Waktu dan Tempat Potensi Produksi TPTI

4.4. Hidrologi

Areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur pada dasarnya masuk dalam Kesatuan DAS Pawan, Sub DAS Pesaguan Sub-sub DAS Pending, Sub-sub DAS Burung, Sub DAS Kerabai, Sub DAS Tayap dan Sub DAS Pinoh. Sungai utama adalah Sungai Pawan dengan lebar antara 150-300 m dengan kedalaman antara 5-15 m dimana kedua sungai tersebut bermuara ke Laut Cina Selatan. Sumber Data Litbang PT. Suka Jaya Makmur.

4.5. Iklim

Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, kondisi iklim di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur termasuk tipe iklim A, dengan nilai Q = 0,4. Curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 2.761 mmtahun. Hasil pengamatan cuaca di Stasiun Pengamatan Cuaca Camp Arboretum dan Camp 128 adalah sebagai berikut : Tabel 3. Hasil pengamatan cuaca di stasiun pengamat cuaca arboretum dan camp 128 pada bulan Desember 2004. No. Parameter Stasiun Pengamat Cuaca Camp Arboretum Camp 128 1 Jumlah hari hujan 18 hari 28 hari 2 Curah hujan : Curah Hujan Total 3720 ml 7250 ml Curah Hujan Rata-rata 206.67 ml 309.09 ml Curah Hujan Maksimum 510 ml 600 ml 3 Suhu rata-rata Pagi 24.61 C 24.57 C Siang 28.06 C 28.47 C Sore 25.48 C 27.10 C 4 Kelembaban rata-rata Pagi 90.39 84.83 Siang 78.26 75.70 Sore 85.74 79.30 Sumber : pengukuran stasiun pengamat cuaca camp arboretum dan camp 128 Desember 2004 Bulan-bulan basah 100mmbulan yang merupakan musim penghujan teradi hampir sepanjang tahun sedangkan bulan kering tidak sampai dibawah 60 mmbulan. Suhu udara rata-rata tahunan berkisar antara 26 Celcius-28 Celcius, kelembaban udara rata-rata 85 - 95.

4.6. Kondisi Vegetasi Hutan

Areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat sebagian besar merupakan Hutan Produksi Terbatas HPT yang memiliki tipe Hutan Hujan Tropika Basah Low land tropical rain forest didominasi oleh famili Dipterocarpaceae dengan komposisi jenis secara keseluruhan adalah sebagai berikut : sumber : Data Litbang PT. Suka Jaya Makmur a. 60 Dipterocarpaceae yang terdiri dari 44,58 jenis Meranti Shorea, spp., 2,45 Keruing Dipterocarpaceae spp, 1,40 kapur Dryobalanops spp., dan 11,57 BangkiraiBengkirai Shorea leavifolia. b. 30,14 non Dipterocarpaceae yang terdiri dari Nyatoh Palaqium spp, Jelutung Dyera costulata dan Medang Litsea Firma Hook.f.. c. 6 jenis pisang-pisangan Mizzetia spp, Perupuk Lophopetalum Malaccencis dan Benuang Octomeles sumatrana. Di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat terdapat kelompok flora dan fauna yang dilindungi. Untuk kelompok flora antara lain adalah Tengkawang Shorea stenoptera, Ulin Eusideroxylon zwageri, dan Jelutung Dyera costulata serta jenis buah-buahan. Sedangkan kelompok fauna yang dilindungi antara lain adalah Beruang Madu Helarctus malayanus, Owa Hillobates spp, Rusa Cervus spp dan Burung Rangkong Bucherostidae spp. Tipe hutan di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat termasuk dalam tipe hutan hujan tropika Low land tropical rain forest. Dari tipe hutan tersebut sebaran jenisnya untuk jenis komersial didominasi oleh kelompok kayu meranti Dipterocarpaceae yang terdiri dari : Meranti Shorea spp, Kapur Dryobalanops spp, Mersawa Anisoptera spp, Melapi Shorea spp, Bengkirai shorea leavifolia, dan Keruing Dipterocarpus spp. Kelompok Non Dipterocarpaceae yang terdiri dari : Nyatoh Palaqium spp, Durian Burung Durio spp, Geronggang Cratoxilon celebious, Jelutung Dyera spp, Resak Vatica spp,. Kelompok kayu Rimba Campuran yang terdiri dari : Benuang Octomeles malaccensis, Bintangur Callopylum spp, Medang Litsea firma Hook.f., Kempas Koompassia malaccensis, Ubar Dillenia pulchella, Kulim Scorodocarpus spp, Kumpang, Sawang, Pulai Alstonia spp., dan kelompok kayu indah yang terdiri dari : Ulin Eusideroxylon zwageri, Rengas Gluta renghas, dan Sindur Sindora spp. PT. SJM 2004

