Rumusan Masalah The Role of Partnership Analysis to Value Chain of Small-scale Beef Cattle farming in Banjarnegara District, Central Java Province

1.4. Tujuan

Terkait dengan pertanyaan-pertanyaan yang melandasi dilakukannya penelitian, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mendeskripsikan peranan kemitraan terhadap pembentukan rantai pemasaran sapi potong. 2. Menganalisis peranan kemitraan terhadap kinerja pelaku pemasaran dalam rantai nilai sapi potong 3. Menganalisis struktur biaya dan marjin pemasaran yang terbentuk di rantai nilai sapi potong. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Peternak Rakyat Menurut Wahyuni 2007 eksistensi “usahaternak sapi potong pola rakyat USPPR secara intensif baru dikenal, yaitu mulai tahun 1990 melalui program panca usaha ternak sapi potong yang menekankan pada pertambahan berat badan yang dikenal dengan nama sapi kereman. Usaha ternak rakyat banyak dilakukan secara terintegrasi dengan usaha tani lainnya,baik usaha tani pangan seperti sayuran dan padi-padian maupun usaha tani non pangan seperti sawit. Peternakan rakyat di identifikasikan dengan usaha dengan skala usaha yang relatif kecil, merupakan usaha rumah tangga, cara pemeliharaan yang masih tradisional dan ternak sering digunakan sebagai tenaga kerja di usaha tani lainnya. Yusdza dan Ilham 2004. Terdapat dua tipe peternak yang dikenal di masyarakat, yaitu peternak yang mengarahkan usahanya secara komersial, dan peternak yang mengarahkan usahanya secara non- komersial. Peternak dengan jumlah kepemilikan sapi 1-4 ekor cenderung mengarahkan usahanya ke arah non komersial dan atau semi komersial dimana peternak tidak terlalu berorientasi pasar dan keuntungan. Sementara itu, peternak dengan jumlah kepemilikan sapi lebih dari 25 ekor termasuk peternak yang cenderung mengarahkan usahanya secara lebih komersial dan cenderung lebih memperhitungkan keuntungan secara ekonomis. Priyanti et al 2012. Karena keterbatasan skala usaha tersebut, peternak rakyat memiliki beberapa kendala dalam mengakses faktor produksi. Baloyi 2010 menyebutkan bahwa dalam mengakses faktor produksinya petani atau peternak rakyat memiliki keterbatasan dalam hal akses lahan, akses terhadap saluran irigasi dan pengairan, akses terhadap input produksi, akses terhadap mekanisasi dan teknologi serta keterbatasan akses finansial sehubungan dengan keterbatasan asset. Adanya kendala akses terhadap sumber daya produksi tersebut mempengaruhi perilaku peternak dalam mengusahakan ternaknya. Menurut Marthin dan Jagadish 2006, pada musim-musim tanam yang berbeda, dimana petani ternak harus mengusahakan dua jenis usaha yaitu ternak sapi potong dan tanaman, peternak cenderung memiliki preferensi mengusahakan produk yang lebih menguntungkan dari pada produk lainnya. Preferensi peternak untuk mengusahakan dua komoditas atau lebih tersebut sangat mempengaruhi ketersediaan produk. Salah satu faktor yang mempengaruhi preferensi peternak, adalah harga komoditas tertentu dan keterkaitannya dengan keterbatasan akses produksi. Ketika harga komoditas tertentu, pada waktu tertentu diprediksikan mengalami kenaikan, maka peternak akan cenderung mengalokasikan lahan dan modal untuk mengusahakan komoditas tersebut dan mengurangi jumlah alokasi untuk komoditas lainnya sejalan dengan keterbatasan modal, lahan dan tenaga kerja yang dimiliki oleh satu rumah tangga peternak. Sejalan dengan hal tersebut, menurut Marsetyo et al 2009 dengan keterbatasan modal, lahan dan tenaga kerja akan sangat mempengaruhi ketersediaan pakan terutama pakan hijauan dan konsentrat. Pakan merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk pertumbuhan berat badan ternak. Selain kendala tersebut, peternak menghadapi kendala lain dalam pemenuhan hijauan sebagai pakan utama bagi peternak rakyat seperti keterbatasan peternak dalam mengakses pengetahuan tentang pakan yang baik dan berkualitas, keterbatasan peternak rakyat terhadap spesies hijauan yang produktif, keterbatasan peternak dalam penyediaan lahan yang produktif untuk pertumbuhan pakan hijauan, dan ketidaksesuaian musim.

