Kebaruan Gagasan Novelty PENDAHULUAN

Kajian penelitian sebelumnya terkait kebaruan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Penelitian sebelumnya terkait novelty No Peneliti Hasil Penelitian Perbedaan Metode 1. Sofyan, 2001 estimasi beban emisi kendaraan bermotor dan konsentrasi ambien CO di Kota Bandung Tidak melakukan prediksi kualitas udara dalam jangka panjang dan tidak mengkaji aspek sosial ekonomi yang ditimbulkan akibat pencemaran 2. Syahril et al., 2002 Prediksi beban emisi dan konsentrasi ambien polutan PM 10 , NO 2 , CO, SO 2 , THC, dampak kesehatan dan kerugian ekonomi di Jakarta hingga Tahun 2015 Hasil prediksi emisi dan konsentrasi udara ambien tidak didukung metode spasial GIS 3. Santosa, 2005 Tingkat konsentrasi ambien dan penyebaran polutan SO 2 , NO 2 , CO di Kota Bogor Tidak melakukan estimasi beban emisi dan kajian aspek sosial ekonomi 4. Hariyati et al., 2007 Estimasi beban emisi dan konsentrasi ambien polutan CO dan NO 2 akibat kendaraan bermotor pada ruas jalan padat lalu lintas di Kota Makassar Tidak melakukan prediksi kualitas udara jangka panjang dan tidak menggunakan metode spasial GIS 5. Soleiman, 2008 Peningkatan beban emisi dan konsentrasi ambien polutan PM 10 , dampak kesehatan dan kerugian ekonomi di Jakarta hingga Tahun 2025 Menggunakan model dinamik tetapi tidak didukung analisis spasial GIS 6. Listyarini, 2008 Prediksi biaya kesehatan dan akibat pencemaran SO 2 dan NO 2 hingga tahun 2025 di Jakarta Menggunakan model dinamik tetapi tidak didukung analasis spasial GIS 7. Rahmawati, 2009 Estimasi dan prediksi beban emisi dan konsentrasi udara ambien polutan CO, NO x dan PM 10 hingga tahun 2020 serta pengaruh penerapan skenario terhadap reduksi beban emisi dan konsentrasi udara ambien di Jakarta Tidak didukung analasis spasial GIS serta tidak mengkaji aspek sosial ekonomi 8. Jhosua et al. 2010 Hasil model konsisten dengan hasil pengukuran dengan konsentrasi O 3 dan PM yang lebih tinggi pada musin dingin dibanding pada musim panas. Tidak melakukan prediksi kualitas udara jangka panjang dan tidak ada kajian aspek sosial ekonomi 9. Azmi et al., 2010 Konsentrasi ambien dari seluruh polutan atmosferik pada 3 wilayah monitoring yang berbeda di Klang Valley Malaysia masih berada di bawah baku mutu yang diisinkan. Tidak melakukan prediksi beban emisi serta tidak didukung analisis spasial GIS

II. TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Pencemaran Udara

Konsep pembangunan berkelanjutan sustainable development menghendaki agar setiap usaha pembangunan yang dilakukan tetap memelihara kondisi lingkungan. Salah satu aspek lingkungan adalah udara, dimana di dalamnya terkandung sejumlah oksigen yang merupakan komponen esensial bagi kehidupan baik manusia maupun makhluk hidup lainnya. Lebih jauh lagi udara juga sumber daya alam milik bersama yang besar pengaruhnya pada ekosistem global khususnya menyangkut pemanasan global yang terkait dengan masalah pencemaran udara. Udara merupakan campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap tergantung pada keadaan suhu, tekanan dan lingkungan sekitarnya. Udara yang masih bersih dan bebas dari bahan pencemar merupakan campuran berbagai gas dengan berbagai konsentrasi. Nitrogen dalam bentuk N 2 terdapat sebanyak 78, oksigen dalam bentuk O 2 terdapat sebanyak 21 sementara argon Ar hanya 1 dari total gas. Gas-gas karbondioksida CO 2 , helium He, neon Ne, xenon Xe dan kripton Kr masing-masing hanya terdapat sebanyak 0.01 dari total gas. Beberapa jenis gas terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit dalam udara bersih. Gas-gas tersebut seperti Metana CH 4 , karbon monoksida CO, amoniak NH 3 , dinitrogen monoksida N 2 O, dan hidrogen sulfida H 2 S. Gas-gas ini berpotensi sebagai pencemar, karena meningkatnya jumlah gas-gas ini di udara akan menyebabkan terjadinya pencemaran udara El- Fadel, 2004. Pencemaran udara saat ini telah menjadi salah satu masalah lingkungan utama baik di negara berkembang maupun negara maju. Pencemaran udara di daerah perkotaan merupakan fenomena baru dalam masalah perencanaan kota yang mendapat perhatian yang terus meningkat. Hal ini terutama disebabkan karena meningkatnya jumlah kendaraan bermotor di seluruh dunia yang mendorong para pembuat kebijakan untuk melakukan pengelolaan terhadap pencemaran udara yang berkaitan dengan isu-isu lingkungan. Pencemaran udara dapat didefinisikan sebagai kehadiran satu atau lebih kontaminan atau polutan ke dalam atmosfer yang karena jumlah dan lama waktu keberadaannya dapat mengakibatkan kerugian manusia, tumbuhan, binatang dan atau propertimaterial serta menyebabkan gangguan kenyamanan dalam melakukan aktivitas hidup Fardiaz, 1992. Materi yang diemisikan ke atmosfer oleh aktivitas manusia maupun secara alami merupakan penyebab beberapa masalah lingkungan seperti hujan asam, penurunan kualitas udara, pemanasan global, dan rusaknya infrastruktur bangunan Cheng, 2006. Pencemaran udara pada suatu tingkat tertentu dapat merupakan campuran dari satu atau lebih bahan pencemar, baik berupa padatan, cairan atau gas yang terdispersi ke udara dan kemudian menyebar ke lingkungan sekitar. Kecepatan penyebaran akan tergantung pada keadaan geografis dan meteorologis setempat. Udara yang tercemar dapat merusak lingkungan dan kehidupan manusia. Terjadinya kerusakan lingkungan berarti berkurangnya daya dukung alam yang selanjutnya akan mengurangi kualitas hidup manusia. Menurut Soedomo 2001, sumber Pencemar udara umumnya dikelompokkan dalam beberapa golongan antara lain: 1 sumber titik, dimana yang termasuk dalam kelompok ini adalah titik cerobong asap industri, 2 sumber garis, yang merupakan integrasi dari sumber-sumbe titik yang tak terhingga banyaknya sehingga dapat dianggap menjadi sumber garis yang seluruhnya memancarkan pencemar udara misalnya jalan raya, dan 3 sumber area, yang merupakan integrasi dari banyak sumber titik dan sumber garis misalnya pada kawasan industri yang sejenis. Di samping itu menurut Fardiaz 1992 sumber pencemar udara berdasarkan sifat kegiatannya ada 4 empat, yaitu: 1 sumber tetap, yang berasal dari kegiatan proses industri pengolahan, konsumsi bahan bakar dari industri dan rumah tangga, 2 sumber tetap spesifik, yang berasal dari kegiatan pembakaran hutan dan pembakaran sampah, 3 sumber bergerak, yang berasal dari hasil pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor, dan 4 sumber bergerak spesifik yang berasal dari hasil pembakaran bahan bakar kereta api, kapal laut, pesawat dan alat berat. Hasil kajian World Bank 2003 menyatakan bahwa 70 gas beracun yang ada di udara terutama di kota-kota besar, berasal dari kendaraan bermotor, sementara jumlah kendaraan di kota-kota besar terus meningkat hingga mencapai