Perubahan Sifat Fisik Tanah

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 C K TPTII TPTI VF Disarankan pemupukan dilakukan secara bertahap karena pemberian pupuk pada awal tanam saja hanya berfungsi dalam memacu pertumbuhan awal dan mengem- bangkan sistem perakaran, tetapi sangat sedikit pengaruhnya untuk jangka pan- jang terhadap kesuburan tanah. Penambahan unsur hara melalui pemupukan ha- rus memperhatikan beberapa faktor, seperti: tingkat effisiensi penyerapan hara suatu jenis pohon, effisiensi penggunaan hara dalam proses metabolisme, kebutu- han hara tanaman, kemampuan mengabsorpsi hara dari tanah, kehilangan hara panen, erosi dan aliran permukaan, ketersediaan hara dalam tanah, penambahan hara dari udara, bahan organik, fiksasi N dan adanya interaksi yang saling mem- pengaruhi antar unsur hara yang berbeda. Respon pemupukan berbeda diantara jenis dan genotipa. Pola umum dari distribusi pupuk adalah : kurang dari seperempat bagian dari pupuk diserap oleh pohon pada awal tahun pertama pertumbuhan, sekitar seperempat bagian termobi- lisasi oleh mikroba biomassa dan bahan organik tanah, dan sebagian besar lainnya hilang dari ekosistem hutan melalui pencucian dan penguapan Fisher dan Binkley 2000. Namun berdasarkan Mackensen 2000a, tingkat efisiensi penyerapan pu- puk N dan P oleh tanaman diperkirakan dapat mencapai 50-70, tingkat efisiensi pupuk K sangat rendah sekitar 10-40, dan tingkat efisiensi kapur dan dolomit sebagai sumber Ca dan Mg sebesar 70-100. Tingkat efisiensi penyerapan pupuk yang relatif rendah dan adanya pencucian tanah akan mengakibatkan jumlah pu- puk yang dibutuhkan untuk menggantikan kehilangan unsur hara akan jauh lebih tinggi. Apalagi yang dihitung dalam pemulihan hara tanah berdasarkan jumlah hara yang hilang akibat pengelolaan hutan tanaman penyiapan lahan, erosi, aliran permukaan dan panen. Di sisi lain, berdasarkan Mackensen dan Folster 2000 yang meneliti dam- pak pemupukan sebagai pengganti kehilangan hara, tampak bahwa pemupukan mengakibatkan kenaikan biaya penanaman dan biaya investasi. Kompensasi pe- mupukan sebesar hara yang hilang melalui panen saja mengakibatkan peningkatan biaya penanaman 18-33 dan biaya total investasi naik sebesar 9-15. Kompen- sasi pemupukan sebesar hara yang hilang melalui panen, erosi dan pencucian hara mengakibatkan peningkatan biaya penanaman 20-35 dan biaya total investasi 9- 16. Kompensasi pemupukan sebesar hara yang hilang melalui panen, erosi dan pencucian serta pembakaran sisa tebangan akan meningkatkan biaya penanaman 29-62 dan biaya total investasi 13-29, sehingga konsekwensinya adalah terjadi penurunan keuntungan berdasarkan IRR internal rate of return dari 14 turun menjadi 9-12. Peningkatan biaya tersebut kemungkinan besar akan lebih tinggi lagi karena tambahan biaya yang timbul dalam kegiatan pemupukan seperti pe- rencanaan, penelitian dan pelatihan petugas lapangan Mackensen 2000a. Sehubungan dengan jumlah pupuk yang harus diberikan sangat besar dan biaya pemupukan sangat mahal, maka