Untuk  mencapai  ke  setiap  bagian  hutan  dapat  melalui  jalan  darat  berupa jalan  pengerasan  yang  keadaannya  sangat  baik.  Di  dalam  areal hutan  banyak
terdapat  jalan-jalan pengerasan  dan  jalan  tanah, dalam  rencananya akan dikembangkan menjadi jalan cabang maupun jalan batas petak.
Untuk menuju Ketapang lewat udara dapat melalui Lapangan Udara Rahardi Oesman.  Lapangan  udara  tersebut dapat  didarati  pesawat  jenis  Twin  Otter  dari
Pontianak,  Jakarta  dan  Semarang. Hubungan  udara  antara  Ketapang  dengan Pontianak dilaksanakan oleh perusahaan penerbangan Deraya dan Dirgantara Air
Sevice  DAS  dengan  frekuensi penerbangan  dua  kali  sehari  dalam  seminggu. Sedangkan  dari  Jakarta  dan  Semarang,  hubungan  udara  tersebut  hanya  dilayani
oleh Merpati Nusantara Airways MNA dengan frekuensi tiga kali seminggu.
V.  HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Pertumbuhan Tanaman Meranti Merah Shorea  leprosula pada Jalur Tanam.
Sistem  silvikultur  TPTII mempunyai dua  lokasi  pengelolaan,  yaitu  Jalur Tanam  dengan  sistem  tebang  habis  permudaan  buatan  dan  Jalur  Antara  dengan
sistem tebang pilih.  Jalur Tanam dibuat dengan lebar 3 m dan jarak tanam dalam jalur  ditetapkan  2,5  m.    Penanaman  dalam  jalur  ini  bertujuan  agar  tanaman S.
leprosula mendapatkan  sinar  matahari  yang  cukup  untuk  pertumbuhannya disamping mempermudah aspek pengawasan dan pemantauan.
Hutan alam yang lebat dan rapat menyebabkan sinar matahari sangat sedikit tersedia  bagi  pertumbuhan  anakan.    Karenanya  diperlukan  pembukaan  tajuk
pohon agar sinar matahari dapat mencapai lantai hutan dan memacu pertumbuhan anakan.    Penelitian  mengungkapkan  bahwa  pertumbuhan  tanaman  Meranti
memerlukan sinar matahari secara bertahap dan akan terganggu pertumbuhannya apabila kekurangan sinar Soekotjo 2009.
Pertumbuhan tanaman adalah suatu proses yang dilalui oleh tanaman untuk meningkatkan  ukurannya  tinggi  dan  diameter  dengan  menggunakan  faktor-
faktor lingkungan yang dibutuhkan. Mengetahui pertumbuhan diameter dan ting- gi tanaman merupakan salah satu faktor penting menentukan keberhasilan penga-
turan  kelestarian  hasil.  Untuk  memperoleh  pertumbuhan  yang  baik  diperlukan pemilihan jenis yang tepat, modifikasi tempat tumbuh dan pemeliharaan yang in-
tensif  sehingga  pertumbuhan  tanaman  dapat  ditingkatkan untuk  diterapkan  pada kegiatan penanaman dalam rangka silvikultur intensif.
Pertumbuhan  suatu  tanaman merupakan hasil  interaksi  antara  faktor-faktor genetik  dan  lingkungannya.  Keduanya  mengendalikan  mekanisme  tumbuh  yang
dinyatakan dalam kegiatan fisiologis. Berapa jauh tanggap fisiologis ini terhadap faktor-faktor lain sangat ditentukan oleh derajat toleransi tanaman bersifat genetik
Kramer  dan  Kozlowski,  1960. Tanaman  akan  menunjukkan  pertumbuhan  yang baik apabila tanaman tersebut mampu beradaptasi yang sempurna di tempat tum-
buhnya.
