Pedagang Pemotong Pengecer Analisis Biaya dan Marjin Pemasaran

di atas saluran yang paling efisien adalah saluran 1, selanjutnya saluran 3, saluran empat dan terakhir adalah saluran 2. Namun, total marjin pemasaran yang kecil tidak dapat dijadikan tolak ukur untuk menyatakan saluran pemasaran tersebut efisien. Tetapi lebih kepada penerimaan yang didapat sesuai dengan biaya pemasaran. Penerimaan, biaya pemasaran dan rasio penerimaanbiaaya pemasaran pada sertiap lembaga dapat dilihat pada lampiran 1 Rasio penerimaanbiaya digunakan untuk mengetahui penyebaran rasio penerimaan dan biaya yang diperoleh oleh setiap lembaga pemasaran yang terlibat di masing-masing saluran pemasaran. Berdasarkan harga Kgbobot hidup menunjukkan bahwa total penerimaan yang dimiliki oleh pedagang pemotong di masing-masing saluran berturur-turut adalah Rp. 31463Kg bobot hidup, Rp. 30913Kg bobot hidup, Rp. 31013Kg bobot hidup, dan Rp. 29272Kg bobot hidup. Komponen penerimaan pedagang pemotong tersebut merupakan komponen yang paling besar diantara ke dua jenis pedagang perantara lainnya. Hal ini disebabkan oleh adanya komponen tambahan yaitu penerimaan yang berasal dari produk sampingan seperti kepala, tulang, kaki, ekor, kulit, jeroan dan buntut. Produk sampingan tersebut memberikan penerimaan yang cukup besar untuk pedagang pemotong karena tidak adanya biaya tambahan untuk memproduksi produk sampingan tersebut. Berdasarkan total penerimaan dan biaya maka RC rasio untuk pedagang pemotong masing-masing saluran yaitu sebesar 1.29, 1.28, 1.28 dan 1.35. Hal ini menunjukkan bahwa setiap Rp.1 kg bobot hidup sapi potong, maka pedagang pemotong memiliki penerimaan masing-masing sebesar Rp. 8180kg untuk saluran kemitraan dan masing-masing Rp. 8037kg untuk saluran 2, Rp. 7753kg untuk saluran 3 dan Rp.9047kg untuk saluran 3. Rasio penerimaanbiaya total untuk masing masing saluran berdasarkan rasio penerimaanbiaya adalah sebagai berikut. Saluran kemitraan memiliki rasio penerimaanbiaya total sebesar 1.29, saluran dua sebesar 1.16, saluran tiga sebesar 1.17 dan saluran empat sebesar 1.20. Rasio penerimaan paling besar diterima oleh saluran kemitraan dengan nilai sebesar 1.29, artinya untuk setiap Rp 1Kg bobot hidup yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran maka akan diperoleh keuntungan sebesar Rp.0.29kg bobot hidup. Rasio penerimaan ini menunjukkan bahwa pada saluran satu, total pengeluaran pemasaran lebih kecil dibandingkan saluran yang lain, karena saluran tersebut hanya melibatkan dua lembaga pemasaran. Sedangkan saluran dua merupakan saluran dengan RC terkecil, hal ini disebabkan total pengeluaran yang ditmiliki merupakan total pengeluaran terbesar diantara saluran lainnya.

7.6. Hubungan Karakteristik Peternak, Saluran Pemasaran dan Kinerja Rantai Nilai Sapi Potong

Secara umum karakteristik peternak rakyat baik yang bermitra maupun tidak bermitra di wilayah penelitian dapat digambarkan sebagai peternak dengan penggunaan teknologi yang sederhana, bentuk usaha skala rumah tangga, corak usaha sebagai usaha tambahan pendapatan keluarga, dan skala usaha yang ditunjukkan dengan kepemilikan tarnak yang kecil. Adanya sistem kemitraan mempengarhui karakteristik peternak, untuk selanjutnya dapat mempengaruhi pembentukan saluran pemasaran dan kinerja rantai nilai.