perlu strategi pengelolaan hara berupa pe- nerapan teknik-teknik silvikultur yang efektif, efisien dan ramah lingkungan low impact management agar jumlah input hara yang dibutuhkan menurun. Beberapa strategi teknik silvikultur yang dapat diterapan dalam pengelolaan tanaman S. leprosula pada Jalur Tanam di IUPHHK PT. Sukajaya Makmur adalah : Penggunaan Mikoriza Pada Bibit Penggunaan mikoriza dalam pengelolaan HTI dapat meningkatkan hara ter- sedia dalam tanah yang dapat diserap tanaman. Mekanisme peran mikoriza dapat meningkatkan kemampuan tanaman dalam menyerap unsur hara adalah melalui perluasan permukaan akar dan melalui peningkatan menghasilkan enzime fosfa- tase sehingga unsur P yang semula dalam bentuk tidak tersedia dapat menjadi ter- sedia bagi tanaman. Penggunaan mikoriza akan meningkatkan kerapatan dan pan- jang akar yang dapat mendorong penyerapan hara, terutama untuk unsur-unsur hara yang mempunyai mobilitas rendah dan sedang seperti fosfat atau amonium Bowen 1984 dalam Fisher dan Binkley 2000. Penyiapan Lahan Penyiapan lahan dilakukan sesedikit mungkin mengolah lahan dengan alat berat minimum tillage agar kehilangan unsur hara melalui erosi dapat ditekan sekecil mungkin. Tidak melakukan tebang bakar karena akan meningkatkan kehi- langan unsur hara dalam tanah. Menurut Mackensen 2000a, kehilangan unsur hara ke atmosfir akibat kegiatan tebang bakar diperkirakan cukup tinggi, yaitu un- tuk jenis Acacia mangium 2,5 kg Pha lebih tinggi dari E. deglupta 1,1 kg Pha dan kehilangan Ca dan Mg sama untuk kedua jenis tersebut sekitar 63-64 kg Caha dan sekitar 20-21 kg Mgha. Pembakaran akan memicu kehilangan unsur hara terutama hara N karena N dapat hilang dalam jumlah banyak melalui volatili- sasi. Pemeliharaan Pemeliharaan di lapangan dapat dilakukan melalui beberapa kegiatan yang bertujuan meningkatkan ketersediaan unsur hara guna memperkecil kebutuhan pupuk, diantaranya adalah Penjarangan atau pengurangan kerapatan. Menurut Prescott 1997 dalam Fisher dan Binkley 2000, pengurangan kerapatan tegakan dengan menebang sebagian tegakan akan memberikan kenaikan tambahan dua kali lipat suplai N pada pohon-pohon yang tinggal. Menurut Rusdiana 2007 ke- rapatan tegakan yang menghasilkan produktivitas kayu Pinus merkusii paling baik adalah pada saat kondisi tegakan penuh yaitu indeks kerapatan tajuk sekitar 80 . Kerapatan tegakan yang jarang atau terlalu rapat dapat menurunkan produktivitas. Kerapatan tegakan 400 pohonha merupakan kerapatan dengan volume terbesar dan kondisi iklim mikro dan keharaan tanah yang kondusif terhadap pertumbuhan tegakan. Pengelolaan Sisa Tebangan . Pemanfatan sisa tebangan yang dibiarkan di lantai hutan akan mengaki- batkan peningkatan kandungan unsur hara tanah. Menurut Stevenson 1982 ke- tersediaan bahan organik di dalam tanah ikut menentukan kesuburan tanah sebab bahan organik berfungsi sebagai sumber unsur hara dan berperan terhadap keter- sediaan N, P dan S dalam tanah, merangsang aktivitas mikroorganisme tanah ka- rena merupakan sumber energi bagi makro dan mikro fauna serta memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Lebih lanjut Stevenson 1982 menerangkan bahwa penambahan bahan organik dari sisa tebangan dapat meningkatkan keter- sediaan P dalam tanah melalui 5 cara: 1 proses mineralisasi bahan organik itu sendiri sehingga terjadi pelepasan anion-anion P dari mineral; 2 aksi dari asam organik atau senyawa pengkelat yang lain hasil dekomposisi sehingga terjadi pe- lepasan fosfat yang berikatan dengan Al dan Fe yang tidak larut menjadi bentuk terlarut, 3 bahan organik akan mengurangi jerapan fosfat karena adanya asam humik dan asam fulfik; 4 penambahan bahan organik mampu mengaktifkan proses penguraian bahan organik asli tanah; 5 membentuk kompleks fosfo- humik dan fosfo-fulfik yang dapat ditukar dan lebih tersedia bagi tanaman . Fungsi bahan organik yang lain adalah untuk menurunkan laju aliran per- mukaan dan erosi tanah. Hal ini terjadi karena bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah, agregat tanah menjadi mantap dan kapasitas infiltrasi air mening- kat sehingga aliran permukaan dan erosi dapat diperkecil. Pengaruh bahan organik terhadap kesuburan kimia tanah adalah dapat meningkatkan kapasitas tukar ka- tion, kapasitas tukar anion, pH tanah, daya sangga tanah, keharaan tanah dan akti- vitas biologis dalam tanah Stevenson 1982. Pengaruh positif lain dari penamba- han bahan organik adalah dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman karena ada senyawa-senyawa perangsang berupa hormon auxin dan vitamin yang ditemu- kan di dalam tanah Suntoro 2003. Hasil penelitian Sulistyono dkk.2007 menunjukkan bahwa pemanfaatan si- sa tebangan residu yang dicacah menjadi potongan kecil-kecil dan ditebar di la- han secara merata pada saat penyiapan lahan memberikan hasil yang paling baik dibanding tanpa sisa tebangan dan sisa tebangan yang tidak dicacah terhadap pro- duktivitas Acacia mangium. Produktivitas A. mangium dengan perlakuan tadi pa- da umur 2 tahun dapat mencapai 56,42 m 3 ha, tanpa sisa tebangan hanya menca- pai 45,08 m 3 ha dan dengan sisa tebangan tanpa pencacahan sebesar 50,05 m 3 ha. Hasil penelitian yang sama terhadap hibrid Eucalyptus menunjukkan bahwa pe- manfaatan sisa tebangan dan serasah yang dicacah dan disebar berpengaruh nyata terhadap peningkatan pertumbuhan dibanding tanpa sisa tebangan sisa tebangan dikeluarkan dari areal tebang sebesar 73 di Congo, 41 di Brazil 35 di Afri- ka selatan dan 22 di India Saint-Andre et al. 2007 dalam Deleporte et al. 2008. Sisa tebangan dapat dimanfaatkan sebagai sumber unsur hara. Pemuliaan Tanaman Penampakan performance suatu tegakan sangat tergantung pada faktor ge- netik dan faktor lingkungan dan keduanya dapat dimanipulasi Zobel dan Talbert 1984. Oleh karena itu, pemulihan tapak dapat juga dilakukan dengan mengem- bangkan jenis-jenis yang mempunyai sifat effisien terhadap penggunaan hara. Me- lalui program pemuliaan rekayasa genetik dapat dihasilkan jenis-jenis yang sangat efisien dalam penggunaan hara.

5.3.4. Sifat-sifat Tanah yang Berkorelasi dengan Tinggi Tanaman

Hubungan antara sifat-sifat tanah dengan tinggi tanaman diformulasikan dalam satu model matematik. Model yang dikembangkan adalah model regresi berganda. Model tersebut diperoleh dengan cara membuat regresi antara sifat- sifat tanah yang mencakup sifat kimia, fisika dan biologi tanah serta umur tanaman dengan tinggi tanaman. Pemilihan variabel bebas dilakukan dengan cara memilih sifat tanah yang berbeda nyata pada Uji Tukey terhadap parameter sifat- sifat tanah antar tahun tanam. Model yang diperoleh dari regresi linier berganda tersebut adalah sebagai berikut : Log Y = 0,20 - 1,09X 1 - 0,169X 2 + 0,0669 X 3 + 0,367X 4 + 0,0045X 5 + 0,0858X 6 + 0,188X 7 - 0,377X 8 - 0,00502X 9 + 0,00164X 10 Keterangan : X 1 = 1Umur X 2 = pH X 3 = C organik X 4 = N X 5 = P X 6 = Ca X 7 = Mg X 8 = K X 9 = Pasir X 10 = debu Untuk mendapatkan persamaan terbaik dilakukan analisa stepwise dengan program minitab, adapun persamaan regresi terbaik adalah Log Y = 2,1234 - 1,05X 1 – 0,263X 2 , dengan R-Sqadj 87,16 Lampiran 6. Persamaan terbaik tersebut dilakukan dengan cara penyusupan satu persatu peubah bebas yang mempunyai korelasi yang tinggi dengan Log Y. Pada Tabel 17 disajikan nilai koefesien korelasi peubah bebas X, koefesien dan nilai T hitung dari persamaan terbaik tersebut. Tabel 17. Peubah sifat-sifat tanah dan umur yang teruji berkorelasi dengan tinggi tanaman S. leprosula pada Jalur Tanam dalam sistem silvikultur TPTII Nomor Variabel Xi Koefesien P – value R2 1 Umur pohon 1X1 -1,05 0,000 87,16 2 pH X2 -0,263 0,015 80,23 Dengan melihat persamaan di atas dan Tabel 17 dapat diketahui bahwa pertumbuhan S. leprosula pada Jalur Tanam pada penerapan sistem silvikultur TPTII berkorelasi negatif dengan 1Umur dan pH tanah. Faktor 1Umur mempunyai korelasi terbesar terhadap rata-rata tinggi tanaman S. leprosula pada Jalur Tanam. korelasi yang bersifat negatif menerangkan bahwa semakin tua umur tanaman S. leprosula maka, sampai umur tertentu rata-rata tinggi yang dihasilkan semakin tinggi. Faktor umur tanaman mempunyai koefesien determinasi sebesar 87,16 , hal ini berarti sebagian besar rata-rata tinggi ditentukan oleh faktor umur sedangkan sifat-sifat tanah dan lingkungan hanya kecil saja berkorelasi dengan rata-rata tinggi tanaman. Hal tersebut menerangkan bahwa lokasi penelitian memiliki kualitas tempat tumbuh yang relatif seragam homogen pada Jalur Tanam. pH tanah berkorelasi negatif secara sangat nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman S. leprosula. Korelasi negatif menerangkan bahwa semakin tinggi pertumbuhan tanaman, maka sampai umur tertentu nilai pH akan semakin rendah. Semakin tua umur tanaman kondisi pH tanah semakin masam. Kondisi ini dapat dijelaskan dengan teori berkurangnya basa-basa yang berada di dalam tanah karena diserap oleh tanaman. pH tanah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor pertumbuhan tanaman, faktor lainnya yaitu bahan induk tanah, pengendapan, vegetasi alami, kedalaman tanah dan pupuk nitrogen. Faktor lainnya yang bisa menjelaskan kondisi tersebut adalah terjadinya proses dekomposisi bahan organik. Semakin tua umur tanaman maka dekomposisi bahan organik semakin tinggi. dekomposisi bahan organik yang tinggi akan menyebabkan kondisi pH tanah semakin masam. Jika air berasal dari air hujan melewati tanah, kation-kation basa seperti Ca dan Mg akan tercuci. Ka- tion-kation basa yang hilang tersebut kedudukannya di tapak jerapan tanah akan di ganti oleh kation kation masam seperti Al, H, dan Mn. Oleh karena itu, tanah yang terbentuk pada lahan dengan curah hujan tinggi biasanya lebih masam di- bandingkan pada tanah lahan kering. Mekanisme lainnya yang bisa menjelaskan korelasi negatif antara tinggi tanaman dengan pH tanah adalah kondisi vegetasi. Tanah yang berada di bawah