5.1.1. Sejarah Pengelolaan Tanaman
IUPHHK  PT.  Sukajaya  Makmur  merupakan  salah  satu  dari  enam perusahaan  yang  pertama  kali  menjadi  tempat  percontohan  penerapan  sistem
silvikultur  TPTII pada  tahun  2005. Dalam  perkembangannya  perusahaan  ini
membuat  satu  unit  manajemen tersendiri yang  secara  khusus  menangani penerapan  sistem  silvikultur  TPTII.    Pada  tingkat  operasional  kegiatan  TPTII
dipusatkan  di  Base  Camp  TPTII  KM  64,  terpisah  dari  Base  Camp  TPTI. Gambaran intensifikasi budidaya tanaman kehutanan terlihat di tempat tersebut.
Tahapan  operasional  TPTII  di  PT  Sukajaya  Makmur  meliputi  pengadaan bibit  ,  penyiapan  lahan,  penanaman,  pemeliharaan  tanaman  dan  perlindungan
tanaman. Tahapan  pengadaan  bibit dan  pemeliharaan merupakan  tahapan operasional paling penting dalam menentukan keberhasilan tanaman.
Kegiatan  pengadaan  bibit  dilakukan  di Persemaian  khusus  untuk Tanaman TPTII  terletak  di  KM  62,
menyatu  dengan Base  Camp  dengan  luas  0,8  ha. Sampai saat ini persemaian tersebut telah memproduksi bibit sebanyak 1.126.050
satu  juta  seratus  dua  puluh  enam  ribu  lima  puluh    batang, yang terdiri  dari berbagai jenis  bibit  Meranti  Shorea  sp. Ada  tiga  jenis  bentuk  pengadaan bibit
dilaksanakan  oleh  PT.  SJM .    Pertama  dari  benih  yang disemai,  benih  tersebut diperoleh  dari  tegakan  alam yang  ada  di  areal  hutan.    Kedua diperoleh  dari  stek
pucuk, berasal  dari  kebun  pangkas  yang  berada  di  lahan  persemaian.    Ketiga diperoleh dari cabutan, berasal dari anakan yang tersebar di bawah tegakan areal
hutan. Kegiatan  pengadaan  bibit  di  PT.  SJM  belum  sepenuhnya  memenuhi
kaidah-kaidah  pengadaan  bibit  sebagaimana  digariskan  pada  sistem  silvikultur TPTII.
Pengadaan  bibit  masih  terpaku  pada  alam,  belum  sepenuhnya mengandalkan  bibit  unggul  yang  sudah  diketahui  fenotif  dan  genotifnya.
Penggunaan  bibit  unggul  dalam  sistem  silvikultur  TPTII  merupakan  prinsip mutlak yang harus diterapkan.
Tahapan penting lainnya dalam kegiatan TPTII adalah pemeliharaan.  Kegiatan pemeliharaan  mempunyai  peranan  yang  cukup  penting  dalam  keberhasilan
tanaman. Pemeliharaan  tanaman  yang  dilakukan  oleh  PT.  SJM  hanya  mencapai 999,31  ha  dari  rencana  seluas  4074  atau  hanya  mencapai  24,53.    Kondisi  ini
pasti  berpengaruh  terhadap  pertumbuhan  tanaman. Pertumbuhan  tanaman  pada
tahap awal memerlukan pemeliharaan yang intensif.  Tanaman harus terbebas dari gulma  agar  mencapai  pertumbuhan  yang  optimal.
Kondisi  Jalur  Tanam  yang dipenuhi  oleh  gulma  sangat  mengganggu  pertumbuhan  tanaman.    Pertumbuhan
gulma pada Jalur Tanam lebih cepat sehingga menutup tanaman.  Tanaman yang tetutup  oleh  gulma  petumbuhannya  kerdil  bahkan  ada  yang  sampai  mati.
Beberapa  tanaman  juga  mengalami etiolasi  karena  tertutup  oleh  gulma. Sistem silvikultur  TPTII  telah  mensyaratkan  manipulasi  lingkungan  agar  tanaman  dapat
tumbuh  dengan  baik. Manipulasi  lingkungan  tersebut  diantaranya  adalah
pembukaan  tajuk.    Pembukaan  tajuk  memungkinkan  tanaman  Meranti mendapatkan ruang dan cahaya yang lebih besar.  Peran pembukaan tajuk tersebut
akan  hilang  apabila  tidak  ada  pemeliharaan.    Jalur  Tanam  akan  didominasi  oleh gulma apabila tidak dilaksanakan pemeliharaan yang intensif.
