meteorologis  yang mempengaruhi pencemaran, dan konsentrasi  pencemar yang terjadi di wilayah Kota Makassar. Oleh karena itu penelitian ini dibutuhkan untuk
mengkaji karakteristik tersebut dan membangun model pengendalian emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar.
1.2 Tujuan  Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk membangun  model pengendalian  emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar yang diharapkan dapat
digunakan sebagai arahan bagi  pemerintah  daerah dalam  pengambilan  kebijakan pengendalian pencemaran udara.
Secara spesifik penelitian ini bertujuan: 1.  Mengestimasi total  beban  emisi  CO, SO
2
, NO
2
dan PM
10
kendaraan bermotor di Kota Makassar.
2.  Mengestimasi tingkat  konsentrasi udara ambien CO, SO
2
, NO
2
dan PM
10
di Kota Makassar
3.  Mengestimasi dampak pencemaran  udara  terhadap kesehatan  dan  nilai ekonomi akibat pencemaran.
4.  Menentukan prioritas strategi reduksi beban emisi kendaraan bermotor. 5.  Membangun  model pengendalian emisi kendaraan bermotor  di Kota
Makassar.
1.3 Kerangka Pemikiran
Kota Makassar merupakan kota yang terus berkembang. Seiring dengan perkembangan tersebut jumlah penduduk Kota Makassar juga  terus bertambah
dan akan mempengaruhi potensi dalam menghasilkan polusi udara melalui sumber  antropogenik seperti emisi dari kendaraan bermotor, kegiatan industri dan
kegiatan rumah tangga.  Kontribusi sektor transportasi terhadap komposisi emisi pencemar  udara di kota-kota besar di Indonesia menunjukkan bahwa sektor
transportasi  mempunyai kontribusi yang dominan yaitu mencapai 96.8 hingga 99.8 persen untuk emisi CO, 56.3 hingga  82.5 persen untuk emisi NO
2
, 12.6 hingga  63.5 persen untuk emisi SO
2
, dan 12.6 hingga  44.1 persen untuk emisi partikulat Soedomo, 2001. Dengan makin banyaknya kendaraan yang beroperasi
di  perkotaan, maka emisi gas buang dari kendaraan bermotor juga meningkat.
Emisi gas buang kendaraan dan kualitas udara ambien  secara langsung saling mempengaruhi, termasuk pada saat terjadi kemacetan akan mempengaruhi
kualitas udara secara keseluruhan. Sementara itu, menurut data Bank Dunia 2003, komposisi dari kerusakan
lingkungan akibat dari pembakaran bahan bakar fosil pada  enam kota di negara berkembang yang dipantau adalah 68 berdampak pada kesehatan, 21
berdampak pada perubahan iklim  dan 11  berdampak pada aspek lain. Pencemaran udara selain  merusak lingkungan dan kesehatan, juga merugikan
secara ekonomi.  Hasil kajian Purwanto    2001  menemukan dampak ekonomi akibat pencemaran udara di Jakarta sebesar Rp 1.8 triliun dan jumlah  tersebut
akan membengkak menjadi Rp 4.3 triliun pada tahun 2015.  Apabila jumlah polutan melebihi ambang batas yang telah ditentukan maka dapat mempengaruhi
kesehatan manusia, kesuburan daerah pertanian dan perkebunan, bahkan dapat mempengaruhi kerusakan infrastruktur untuk jangka waktu yang lebih lama
Powe, 2004 Pola penyebaran pencemar udara perkotaan memiliki suatu karakteristik
tersendiri. Perubahan  dalam parameter meteorologis akan membawa pengaruh yang besar dalam penyebaran dan difusi pencemar udara yang diemisikan, baik
terhadap kota itu  sendiri dalam skala lokal, maupun terhadap daerah pedesaan sekitarnya dalam skala regional  Kimmel, 2003. Dengan pengetahuan dasar
mendalam mengenai emisi, topografi, meteorologi dan kimia, suatu model  dapat dikembangkan untuk meramalkan konsentrasi pencemar, baik bagi pencemar
primer maupun yang sekunder sebagai fungsi dari berbagai tempat dan lokasi yang berbeda dalam daerah aliran udaranya Geddes et al., 2009.
Perilaku sistem pencemaran udara yang rumit, berubah cepat dan mengandung ketidakpastian menyebabkan pengendalian pencemaran udara di
Makassar tidak mungkin dikaji atau dikendalikan oleh satu atau dua metode spesifik saja, namun membutuhkan pendekatan sistem dan pemodelan.
Pendekatan sistem diperlukan dalam rangka pembatasan ruang lingkup dan meminimalkan  pengaruh serta output  yang tidak dikehendaki, agar pengendalian
pencemaran berlangsung secara berkelanjutan.
Desain sistem berdasarkan pendekatan model dinamik diperlukan untuk memahami perilaku dan melakukan simulasi terhadap sistem secara sederhana,
sehingga kemungkinan alternatif pengendalian dan strategi pengelolaan menjadi lebih efektif dan terpadu. Model pengendalian pencemaran yang dibangun
didasarkan pada beban emisi dan karakteristik meteorologis  yang berpengaruh terhadap penyebaran polutan, serta faktor-faktor yang berpengaruh dalam rangka
pencapaian tujuan. Model dinamik juga menawarkan berbagai cara untuk menggambarkan sistem yang dikembangkan, menganalisis perilaku sistem, dan
menghubungkan perilaku yang diamati dengan struktur sistem dengan suatu bentuk desain sistem dan pemodelan  Pramudya, 2006; Muhammadi et al., 2001.
Model-model yang telah divalidasikan dengan hasil pengamatan lapangan, akan merupakan suatu instrumen yang sangat berguna dalam merumuskan
kebijakan  yang  efektif  Hartrisari,  2007. Pemodelan sistem dinamik digunakan untuk menentukan interaksi antara variabel yang berpengaruh di dalam sistem dan
menganalisis interaksi variabel-variabel tersebut terhadap waktu, selain itu model dapat berfungsi sebagai alat bantu dalam menunjang pengambilan keputusan
Avianto, 2010; Handoko, 2005.
1.4 Rumusan Masalah