4.7. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat

Penduduk desa yang berbeda disekitar IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur hampir seluruhnya merupakan Etnis Dayak yang berdomisili di wilayah IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur adalah Dayak Kapus Laman Tawa, Dayak Laman Tuha dan Dayak Keluas. Mayoritas agama yang dipeluk oleh penduduk desa adalah Agama Khatolik. Kedua terbesar adalah agama Kristen Protestan dan sisanya pemeluk agama Islam dan agama lainnya. Sumber Data Litbang PT. Suka Jaya Makmur . Pada umumnya mata pencaharian penduduk desa disekitar IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur mayoritas adalah petani tradisional yang lebih dikenal sebagai peladang berpindah. Selain berladang, sebagian penduduk desa juga mempunyai aktifitas di kebun karet, sawah dan mengumpulkan biji Tengkawang pada musim buah. PT. SJM 2004.

4.8. Aksesibilitas

Areal unit hutan produksi PT. Suka Jaya Makmur memiliki tingkat aksesibilitas yang tinggi. Untuk menuju areal tersebut dapat melalui dua macam rute, yaitu : Sumber Data Litbang PT. Suka Jaya Makmur a. Jalan darat yang melalui ruas jalan Ketapang – Sinduk 60 km. Sinduk – Desa Sei Kelly 61 km, dan desa Sei Kelly-Base Camp 38 km. Sebagian besar keadaan jalan darat tersebut dapat dilalui kendaraan pada musim kemarau. b. Jalan air melalui Sungai Pawan antara Ketapang – Log Pond di Desa Sei Kelly + 3 jam dengan speed boat dan jalan darat antara Log Pond – Base Camp 38 km. Untuk mencapai ke setiap bagian hutan dapat melalui jalan darat berupa jalan pengerasan yang keadaannya sangat baik. Di dalam areal hutan banyak terdapat jalan-jalan pengerasan dan jalan tanah, dalam rencananya akan dikembangkan menjadi jalan cabang maupun jalan batas petak. Untuk menuju Ketapang lewat udara dapat melalui Lapangan Udara Rahardi Oesman. Lapangan udara tersebut dapat didarati pesawat jenis Twin Otter dari Pontianak, Jakarta dan Semarang. Hubungan udara antara Ketapang dengan Pontianak dilaksanakan oleh perusahaan penerbangan Deraya dan Dirgantara Air Sevice DAS dengan frekuensi penerbangan dua kali sehari dalam seminggu. Sedangkan dari Jakarta dan Semarang, hubungan udara tersebut hanya dilayani oleh Merpati Nusantara Airways MNA dengan frekuensi tiga kali seminggu.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Pertumbuhan Tanaman Meranti Merah Shorea leprosula pada Jalur Tanam.

Sistem silvikultur TPTII mempunyai dua lokasi pengelolaan, yaitu Jalur Tanam dengan sistem tebang habis permudaan buatan dan Jalur Antara dengan sistem tebang pilih. Jalur Tanam dibuat dengan lebar 3 m dan jarak tanam dalam jalur ditetapkan 2,5 m. Penanaman dalam jalur ini bertujuan agar tanaman S. leprosula mendapatkan sinar matahari yang cukup untuk pertumbuhannya disamping mempermudah aspek pengawasan dan pemantauan. Hutan alam yang lebat dan rapat menyebabkan sinar matahari sangat sedikit tersedia bagi pertumbuhan anakan. Karenanya diperlukan pembukaan tajuk pohon agar sinar matahari dapat mencapai lantai hutan dan memacu pertumbuhan anakan. Penelitian mengungkapkan bahwa pertumbuhan tanaman Meranti memerlukan sinar matahari secara bertahap dan akan terganggu pertumbuhannya apabila kekurangan sinar Soekotjo 2009. Pertumbuhan tanaman adalah suatu proses yang dilalui oleh tanaman untuk meningkatkan ukurannya tinggi dan diameter dengan menggunakan faktor- faktor lingkungan yang dibutuhkan. Mengetahui pertumbuhan diameter dan ting- gi tanaman merupakan salah satu faktor penting menentukan keberhasilan penga- turan kelestarian hasil. Untuk memperoleh pertumbuhan yang baik diperlukan pemilihan jenis yang tepat, modifikasi tempat tumbuh dan pemeliharaan yang in- tensif sehingga pertumbuhan tanaman dapat ditingkatkan untuk diterapkan pada kegiatan penanaman dalam rangka silvikultur intensif. Pertumbuhan suatu tanaman merupakan hasil interaksi antara faktor-faktor genetik dan lingkungannya. Keduanya mengendalikan mekanisme tumbuh yang dinyatakan dalam kegiatan fisiologis. Berapa jauh tanggap fisiologis ini terhadap faktor-faktor lain sangat ditentukan oleh derajat toleransi tanaman bersifat genetik Kramer dan Kozlowski, 1960. Tanaman akan menunjukkan pertumbuhan yang baik apabila tanaman tersebut mampu beradaptasi yang sempurna di tempat tum- buhnya.

5.1.1. Sejarah Pengelolaan Tanaman

IUPHHK PT. Sukajaya Makmur merupakan salah satu dari enam perusahaan yang pertama kali menjadi tempat percontohan penerapan sistem silvikultur TPTII pada tahun 2005. Dalam perkembangannya perusahaan ini membuat satu unit manajemen tersendiri yang secara khusus menangani penerapan sistem silvikultur TPTII. Pada tingkat operasional kegiatan TPTII dipusatkan di Base Camp TPTII KM 64, terpisah dari Base Camp TPTI. Gambaran intensifikasi budidaya tanaman kehutanan terlihat di tempat tersebut. Tahapan operasional TPTII di PT Sukajaya Makmur meliputi pengadaan bibit , penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman dan perlindungan tanaman. Tahapan pengadaan bibit dan pemeliharaan merupakan tahapan operasional paling penting dalam menentukan keberhasilan tanaman. Kegiatan pengadaan bibit dilakukan di Persemaian khusus untuk Tanaman TPTII terletak di KM 62, menyatu dengan Base Camp dengan luas 0,8 ha. Sampai saat ini persemaian tersebut telah memproduksi bibit sebanyak 1.126.050 satu juta seratus dua puluh enam ribu lima puluh batang, yang terdiri dari berbagai jenis bibit Meranti Shorea sp. Ada tiga jenis bentuk pengadaan bibit dilaksanakan oleh PT. SJM . Pertama dari benih yang disemai, benih tersebut diperoleh dari tegakan alam yang ada di areal hutan. Kedua diperoleh dari stek pucuk, berasal dari kebun pangkas yang berada di lahan persemaian. Ketiga diperoleh dari cabutan, berasal dari anakan yang tersebar di bawah tegakan areal hutan. Kegiatan pengadaan bibit di PT. SJM belum sepenuhnya memenuhi kaidah-kaidah pengadaan bibit sebagaimana digariskan pada sistem silvikultur TPTII. Pengadaan bibit masih terpaku pada alam, belum sepenuhnya mengandalkan bibit unggul yang sudah diketahui fenotif dan genotifnya. Penggunaan bibit unggul dalam sistem silvikultur TPTII merupakan prinsip mutlak yang harus diterapkan. Tahapan penting lainnya dalam kegiatan TPTII adalah pemeliharaan. Kegiatan pemeliharaan mempunyai peranan yang cukup penting dalam keberhasilan tanaman. Pemeliharaan tanaman yang dilakukan oleh PT. SJM hanya mencapai 999,31 ha dari rencana seluas 4074 atau hanya mencapai 24,53. Kondisi ini pasti berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman pada tahap awal memerlukan pemeliharaan yang intensif. Tanaman harus terbebas dari gulma agar mencapai pertumbuhan yang optimal. Kondisi Jalur Tanam yang dipenuhi oleh gulma sangat mengganggu pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan gulma pada Jalur Tanam lebih cepat sehingga menutup tanaman. Tanaman yang tetutup oleh gulma petumbuhannya kerdil bahkan ada yang sampai mati. Beberapa tanaman juga mengalami etiolasi karena tertutup oleh gulma. Sistem silvikultur TPTII telah mensyaratkan manipulasi lingkungan agar tanaman dapat tumbuh dengan baik. Manipulasi lingkungan tersebut diantaranya adalah pembukaan tajuk. Pembukaan tajuk memungkinkan tanaman Meranti mendapatkan ruang dan cahaya yang lebih besar. Peran pembukaan tajuk tersebut akan hilang apabila tidak ada pemeliharaan. Jalur Tanam akan didominasi oleh gulma apabila tidak dilaksanakan pemeliharaan yang intensif. Kegiatan pengadaan bibit dan pemeliharaan tanaman di PT. SJM mempunyai keterkaitan dengan pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman di PT.SJM pada penelitian ini relatif rendah bila dibandingkan dengan beberapa penelitian lainnya. Kondisi pertumbuhan tanaman diuraikan dalam hasil penelitian ini. Dua kondisi kegiatan ini membuat penerapan sistem silvikultur TPTII di PT. SJM belum memenuhi syarat kecukupan.

5.1.2. Pertumbuhan Diameter

Salah satu fungsi ekosistem adalah produktivitas. Produktivitas tanaman da- pat diukur melalui beberapa parameter, salah satunya adalah pertumbuhan diame- ter, disamping karena mudah pelaksanaannya, juga memiliki keakuratan yang cu- kup tinggi. Oleh karena itu pertumbuhan diameter dapat digunakan untuk menje- laskan produktivitas tanaman Pamoengkas 2006. Rata-rata diameter tanaman S. leprosula, yang ditanam pada Jalur Tanam TPTII pada umur 1, 2, 3, 4 dan 5 tahun dapat dilihat pada Tabel 4. Tanaman S. leprosula pada Jalur Tanam dalam sistem silvikultur TPTII mengalami pertumbuhan normal. Pertambahan nilai rata-rata diameter pada semua umur menunjukan bahwa tanaman tersebut tumbuh normal. Secara berurutan tanaman S. leprosula pada umur 1, 2, 3, 4 dan 5 tahun mempunyai nilai rata-rata diameter sebesar 0,36 cm, 0,99 cm, 1,81 cm, 2,78 cm dan 3,86 cm. Pada setiap umur terjadi peningkatan nilai rata-rata diameter. Dengan demikian tanaman tersebut terkatagori tumbuh normal. Tabel 4. Pertumbuhan diameter tanaman S. leprosula pada jalur tanam dalam sistem silvikultur TPTII. Umur Th Diameter cm MAI cmth 1 0,36 0,36 2 0,99 0,50 3 1,81 0,60 4 2,78 0,69 5 3,86 0,77 Sebagai pembanding dari hasil penelitian ini perlu dikemukakan hasil penelitian beberapa IUPHHK yang menerapkan silvikultur TPTII. Pada umur 5 tahun tanaman S. leprosula yang berada di Jalur Tanam di PT. SJM mempunyai rata-rata diameter sebesar 7,95 cm Sardiyanto 2010, nilai tersebut jauh lebih besar bila dibandingkan dengan hasil penelitian ini yang hanya mencapai 3,86 cm. Hal ini dimungkinkan karena Plot yang diukur merupakan petak ukur permanen yang dipelihara dengan baik sehingga tanaman yang diukur mempunyai pertumbuhann yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman operasional. Tanaman operasional mempunyai intensitas pemeliharaan hanya mencapai 24,53, sedangkan tanaman PUP pemeliharaannya mencapai 100. IUPHHK PT. Balik Papan Forest Industri mempunyai tanaman operasional S. leprosula dengan rata-rata diameter 5,57 cm PT. BFI 2010, PT. SBK tanaman operasionalnya mempunyai rata-rata diameter 11 cm Purnomo et al 2010, PT. Erna Djuliawati mempunyai rata-rata diameter 4,6 cm PT. Erna Djuliawati 2010. Semua IUPHHK tersebut di atas mempunyai rata-rata diameter yang lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian ini, kecuali IUPHHK PT. Sarpatim 2010 yang mempunyai tanaman operasional dengan rata-rata diameter 3,7 cm, lebih kecil dibandingkan dengan penelitian ini. Perbedaan tempat tumbuh dan sumber benih yang sangat variatif merupakan penyebab dari perbedaan pertumbuhan diameter tersebut. Riap adalah salah satu informasi yang paling esensial dan mendasar dalam penyusunan ketentuan-ketentuan pada perencanaan pengelolaan hutan. Riap diartikan sebagai pertambahan dimensi tanaman atau tegakan hutan selama selang waktu tertentu Vanclay 1994. Pertumbuhan riap MAI diameter tanaman S. le- prosula umur 1, 2, 3, 4 dan 5 tahun tertera pada Tabel 4. Riap diameter tanaman S. leprosula yang ditanam pada sistem silvikultur TPTII sangat bervariasi, meskipun demikian riap tersebut cenderung meningkat. Pada Umur 1, 2, 3, 4 dan 5 tahun, masing-masing mempunyai riap diameter sebesar 0,36 cmtahun, 0,50 cmtahun, 0,60 cmtahun, 0,69 dan 0,77 cmtahun. Riap diameter pada penelitian ini jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan hasil penelitian pada beberapa IUPHHK yang menerapkan silvikultur intesif, seperti di PT. SBK riap diameternya mencapai 2,53 cmtahun Purnomo et al 2010, PT. Erna Djuliawati 2010 mencatatkan hasil pengukuran riap diameternya 2,80 cmtahun, Litbang PT. SJM tempat penelitian ini dilakukan mencatatkan riap