Vatica spp,. Kelompok kayu Rimba Campuran yang terdiri dari : Benuang Octomeles malaccensis, Bintangur Callopylum spp, Medang Litsea firma
Hook.f., Kempas Koompassia malaccensis, Ubar Dillenia pulchella, Kulim
Scorodocarpus spp, Kumpang, Sawang, Pulai Alstonia spp., dan kelompok kayu indah yang terdiri dari : Ulin Eusideroxylon zwageri, Rengas Gluta
renghas, dan Sindur Sindora spp. PT. SJM 2004
4.7. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat
Penduduk desa yang berbeda disekitar IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur hampir seluruhnya merupakan Etnis Dayak yang berdomisili di wilayah IUPHHK
PT. Suka Jaya Makmur adalah Dayak Kapus Laman Tawa, Dayak Laman Tuha dan Dayak Keluas. Mayoritas agama yang dipeluk oleh penduduk desa adalah
Agama Khatolik. Kedua terbesar adalah agama Kristen Protestan dan sisanya pemeluk agama Islam dan agama lainnya. Sumber Data Litbang PT. Suka Jaya
Makmur .
Pada umumnya mata pencaharian penduduk desa disekitar IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur mayoritas adalah petani tradisional yang lebih dikenal sebagai
peladang berpindah. Selain berladang, sebagian penduduk desa juga mempunyai aktifitas di kebun karet, sawah dan mengumpulkan biji Tengkawang pada musim
buah. PT. SJM 2004.
4.8. Aksesibilitas
Areal unit hutan produksi PT. Suka Jaya Makmur memiliki tingkat aksesibilitas yang tinggi. Untuk menuju areal tersebut dapat melalui dua macam
rute, yaitu : Sumber Data Litbang PT. Suka Jaya Makmur a. Jalan darat yang melalui ruas jalan Ketapang – Sinduk 60 km. Sinduk – Desa
Sei Kelly 61 km, dan desa Sei Kelly-Base Camp 38 km. Sebagian besar keadaan jalan darat tersebut dapat dilalui kendaraan pada musim kemarau.
b. Jalan air melalui Sungai Pawan antara Ketapang – Log Pond di Desa Sei Kelly + 3 jam dengan speed boat dan jalan darat antara Log Pond – Base Camp 38
km.
Untuk mencapai ke setiap bagian hutan dapat melalui jalan darat berupa jalan pengerasan yang keadaannya sangat baik. Di dalam areal hutan banyak
terdapat jalan-jalan pengerasan dan jalan tanah, dalam rencananya akan dikembangkan menjadi jalan cabang maupun jalan batas petak.
Untuk menuju Ketapang lewat udara dapat melalui Lapangan Udara Rahardi Oesman. Lapangan udara tersebut dapat didarati pesawat jenis Twin Otter dari
Pontianak, Jakarta dan Semarang. Hubungan udara antara Ketapang dengan Pontianak dilaksanakan oleh perusahaan penerbangan Deraya dan Dirgantara Air
Sevice DAS dengan frekuensi penerbangan dua kali sehari dalam seminggu. Sedangkan dari Jakarta dan Semarang, hubungan udara tersebut hanya dilayani
oleh Merpati Nusantara Airways MNA dengan frekuensi tiga kali seminggu.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Pertumbuhan Tanaman Meranti Merah Shorea leprosula pada Jalur Tanam.
Sistem silvikultur TPTII mempunyai dua lokasi pengelolaan, yaitu Jalur Tanam dengan sistem tebang habis permudaan buatan dan Jalur Antara dengan
sistem tebang pilih. Jalur Tanam dibuat dengan lebar 3 m dan jarak tanam dalam jalur ditetapkan 2,5 m. Penanaman dalam jalur ini bertujuan agar tanaman S.