Kegiatan  pengadaan  bibit  dan  pemeliharaan  tanaman  di  PT.  SJM mempunyai keterkaitan dengan pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman di
PT.SJM  pada  penelitian  ini  relatif  rendah  bila  dibandingkan  dengan  beberapa penelitian lainnya. Kondisi pertumbuhan tanaman diuraikan dalam hasil penelitian
ini. Dua kondisi kegiatan ini membuat penerapan sistem silvikultur TPTII di PT. SJM belum memenuhi syarat kecukupan.
5.1.2. Pertumbuhan Diameter
Salah satu fungsi ekosistem adalah produktivitas. Produktivitas tanaman da- pat diukur melalui beberapa parameter, salah satunya adalah pertumbuhan diame-
ter, disamping karena mudah pelaksanaannya, juga memiliki keakuratan yang cu- kup tinggi. Oleh karena itu pertumbuhan diameter dapat digunakan untuk menje-
laskan produktivitas tanaman Pamoengkas 2006. Rata-rata  diameter tanaman S. leprosula, yang ditanam pada Jalur Tanam
TPTII pada umur 1, 2, 3, 4 dan 5 tahun dapat dilihat pada Tabel 4. Tanaman S. leprosula pada  Jalur  Tanam  dalam  sistem  silvikultur  TPTII  mengalami
pertumbuhan  normal. Pertambahan nilai  rata-rata  diameter  pada  semua umur
menunjukan bahwa tanaman tersebut tumbuh normal.  Secara berurutan tanaman S. leprosula pada umur 1, 2, 3, 4 dan 5 tahun mempunyai nilai rata-rata diameter
sebesar  0,36  cm,  0,99 cm,  1,81  cm,  2,78  cm  dan  3,86 cm. Pada  setiap  umur
terjadi  peningkatan  nilai  rata-rata diameter.    Dengan  demikian tanaman  tersebut terkatagori tumbuh normal.
Tabel  4. Pertumbuhan  diameter  tanaman S.  leprosula pada jalur  tanam  dalam sistem silvikultur TPTII.
Umur Th
Diameter cm
MAI cmth
1 0,36
0,36 2
0,99 0,50
3 1,81
0,60 4
2,78 0,69
5 3,86
0,77 Sebagai  pembanding  dari  hasil  penelitian  ini perlu  dikemukakan hasil
penelitian  beberapa  IUPHHK  yang  menerapkan  silvikultur  TPTII. Pada  umur  5 tahun tanaman S. leprosula yang berada di Jalur Tanam di PT. SJM mempunyai
rata-rata  diameter  sebesar  7,95  cm  Sardiyanto  2010,  nilai  tersebut  jauh  lebih besar bila dibandingkan dengan hasil penelitian ini yang hanya mencapai 3,86 cm.
Hal  ini  dimungkinkan  karena  Plot  yang  diukur merupakan  petak  ukur  permanen yang  dipelihara  dengan  baik  sehingga  tanaman  yang  diukur  mempunyai
pertumbuhann  yang  lebih  baik  dibandingkan  dengan  tanaman  operasional. Tanaman  operasional  mempunyai  intensitas  pemeliharaan  hanya  mencapai
24,53, sedangkan tanaman PUP pemeliharaannya mencapai 100. IUPHHK
PT.  Balik  Papan  Forest  Industri  mempunyai  tanaman  operasional S.  leprosula dengan rata-rata  diameter 5,57 cm  PT.  BFI  2010, PT. SBK tanaman
operasionalnya mempunyai  rata-rata diameter 11 cm Purnomo et al 2010, PT. Erna  Djuliawati  mempunyai rata-rata  diameter  4,6  cm PT.  Erna  Djuliawati
2010.      Semua  IUPHHK  tersebut  di  atas mempunyai  rata-rata diameter  yang lebih  tinggi  dibandingkan  dengan  penelitian  ini,  kecuali  IUPHHK  PT. Sarpatim
2010  yang  mempunyai  tanaman  operasional  dengan  rata-rata  diameter 3,7  cm, lebih  kecil  dibandingkan  dengan  penelitian  ini.    Perbedaan  tempat  tumbuh  dan
sumber  benih  yang  sangat  variatif  merupakan    penyebab  dari  perbedaan pertumbuhan diameter tersebut.