7.6.1. Hubungan Karakteristik Peternak dengan Pembentukan Saluran Pemasaran Sapi Potong

Berdasarkan karakteristik peternak mitra dan tidak bermitra, peternak rakyat memiliki peran dalam pembentukan saluran pemasaran berdasarkan pada jenis peternak rakyat, yaitu sebagai berikut : 1. Peternak bermitra adalah peternak rakyat dengan jumlah sapi 1-3 ekor sapi per rumah tangga. Sapi-sapi tersebut merupakan sapi milik pemilik modal. Peternak tersebut mengusahakan sapinya sebagai usaha sampingan atau usaha tambahan pendapatan selain usaha lainnya. Rata-rata peternak memiliki usaha tani sayuran sebagai usaha utamanya, hal tersebut memiliki pengaruh bagi karakteristik peternak dalam memelihara ternak terutama dalam hal penggunaan modal usaha. Meskipun bergabung dengan sistem kemitraan, akan tetapi tidak seluruh peternak mampu untuk mengaplikasikan pengetahuan tentang budidaya sapi potong yang baik sehingga bobot badan sapi dan kondisi sapi masih jauh dari apa yang diharapkan. Kendala ini disebabkan oleh karakteristik individu peternak berkaitan dengan pendidikan, pengalaman, dan juga pengaruh motivasi usaha sehingga alokasi modal lebih banyak di alokasikan ke usaha tani sebagai usaha utamanya. Saluran yang terbentuk dari tipe peternak ini adalah saluran kemitraan, dimana hanya terdapat dua lembaga pemasar yang terlibat yaitu pemilik modal dan pedagang pemotong. Sapi-sapi yang di potong kemudian di jual ke wilayah lokal di pasar tradisional Kabupaten BanjarnegaraKab. Wonosobo. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa hasil ternak dari peternak rakyat sebagian besar di jual ke pasar tradisional di wilayah lokal. 2. Peternak tidak bermitra dibagi menjadi dua tipe. Tipe pertama adalah peternak yang menjual sapi ke pedagang desa keliling karena lokasi tempat tinggal yang cukup jauh dari wilayah Kecamatan. Peternak tidak bermitra tipe pertama cenderung memilki usaha tarnak yang relatif kecil, bersifat tradisional dan merupakan usaha sampingan atau usaha pendukung keluarga. Peternak tipe pertama ini sebagian besar memiliki usaha utama yaitu usaha tani sayuran dengan lahan dan modal yang terbatas. Keterbatasan ini mempengaruhi usaha ternak terutama dalam hal pemberian pakan, obat-obatan dan waktu pemeliharaan. Berkaitan dengan karakteristik tersebut, peternak tidak memelihara sapi sebagai pengahasil daging akan tetapi lebih mengarah sebagai tabungan, atau sebagai investasi pada saat memerlukan modal tambahan usaha utamanya. Karakteristik yang demikian menyebabkan sapi potong yang dihasilkan memiliki berat badan dan kualitas daging yang rendah. Berat badan rata- rata sapi peternak tipe satu hanya 350.82 kg bobot hidup dengan kondisi sapi yang kurus dan tidak terawat. Sapi dengan bobot badan tersebut oleh pedagang desa di hargai sangat murah karena pembeli sapi kemudian juga menghargai sapi tersebut dengan harga yang rendah. Sapi-sapi tersebut kemudian dijual ke pedagang pemotong tingkat Kecamatan, dengan kapasitas usaha dan jangkauan pasar yang lebih kecil dari pada pedagang tingkat Kabupaten. Untuk peternak tipe satu yang memiliki sapi dengan bobot badan lebih baik, maka sapi dijual ke pedagang Kecamatan untuk kemudian dijual ke pedagang pemotong kabupaten. 3. Peternak selanjutnya adalah peternak tidak bermitra tipe dua. Peternak tidak bermitra tipe dua adalah peternak rakyat yang menjual hasil ternaknya langsung ke tingkat pedagang Kecamatan. Peternak tipe dua memiliki jumlah sapi minimal 1 ekor dan maksimal 6 ekor per rumah tangga. Akan tetapi, jumlah peternak tipe dua lebih sedikit apabila dibandingkan dengan jumlah peternak tipe pertama. Peternak tipe dua ini memiliki karakteristik usaha yang hampir sama dengan peternak sebelumnya, hanya saja lebih baik dalam pengelolaan usahanya terutama dalam hal pemberian pakan, pembersihan kandang, pemberian konsentrat, pemberian obat-obatan dan vitamin. Sehingga, sapi-sapi yang dihasilkan memiliki bobot badan yang lebih baik, dengan bobot rata-rata 385 Kg Bobot hidup per ekor. Kondisi sapi yang demikian membuat peternak mampu menjual sapinya ke Pedagang Kecamatan dengan harga yang jauh lebih baik dari pada apabila sapi di jual ke pedagang desa, dan sapi dari pedagang pemotong langsung di jual ke pedagng pemotong tingkat Kabupaten. 4. Berdasarkan analisis tipe peternak diatas, secara umum, kesimpulan yang dapat diambil adalah peternak memasarkan hasil ternaknya sangat tergantung pada jasa pedagang, mulai dari pedagang pengumpul pedagang desa, pedagang kecamatan, sampai dengan pedagang pemotong. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya, yang menyatakan hal yang sama. Ketergantungan ini dapat dilihat dari kemampuan peternak untuk menentukan harga dan memilih ke pada siapa peternak harus menjual. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Syahjuti 1999, Rahmanto 2004 dan Ilham 2009 yang menyatakan bahwa pedagang memiliki posisi tawar bargaining position yang lebih tinggi dari pada peternak, terutama dalam penentuan harga, waktu penjualan, tempat pemotongan serta waktu pembayaran.Apabila dibandingkan dengan peternak dengan skala usaha yang lebih besar, peternak rakyat tidak bisa secara langsung menjual ke pedagang pemotong. Sedangkan peternak lebih besar memiliki akses secara langsung ke rumah pemotongan maupun ke pedagang pemotong sehubungan dengan karakteristik peternak tersebut yang memiliki dua atau tiga usaha yang berbeda, yaitu sebagai peternak, pedagang sapi potong hidup, dan pedagang pengecer. 7.6.2. Hubungan Karakteristik Peternak dengan Kinerja Rantai Nilai Berdasarkan karakteristik peternak Berdasarkan karakteristik peternak rakyat, kinerja rantai nilai masing- masing tipe peternak dan lembaga pemasaran yang terlibat pada saluran yang terbentuk adalah sebagai berikut : 1. Pada saluran kemitraan saluran 1, Apabila dibandingkan dengan pemilik modalpeternak besar sekaligus pedagang pemotong, peternak rakyat memiliki kinerja atau kemampuan mengakses lingkungan pendukung yang rendah. Apabila dibandingkan dengan tipe peternak lainnya, peternak mitra memiliki akses lebih baik terutama untuk transportasi, informasi dan pengetahuan, dan akses terhadap organisasi. Kemampuan akses peternak