leprosula mendapatkan sinar matahari yang cukup untuk pertumbuhannya
disamping mempermudah aspek pengawasan dan pemantauan. Hutan alam yang lebat dan rapat menyebabkan sinar matahari sangat sedikit
tersedia bagi pertumbuhan anakan. Karenanya diperlukan pembukaan tajuk pohon agar sinar matahari dapat mencapai lantai hutan dan memacu pertumbuhan
anakan. Penelitian mengungkapkan bahwa pertumbuhan tanaman Meranti memerlukan sinar matahari secara bertahap dan akan terganggu pertumbuhannya
apabila kekurangan sinar Soekotjo 2009. Pertumbuhan tanaman adalah suatu proses yang dilalui oleh tanaman untuk
meningkatkan ukurannya tinggi dan diameter dengan menggunakan faktor- faktor lingkungan yang dibutuhkan. Mengetahui pertumbuhan diameter dan ting-
gi tanaman merupakan salah satu faktor penting menentukan keberhasilan penga- turan kelestarian hasil. Untuk memperoleh pertumbuhan yang baik diperlukan
pemilihan jenis yang tepat, modifikasi tempat tumbuh dan pemeliharaan yang in- tensif sehingga pertumbuhan tanaman dapat ditingkatkan untuk diterapkan pada
kegiatan penanaman dalam rangka silvikultur intensif. Pertumbuhan suatu tanaman merupakan hasil interaksi antara faktor-faktor
genetik dan lingkungannya. Keduanya mengendalikan mekanisme tumbuh yang dinyatakan dalam kegiatan fisiologis. Berapa jauh tanggap fisiologis ini terhadap
faktor-faktor lain sangat ditentukan oleh derajat toleransi tanaman bersifat genetik Kramer dan Kozlowski, 1960. Tanaman akan menunjukkan pertumbuhan yang
baik apabila tanaman tersebut mampu beradaptasi yang sempurna di tempat tum- buhnya.
5.1.1. Sejarah Pengelolaan Tanaman
IUPHHK PT. Sukajaya Makmur merupakan salah satu dari enam perusahaan yang pertama kali menjadi tempat percontohan penerapan sistem
silvikultur TPTII pada tahun 2005. Dalam perkembangannya perusahaan ini
membuat satu unit manajemen tersendiri yang secara khusus menangani penerapan sistem silvikultur TPTII. Pada tingkat operasional kegiatan TPTII
dipusatkan di Base Camp TPTII KM 64, terpisah dari Base Camp TPTI. Gambaran intensifikasi budidaya tanaman kehutanan terlihat di tempat tersebut.
Tahapan operasional TPTII di PT Sukajaya Makmur meliputi pengadaan bibit , penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman dan perlindungan
tanaman. Tahapan pengadaan bibit dan pemeliharaan merupakan tahapan operasional paling penting dalam menentukan keberhasilan tanaman.
Kegiatan pengadaan bibit dilakukan di Persemaian khusus untuk Tanaman TPTII terletak di KM 62,
menyatu dengan Base Camp dengan luas 0,8 ha. Sampai saat ini persemaian tersebut telah memproduksi bibit sebanyak 1.126.050
satu juta seratus dua puluh enam ribu lima puluh batang, yang terdiri dari berbagai jenis bibit Meranti Shorea sp. Ada tiga jenis bentuk pengadaan bibit
dilaksanakan oleh PT. SJM . Pertama dari benih yang disemai, benih tersebut diperoleh dari tegakan alam yang ada di areal hutan. Kedua diperoleh dari stek
pucuk, berasal dari kebun pangkas yang berada di lahan persemaian. Ketiga diperoleh dari cabutan, berasal dari anakan yang tersebar di bawah tegakan areal
hutan. Kegiatan pengadaan bibit di PT. SJM belum sepenuhnya memenuhi
kaidah-kaidah pengadaan bibit sebagaimana digariskan pada sistem silvikultur TPTII.
Pengadaan bibit masih terpaku pada alam, belum sepenuhnya mengandalkan bibit unggul yang sudah diketahui fenotif dan genotifnya.
Penggunaan bibit unggul dalam sistem silvikultur TPTII merupakan prinsip mutlak yang harus diterapkan.
Tahapan penting lainnya dalam kegiatan TPTII adalah pemeliharaan. Kegiatan pemeliharaan mempunyai peranan yang cukup penting dalam keberhasilan
tanaman. Pemeliharaan tanaman yang dilakukan oleh PT. SJM hanya mencapai 999,31 ha dari rencana seluas 4074 atau hanya mencapai 24,53. Kondisi ini
pasti berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman pada
tahap awal memerlukan pemeliharaan yang intensif. Tanaman harus terbebas dari gulma agar mencapai pertumbuhan yang optimal.
Kondisi Jalur Tanam yang dipenuhi oleh gulma sangat mengganggu pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan
gulma pada Jalur Tanam lebih cepat sehingga menutup tanaman. Tanaman yang tetutup oleh gulma petumbuhannya kerdil bahkan ada yang sampai mati.