2.2 Penelitian Tentang Rantai Nilai

2.2. Metode Pengukuran Rantai Nilai

Langkah awal yang perlu dilakukan untuk menganalisis rantai nilai adalah analisis entry point atau analisis titik masuk. Analisis entry point adalah analisis kasus pembuka atau isu utama yang dapat dijadikan awal analisis rantai nilai. Analisis berikutnya adalah analisis rantai pemasaran, atau beberapa literature menyebutnya sebagai rantai pasok Supply Chain Management atau SCM. Aktivitas yang menjadi landasan adalah mengkoordinasi organisasi, orang, aktivitas, informasi, dan sumberdaya yang terlibat secara fisik atau virtual dari supplier ke tangan konsumen Andri 2009. Penelitian Ton 2012 meneliti tentang analisis rantai nilai peternakan rakyat di afrika. Analisis entry point yang digunakan adalah analisis isu mengenai kondisi peternak dan peternakan rakyat di Afrika. Model yang digunakan adalah model kompilasi dimana analisis pemasaran peternakan digunakan sebagai analisis awal, kemudian di dukung dengan analisis faktor yang mempengaruhi keseluruhan perdagangan ternak, seperti analisis ketersediaan infrastruktur dan analisis governance. Sedangkan analisis yang digunakan untuk menganalisis rantai nilai adalah analisis kualitatif. Kelemahan dari analisis ini adalah tidak terlihatnya nilai tambah yang terjadi sepanjang rantai. Pendekatan kualitatif juga digunakan oleh Schipmann 2007. Penelitian ini menggunakan isu kondisi petani dan produsen cabai merah skala kecil ketika harus menghadapi persaingan global. Model rantai nilai dianalisis dengan cara membandingkan situasi pasar, aliran produk, aktor yang terlibat, struktur governance di pasar Internasional dan pasar lokal, dari mulai produk segar sampai ke produk olahan. Kinerja rantai nilai dinilai dengan menggunakan analisis nilai tambah atau dalam hal ini adalah analisis profit yang diperoleh masing-masing aktor dengan menggunakan analisis rasio input-output Selain analisis kualitatif, penelitian tentang rantai nilai juga bisa dilengkapi dengan analsis kuantitatif. Muchara 2010 melakukan penelitian analisis rantai nilai peternak skala kecil di Afrika dengan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif yang digunakan adalah analisis rantai nilai yang berdasarkan pada analisis pemetaan rantai nilai dengan menggunakan pendekatan berdasarkan komoditas. Pemetaan rantai nilai disini sama dengan analisis saluran pemasaran dimana analisis dilakukan dengan menganalisis producer petani skala kecil, pedagang, dan konsumen. Untuk melengkapi analisis pemetaan rantai nilai atau analisis kinerja, digunakan analisis kuantitatif yaitu menggunakan analisis efisiensi teknis dengan Stocastic Frontier Analysis. Pendekatan lain digunakan oleh Spies 2011 yang melakukan penelitian rantai nilai peternakan rakyat smallholder daging sapi dan domba dengan menggunakan pendekatan Structure, Conduct, Performance SCP, pemetaan commodities mapping dan “lean thingking” analisis. Metode ini adalah metode pengukuran kinerja dengan cara membuang “Waste” berupa biaya tambahan akan tetapi tidak penting untuk meningkatkan nilai tambah. Analisis kinerja ini digunakan untuk melihat efisiensi ekonomi dan termasuk komponen nilai tambah didalamnya, seperti: biaya produksi, penerimaan di level dan jalur distribusi rantai pemasaran yang berbeda, biaya transaksi, pengumpulan dan distribusi informasi dan pemberlakuan kontrak, benchmarking dan upgrading. Penelitian diatas menggunakan dua analisis yaitu analisis kualitatif untuk menyajikan informasi mengenai isu peternak atau petani skala kecil dalam menghadapi situasi pasar atau permintaan terkait kualitas dan kuantitas, saluran pemasaran produk, dan identifikasi aktor dari produser sampai ke tangan konsumen dan analisis kuantitatif untuk menilai kinerja dari rantai serta analisis nilai tambah. Pada penelitian rantai nilai sapi potong peternakan rakyat ini, analisis dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Hal ini sejalan dengan pendapat Hellin and Meijer 2006, dimana analisis rantai nilai dapat dianalisis melalui dua pendekatan yaitu pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Tidak ada pendekatan yang lebih baik daripada pendekatan lainnya. Pendekatan kuantitatif yang dinilai berdasarkan hasil pengolahan kuesioner yang mendekati kejadian sesungguhnya dan pendekatan kualitatif dapat melengkapi informasi yang tidak dapat di hasilkan melalui hasil pengolahan kuantitatif. Pendekatan kualitatif dapat menggambarkan kondisi rantai nilai baik aktor dan kesempatan maupun tantangan yang didapatkan masing-masing aktor dalam setiap rantai. Dengan demikian analisis rantai nilai peternakan sapi potong rakyat di Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara ini menggunakan metode analisis rantai nilai yang dimulai dengan analisis karakteristik peternak sebagai analisis entry point, analisis rantai pasok atau rantai pemasaran dan analisis kinerja rantai pemasaran. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan cara mendeskripsikan ketiga komponen analisis rantai nilai.

2.2.2 Pemasaran Sapi Potong Peternakan Rakyat

Karakteristik pemasaran produk pertanian adalah saluran pemasaran produk dari petani sampai ke tingkat konsumen akhir yang panjang. Adanya saluran yang panjang tersebut, mengindikasikan banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat. Selain panjang, keterlibatan lembaga pemasaran juga membentuk