengaruh secara simultan terhadap kinerja saham pertambangam minyak dan gas bumi. Variabel makroekonomi yang berpengaruh sangat besar terhadap kinerja saham pertambangan minyak dan gas bumi adalah variabel kurs. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi return pada saham batubara dalam kelompok JII dimana sampelnya yaitu perusahaan BUMI dan PTBA dengan rentang waktu Januari 2005 hingga Mei 2010. Selain itu variabel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah faktor-faktor makroekonomi yang meliputi Customer Price Index CPI, nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar, Jumlah uang beredar M2, suku bunga SBI, Industrial Production Index IPI, dan IHSG.

2.8. Kerangka Pemikiran Konseptual

Dokumen yang terkait

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EARNINGS RESPONSE COEFFICIENT (ERC) PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII)

0 25 18

Analisis pengaruh harga komoditas dunia terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), indeks LQ 45, dan Jakarta Islamic Index (JII) di BEI

0 10 132

Faktor yang mempengaruhi perkembangan saham syariah di Jakarta Islamic Index (JII)

0 3 113

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MAKROEKONOMI YANG MEMPENGARUHI RETURN SAHAM JAKARTA ISLAMIC INDEX DAN PERAMALANNYA MENGGUNAKAN VAR

0 3 95

Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Fundamental Terhadap Return Saham Syariah Pada Perusahaan yang Tergabung Dalam Jakarta Islamic Index (Jii) Tahun 2007-2011

0 2 7

ANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR FUNDAMENTAL TERHADAP RETURN SAHAM SYARIAH PADA Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Fundamental Terhadap Return Saham Syariah Pada Perusahaan Yang Tergabung Dalam Jakarta Islamic Index (JII) tahun 2007-2011.

0 2 14

PENDAHULUAN Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Fundamental Terhadap Return Saham Syariah Pada Perusahaan Yang Tergabung Dalam Jakarta Islamic Index (JII) tahun 2007-2011.

0 2 7

KARYA ILMIAH Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Fundamental Terhadap Return Saham Syariah Pada Perusahaan Yang Tergabung Dalam Jakarta Islamic Index (JII) tahun 2007-2011.

0 4 17

496 REAKSI SIGNAL FAKTOR MAKROEKONOMI, FUNDAMENTAL, DAN RESIKO SISTEMIS (BETA SAHAM) TERHADAP RETURN SAHAM SYARIAH YANG TERDAFTAR DI JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII)

0 0 17

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RASIO HUTANG DAN PENGARUHNYA TERHADAP HARGA SAHAM PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII) PERIODE 2010-2014

0 0 20