Perbedaan Peternak dengan Sistem Kemitraan dan Tidak Bermitra

Tabel 6.2 Karakteristik rumah tangga peternak di Kecamatan Wanayasa tahun 2012 No Karakteristik Peternak Responden Jenis Peternak Kemitraan Tidak bermitra Jumlah Petani orang,n=30 Persentase Jumlah orang,n=30 Persentase 1. Umur a. 15 b. 15-64 25 83 23 77 c. 64 5 17 7 23 2. Jenis Kelamin Laki-laki 30 100 30 100 Perempuan 3. Jumlah Anggota Keluarga 1-5 orang 28 93 23 77 6-10 orang 2 7 7 23 3. Tingkat Pendidikan a. SD 27 90. 27 90 b. SLTP 3 10. 2 7 c. SLTA 1 3 4. Lama Usaha Tarnak a. 5 tahun 3 1. 1 3 b. 6-15 tahun 17 57 18 60 c. 15 tahun 10 33 11 37 1. Umur dan Jenis Kelamin Umur peternak merupakan salah satu faktor penunjang dalam menjalankan usaha sapi potong, karena perbedaan umur dapat menggambarkan perbedaan perilaku seseorang yang diperoleh dari perbedaan pengalaman yang dimiliki serta hakekat dan jenis dari struktur dalam bersikap attitude. Pada tabel 6.2, baik peternak mitra maupun peternak mandiri sebagian besar pada usia produktif yaitu 15-64 tahun yaitu 83.33 persen peternak mitra dan 76.67 persen peternak tidak bermitra. Secara psikologis peternak yang berada pada kelompok umur produktif memiliki kelebihan relatif senang mencoba cara-cara baru dan belajar lebih cepat dalam hal penguasaan teknologi serta mampu mempertahankan retensi belajar dalam jumlah besar baik secara sendiri-sendiri maupun berkelompok dan memiliki sikap cepat dalam mengadopsi inovasi Yusuf 2010. Selain itu kelompok usia produktif memiliki potensi fisik dan sosiologis yang baik dalam mengelola usaha ternak sapi potong. Pada kelompok usia ini, peternak lebih cenderung memiliki semangat untuk melakukan pengembangan usaha baik dengan mandiri maupun bermitra. Peternak usia tua cenderung lebih banyak untuk bersikap “pasrah” atau “nerimo” terhadap keadaan usaha ternak mereka yang tidak sepenuhnya berhasil. Peternak usia tua enggan untuk mengikuti kegiatan penyuluhan atau bergabung dengan program-program yang dicanangkan oleh pemerintah terutama terkait dengan program percepatan swasembada sapi 2014. Sebaliknya, peternak usia produktif cenderung aktif mengkuti berbagai program dan berani untuk menambah jumlah sapi yang dimilikinya dalam rangka memperbaiki pendapatan keluarga. Sementara itu, keseluruhan responden berjenis kelamin laki-laki. Peternak tersebut bertindak sekaligus sebagai kepala keluarga dalam rumah tangga peternak. Hal itu membuat peternak bertanggung jawab penuh atas keberlangsungan hidup anggota keluarganya. Meskipun demikian, peternak dibantu oleh anggota keluarga wanita baik istri mapun anaknya dalam melakukan usahaternaknya. Anggota keluarga berjenis kelamin perempuan memiliki tugas membersihkan sekitar kandang dan terkadang member makan ternak Jumlah anggota keluarga peternak akan mempengaruhi keputusan produksi, dalam hal mempengaruhi ketersediaan tenaga kerja keluarga dan akan mempengaruhi biaya tunai dan biaya tidak tunai usaha ternak. Ketersediaan tenaga kerja keluarga dapat mempengaruhi kemampuan peternak dalam pengelolaan usaha, karena usaha ternak memerlukan tenaga kerja untuk melakukan kegiatan, seperti : pembuatan kandang, pemeliharaan ternak yang meliputi penanganan kesehatan, pembersihan dan pemeliharaan kandang serta pemberian pakan.Tabel 6.2 memberikan gambaran tengang pengelolaan usaha sapi potong di dua skema yaitu mitra dan tidak bermitra didominasi oleh jumlah anggota keluarga kategori sedang yaitu 2-5 orang adalah 93 persen untuk peternak mitra dan 76.67 persen untuk peternak yang tidak bermitra.

2. Tingkat Pendidikan Peternak

Pendidikan, baik formal maupun non formal merupakan salah satu faktor yang mendukung kompetensi peternak. Tingkat pendidikan formal dibutuhkan dalam pengembangan usaha ternak sapi potong karena usaha penggemukan sapi potong membutuhkan kecakapan, pengalaman serta wawasan tertentu terutama dalam hal mengadopsi teknologi dan ketrampilan. Hal tersebut karena pengetahuan yang dimiliki dapat mempengaruhi untuk berpikir secara lebih rasional, memilih alternative dan cepat menerima atau melaksanakan suatu inovasi Soekartawi 2005. Tabel 6.2 menunjukkan bahwa sebagian besar peternak baik mitra maupun non mitra berada pada level pendidikan dasar SD yaitu 90 persen untuk peternak mitra dan 90 persen untuk peternak tidak bermitra. Hanya tiga orang dari peternak mitra dan dua orang peternak non mitra yang merupakan lulusan sekolah menengah. Perbedaan tingkat pendidikan mempengaruhi peternak dalam mengelola usaha ternaknya. Semakin tinggi tingkat pendidikan peternak cenderung semakin kuat potensi dan daya kritisnya dalam berpikir lebih rasional dan menentukan pilihan untuk mengembangkan usahanya, dengan cara menambah jumlah sapi, mengadopsi atau tidak suatu teknologi dan inovasi baru tentang budidaya penggemukan sapi potong dan pemasaran. Selain itu, pendidikan meningkatkan kemampuan peternak dalam mencari, memperoleh, dan mengelola informasi yang berguna tentang input-input produksi. Hal ini yang mungkin dapat menjadi alasan mengapa peternak tidak banyak meningkatkan produktifitas dan jumlah sapinya. Akan tetapi, fakta dilapangan menunjukan bahwa beberapa peternak dapat berhasil meningkatkan