keuangan masing-masing sekitar 11.28 persen dan 10.78 persen. Nilai PDRB Kota Makassar Tahun 2005 hingga 2009 dapat dilihat pada Tabel 13 berikut.
Tabel 13. PDRB Kota Makassar atas dasar harga berlaku
Tahun PDRB Kota Makassar
Dalam Juta Rupiah Persentase Peningkatan
2005 15,744,193.91
0.00 2006
18,165,876.32 13.33
2007 20,794,721.30
12.64 2008
26,068,221.49 20.23
2009 31,263,651.65
16.62 Sumber: BPS 2010
4.6 Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara PPU di Kota Makassar
Menurunnya kualitas udara ternyata telah secara nyata dirasakan oleh masyarakat. Studi yang dilakukan oleh KNLH 2006 di lima kota besar Indonesia
antara lain DKI Jakarta, Surabaya, Medan, Banjarmasin dan Makassar menunjukkan 90 dari jumlah total responden percaya bahwa kualitas udara
sudah sangat buruk. Studi ini juga menunjukkan bahwa 82 dari responden percaya bahwa buruknya kualitas udara memberikan dampak negatif bagi
kesehatan, 67 responden berpendapat bahwa sektor transportasi merupakan penyebab utama dari pencemaran udara yang terjadi.
Era otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan ditetapkannya UU No. 221999 tentang Pemerintah Daerah serta PP No. 252000 tentang Kewenangan
Pemerintah Pusat dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. Kedua peraturan tersebut mengubah struktur pembagian wewenang dalam bidang
lingkungan hidup, termasuk didalamnya pengendalian pencemaran udara antara Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten atau Kota. Daerah kini memegang
peran kunci dalam pelaksanaan dan penegakan kebijakan PPU. Dalam kerangka otonomi daerah, kajian kewenangan dan kelembagaan perangkat hukum
pengendalian pencemaran udara diletakkan. Distribusi kewenangan antara Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten atau Kota dalam PP No. 411999,
perangkat hukum paling tinggi hirarkinya yang secara khusus mengatur PPU, perlu diharmonisasi dengan perangkat hukum otonomi daerah untuk memperjelas
kewenangan dan menghindari tumpang tindih.
Pencemaran udara tidak dapat diselesaikan secara responsif dan intuitif semata. Diperlukan strategi PPU yang dirumuskan dengan sisi pandang yang
multidimensi dan terintegrasi. Strategi PPU yang multidimensi dan terintegrasi pada gilirannya tidak dapat dipisahkan oleh sektor lain. Setidaknya ada empat
komponen yaitu bahan bakarbahan baku, teknologi, riset, tata praja governance yang saling terkait dalam merumuskan strategi PPU yang efektif guna
mencapai tujuan PPU. PP No. 411999, perangkat hukum paling tinggi hirarkinya yang secara
khusus mengatur Pengendalian Pencemaran Udara PPU, telah mengatur kebijakan teknis PPU dan peran serta masyarakat dalam upaya mewujudkan udara
bersih dan sehat. Menurut PP No. 411999, Pasal.16 “Pengendalian pencemaran
udara meliputi pencegahan dan penanggulangan pencemaran, serta pemulihan mutu udara”.
Inti dari suatu upaya pengendalian pencemaran udara adalah mencegah sebelum terjadi pencemaran udara serta melakukan penanggulangan
dan pemulihan setelah terjadi pencemaran udara. Kebijakan PPU yang diterapkan oleh Pemerintah Kota Makassar saat ini
berupa kebijakan uji emisi “Spot check” kendaraan bermotor secara insidentil pada beberapa ruas jalan utama. Kebijakan ini mengacu kepada Kepmen LH
No.141 Tahun 2003 tentang ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor tipe baru dan kendaraan bermotor yang sedang diproduksi current production.
Pelaksanaan uji petik emisi kendaraan bermotor dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan peran masyarakat dalam mencegah pencemaran udara dari
kendaraan pribadi. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeliharaan kendaraan secara berkala dan
memasyarakatkan pemeriksaan emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar. Kegiatan lain adalah pemantauan kualitas udara jalan raya roadside
monitoring untuk beberapa parameter utama dan penghitungan kinerja lalu lintas kecepatan lalu lintas dan kerapatan kendaraan di jalan raya yang dilakukan
secara serentak pada beberapa ruas jalan arteri yang dipilih. Standar kualitas udara ambien mengacu kepada SK Gubernur Sulawesi Selatan No. 14 Tahun 2003
tentang baku mutu udara ambien dan tingkat kebisingan. Kebijakan jangka pendek lainnya berupa rekayasa lalu lintas untuk memperlancar arus kendaraan