diameter sebesar 1,94 cmth Sardiyanto 2010, nilai tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitian ini yang hanya mencapai 0,77 cmtahun. PT. BFI 2010 mencatatkan riap diameter tanaman sebasar 1,39 cmtahunh lebih besar bila dibandingkan dengan hasil penelitian ini. Perbedaan riap pertumbuhan hasil penelitian ini dengan yang lainnya disebabkan oleh perbedaan tempat tumbuh dan variasi dari sumber benih. Adapun penelitian yang dilakukan oleh Litbang PT. SJM mempunyai plot yang berbeda dengan penelitian ini, yaitu plot yang ada di dalam PUP. Faktor intensitas pemeliharaan yang terjadi antara plot PUP dengan tanaman operasional menyebabkan pertumbuhan riap tanaman yang berbeda. Tanaman operasional intensitas pemeliharaannya hanya mencapai 24,52 sedangkan PUP mencapai 100. Menurut Tourney dan Korstia 1974 dalam Simarangkir 2000 mengemu- kakan pertumbuhan diameter tanaman berhubungan erat dengan laju fotosintesis akan sebanding dengan jumlah intensitas cahaya matahari yang diterima dan res- pirasi. Akan tetapi pada titik jenuh cahaya, tanaman tidak mampu menambah hasil fotosintesis walaupun jumlah cahaya bertambah. Selain itu produk fotosin- tesis sebanding dengan total luas daun aktif yang dapat melakukan fotosintesis. Pernyataan Baker et al, 1992 bahwa terhambatnya pertumbuhan diameter tana- man karena produk fotosintesisnya serta spektrum cahaya matahari yang kurang merangsang aktivitas hormon dalam proses pembentukan sel. 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 4,50 1 2 3 4 5 Diameter cm Persamaan tersebut mempunyai nilai koefesien determinasi R 2 sebesar 96,2 Lampiran 9. Pada Tabel 5. tertera nilai rata-rata tinggi tanaman S. leprosula pada berbagai umur. Secara berurutan tanaman S. leprosula pada umur 1, 2, 3, 4, dan 5 tahun mempunyai nilai rata-rata tinggi sebesar 0,90 m, 1,87 m, 2,86 m, 3,87 m dan 4,89 m. Pada setiap pertambahan umur terjadi peningkatan nilai rata-rata tinggi tanaman, maka tanaman tersebut terkatagori tumbuh normal. Nilai rata-rata tinggi dari tanaman S. leprosula pada penelitian ini cenderung moderat, berada pada kisaran nilai rata-rata tinggi hasil penelitian beberapa IUPHHK. PT. BFI 2010 mencatatkan nilai rata-rata tinggi tanaman 5,71 m , Litbang PT. SJM mencatatkan nilai rata-rata tingginya 5,6 m Sardiyanto 2010, PT. Erna Djuliawati 2010 mencatatkan nilai rata-rata tingginya 4,41 m, dan PT. Sarpatim 2010 mencatatkan nilai rata-rata tingginya 6,8 m, semua nilai pembanding tersebut secara umum berkisar hampir sama dengan hasil penelitian ini. Pada penelitian ini nilai rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman S. leprosula pada umur 1,5 tahun mencapai 1,4 m. Pertumbuhan tinggi tersebut lebih cepat bila dibandingkan dengan pertumbuhan tanaman S. leprosula yang ditunjukkan oleh Sagala 1994. Sagala 1994 menjelaskan bahwa S. leprosula mempunyai pertumbuhan yang cepat dan lebih mampu tumbuh di tempat terbuka, S. leprosula dengan umur 1.5 tahun mempunyai tinggi 1.2 m sedangkan Shorea parvifolia pada umur yang sama tingginya 1 m di daerah yang ternaungi. Suhardi 1996 mengemukakan S. leprosula yang tumbuh di daerah terbuka menunjukkan per- tumbuhan tinggi yang lebih baik yaitu 2.04 m daripada pada daerah ternaung 1.98 m. Pertumbuhan tinggi yang ideal harus diimbangi dengan pertumbuhan diameter. Pertumbuhan tinggi yang lebih cepat yang tidak sebanding dengan pertumbuhan diameter akan menyebabkan tanaman mempunyai penampakan lebih kurus. Kondisi ini dapat dilihat pada tegakan yang mempunyai kerapatan yang tinggi, atau jarak tanam yang rapat. Pembebasan tanaman dari gulma dan tanaman non target serta jarak tanam yang optimal akan memmacu pertumbuhan tanaman yang ideal.