Riap adalah salah satu informasi  yang paling esensial dan mendasar dalam penyusunan  ketentuan-ketentuan pada perencanaan  pengelolaan  hutan.
Riap diartikan sebagai pertambahan dimensi tanaman atau tegakan hutan selama selang
waktu  tertentu  Vanclay 1994. Pertumbuhan  riap MAI  diameter tanaman S.  le- prosula umur 1, 2, 3, 4 dan 5 tahun tertera pada Tabel 4.
Riap diameter  tanaman S.  leprosula yang  ditanam  pada sistem silvikultur TPTII  sangat  bervariasi,  meskipun  demikian  riap  tersebut  cenderung  meningkat.
Pada  Umur  1,  2,  3, 4  dan  5  tahun,    masing-masing  mempunyai  riap  diameter sebesar 0,36 cmtahun, 0,50 cmtahun, 0,60 cmtahun, 0,69 dan 0,77 cmtahun.
Riap diameter pada penelitian ini jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan hasil  penelitian  pada  beberapa  IUPHHK  yang  menerapkan  silvikultur  intesif,
seperti  di  PT. SBK riap  diameternya  mencapai 2,53  cmtahun Purnomo et  al 2010, PT.  Erna Djuliawati  2010  mencatatkan  hasil  pengukuran  riap
diameternya 2,80  cmtahun, Litbang  PT. SJM tempat  penelitian  ini  dilakukan mencatatkan  riap  diameter  sebesar 1,94  cmth Sardiyanto  2010,  nilai  tersebut
jauh  lebih  besar  dibandingkan  dengan  hasil  penelitian  ini  yang  hanya  mencapai 0,77 cmtahun.
PT. BFI 2010 mencatatkan riap diameter tanaman sebasar 1,39 cmtahunh  lebih  besar  bila dibandingkan  dengan  hasil  penelitian  ini. Perbedaan
riap  pertumbuhan  hasil  penelitian  ini  dengan  yang  lainnya  disebabkan  oleh perbedaan tempat tumbuh dan variasi dari sumber benih.  Adapun penelitian yang
dilakukan oleh Litbang PT. SJM mempunyai plot yang berbeda dengan penelitian ini, yaitu plot yang ada di dalam PUP.  Faktor intensitas pemeliharaan yang terjadi
antara  plot  PUP  dengan  tanaman  operasional  menyebabkan  pertumbuhan  riap tanaman  yang  berbeda.    Tanaman  operasional  intensitas  pemeliharaannya  hanya
mencapai 24,52 sedangkan PUP mencapai 100. Menurut Tourney dan Korstia 1974 dalam Simarangkir 2000 mengemu-
kakan pertumbuhan  diameter  tanaman  berhubungan  erat  dengan  laju  fotosintesis akan sebanding dengan jumlah intensitas cahaya matahari yang diterima dan res-
pirasi. Akan tetapi  pada  titik  jenuh  cahaya,  tanaman  tidak  mampu  menambah
hasil fotosintesis walaupun jumlah cahaya bertambah. Selain itu produk fotosin- tesis  sebanding  dengan total  luas  daun  aktif  yang  dapat  melakukan  fotosintesis.
Pernyataan Baker et al, 1992 bahwa terhambatnya pertumbuhan diameter tana- man  karena produk fotosintesisnya  serta  spektrum  cahaya  matahari  yang  kurang
merangsang aktivitas hormon dalam proses pembentukan sel.
0,00 0,50
1,00 1,50
2,00 2,50
3,00 3,50
4,00 4,50
1 2
3 4
5 Diameter cm