Beberapa tanaman juga mengalami etiolasi karena tertutup oleh gulma. Sistem silvikultur TPTII telah mensyaratkan manipulasi lingkungan agar tanaman dapat
tumbuh dengan baik. Manipulasi lingkungan tersebut diantaranya adalah
pembukaan tajuk. Pembukaan tajuk memungkinkan tanaman Meranti mendapatkan ruang dan cahaya yang lebih besar. Peran pembukaan tajuk tersebut
akan hilang apabila tidak ada pemeliharaan. Jalur Tanam akan didominasi oleh gulma apabila tidak dilaksanakan pemeliharaan yang intensif.
Kegiatan pengadaan bibit dan pemeliharaan tanaman di PT. SJM mempunyai keterkaitan dengan pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman di
PT.SJM pada penelitian ini relatif rendah bila dibandingkan dengan beberapa penelitian lainnya. Kondisi pertumbuhan tanaman diuraikan dalam hasil penelitian
ini. Dua kondisi kegiatan ini membuat penerapan sistem silvikultur TPTII di PT. SJM belum memenuhi syarat kecukupan.
5.1.2. Pertumbuhan Diameter
Salah satu fungsi ekosistem adalah produktivitas. Produktivitas tanaman da- pat diukur melalui beberapa parameter, salah satunya adalah pertumbuhan diame-
ter, disamping karena mudah pelaksanaannya, juga memiliki keakuratan yang cu- kup tinggi. Oleh karena itu pertumbuhan diameter dapat digunakan untuk menje-
laskan produktivitas tanaman Pamoengkas 2006. Rata-rata diameter tanaman S. leprosula, yang ditanam pada Jalur Tanam
TPTII pada umur 1, 2, 3, 4 dan 5 tahun dapat dilihat pada Tabel 4. Tanaman S. leprosula
pada Jalur Tanam dalam sistem silvikultur TPTII mengalami pertumbuhan normal.
Pertambahan nilai rata-rata diameter pada semua umur menunjukan bahwa tanaman tersebut tumbuh normal. Secara berurutan tanaman
S. leprosula pada umur 1, 2, 3, 4 dan 5 tahun mempunyai nilai rata-rata diameter
sebesar 0,36 cm, 0,99 cm, 1,81 cm, 2,78 cm dan 3,86 cm. Pada setiap umur
terjadi peningkatan nilai rata-rata diameter. Dengan demikian tanaman tersebut terkatagori tumbuh normal.
Tabel 4. Pertumbuhan diameter tanaman S. leprosula pada jalur tanam dalam sistem silvikultur TPTII.
Umur Th
Diameter cm
MAI cmth
1 0,36
0,36 2
0,99 0,50
3 1,81
0,60 4
2,78 0,69
5 3,86
0,77 Sebagai pembanding dari hasil penelitian ini perlu dikemukakan hasil
penelitian beberapa IUPHHK yang menerapkan silvikultur TPTII. Pada umur 5 tahun tanaman S. leprosula yang berada di Jalur Tanam di PT. SJM mempunyai
rata-rata diameter sebesar 7,95 cm Sardiyanto 2010, nilai tersebut jauh lebih besar bila dibandingkan dengan hasil penelitian ini yang hanya mencapai 3,86 cm.
Hal ini dimungkinkan karena Plot yang diukur merupakan petak ukur permanen yang dipelihara dengan baik sehingga tanaman yang diukur mempunyai
pertumbuhann yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman operasional. Tanaman operasional mempunyai intensitas pemeliharaan hanya mencapai
24,53, sedangkan tanaman PUP pemeliharaannya mencapai 100. IUPHHK
PT. Balik Papan Forest Industri mempunyai tanaman operasional S. leprosula dengan rata-rata diameter 5,57 cm PT. BFI 2010, PT. SBK tanaman
operasionalnya mempunyai rata-rata diameter 11 cm Purnomo et al 2010, PT. Erna Djuliawati mempunyai rata-rata diameter 4,6 cm PT. Erna Djuliawati
2010. Semua IUPHHK tersebut di atas mempunyai rata-rata diameter yang lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian ini, kecuali IUPHHK PT. Sarpatim
2010 yang mempunyai tanaman operasional dengan rata-rata diameter 3,7 cm, lebih kecil dibandingkan dengan penelitian ini. Perbedaan tempat tumbuh dan
sumber benih yang sangat variatif merupakan penyebab dari perbedaan pertumbuhan diameter tersebut.
Riap adalah salah satu informasi yang paling esensial dan mendasar dalam penyusunan ketentuan-ketentuan pada perencanaan pengelolaan hutan.
Riap diartikan sebagai pertambahan dimensi tanaman atau tegakan hutan selama selang