Jumlah Siswa SMA YUPPENTEK 3 Legok Kabupaten Tangerang
48
Namun, pada bait ketiga, aku lirik tetap tidak mau mepedulikan kekasihnya itu. Sebagai seorang manusia, ia juga membutuhkan rasa cinta
yang berbentuk rindu rupa. Sedangkan kekasihnya ini adalah sesuatu yang tidak nampak.
Pada bait keempat, aku lirik menumpahkan penasarannya itu dan bertanya, Di mana engkau rupa tiada suara sayup hanya kata merangkai
hati. Pada bait ini mengekspresikan cinta kepada Tuhan, oleh karena itu maka mata manusia tidak mampu melihatnya. Sehingga rupa pun menjadi
tiada. Tetapi bisikan kata-kata selalu dirasakan aku lirik merangkai hatinya untuk meyakini bahwa ia memang tengah mencintai kekasihnya dan kasih
itu berbalas. Pada bait kelima, aku lirik menjelaskan bahwa kekasihnya itu telah
menjadi terbakar api cemburu oleh kelakuan aku lirik, yaitu ketika aku lirik meningglkan kekasihnya, sebelum
ia melakoni “pulang kembali”nya. Hal ini, menurut aku lirik, mengakibatkan sang kekasih menjadi ganas. Aku lirik
melihat bahwa kekasihnya hanya ingin cintanya tak berbagi ke lain hati. Kekasih aku lirik ingin memiliki aku lirik sepenuhnya. Kata mangsa ini
menandakan pemaksaan kekasihnya tersebut. Bait keenam menunjukkan kepasrahan aku lirik karena telah
“dimangsa” oleh “cakar” kekasihnya. Ia menjadi nanar dan gila sasar. Tak tahu hendak ke mana. Ia telah buta arah. Dalam bahasa Sasak, biasa
dikatakan kebebeng. Karena, biar bagaimanapun, ia menyadari bahwa ia akan berulang kembali lagi kepada kekasihnya. ditandaskan lagi, cinta
yang diberikan kekasihnya diibaratkan Serupa dara di balik tirai yang seakan-akan pelik menusuk ingin, benar-benar membuat penasaran dan ingin
tahu. Pada bait terakhir merupakan puncak pertemuan aku lirik dengan
kekasihnya. ternyata aku lirik mendapatkan bahwa kasih yang diberikan kekasihnya itu sunyi. Sepi, karena ia hanya menunggu seorang diri. Itu
dirasakan aku lirik setelah waktu bukan lagi menjadi haknya. Dan matahari
49
bukan lagi menjadi kawannya. Saat aku lirik melakukan “pulang kembali”- nya itu, yaitu ketika aku lirik mengalami kematian.
Adapun analisis puisi “Padamu Jua” karya Amir Hamzah berdasarkan batin puisi adalah sebagai berikut: