Jumlah Penduduk Faktor yang Memengaruhi

bahwa pengeluaran pemerintah memberikan pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap penduduk miskin. Demikian juga Iradian 2005 menyatakan bahwa selain ketimpangan pendapatan, pengeluaran pemerintah juga memiliki pengaruh terhadap penurunan kemiskinan. Investasi pembangunan jalan desa, investasi di bidang kesehatan dan pendidikan akan meningkatkan akses penduduk miskin terhadap pelayanannya World Bank, 2006. Faktor ketimpangan pendapatan yang didekati dengan nilai Indeks Gini digunakan dalam estimasi persamaan faktor yang mempengaruhi pro poor growth dengan pendekatan poverty reduction. Walaupun koefisien dari Indeks Gini tidak signifikan pada tingkat 5 persen, tanda positif pada koefisien menunjukkan bahwa peningkatan ketimpangan pendapatan yang dinyatakan dengan peningkatan nilai Indeks Gini akan berpengaruh terhadap peningkatan jumlah penduduk miskin, meskipun penurunan Indeks Gini bukan berarti akan menurunkan kemiskinan. Aspek ekuitas distribusi pendapatan yang lebih merata dari pro poor growth pertumbuhan yang berpihak ke penduduk miskin akan memperkuat dampak pertumbuhan terhadap pengentasan kemiskinan Kakwani dan Pernia, 2000. Grimm, et. al. 2007 juga menyatakan bahwa ketimpangan pendapatan atau aspek ekuitas secara langsung akan mengurangi kemiskinan, meningkatkan dampak pertumbuhan terhadap kemiskinan dan meningkatkan pertumbuhan yang selanjutnya mempercepat pengentasan kemiskinan. Peningkatan ketimpangan antar wilayah akan berpengaruh terhadap pro poor growth yang berarti pula berpengaruh terhadap poverty reduction Klasen, 2007. Ketimpangan antar wilayah salah satunya bisa didekati dengan ketimpangan pendapatan antar wilayah yang bisa dilihat dari ukuran indeks gininya. Demikian juga dengan Gelaw 2010 yang menyatakan bahwa kemiskinan akan tetap tinggi jika pertumbuhan ekonomi dibarengi dengan ketimpangan pendapatan. Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya telah dijelaskan bahwa pro poor growth merupakan peningkatan pendapatan growth yang memberikan manfaat yang lebih besar ke pihak miskin daripada non-miskin Kakwani dan Pernia, 2000. Selanjutnya badan-badan internasional seperti PBB, Organization for Economic Cooperation and Development OECD, UNDP, dan Bank dunia lebih sering menggunakan definisi pro poor growth sebagai pertumbuhan ekonomi yang lebih menguntungkan penduduk miskin dan memberikan mereka kesempatan untuk memperbaiki situasi ekonomi mereka seperti dikemukakan Kakwani, et al. 2004. Selain itu, Klasen 2007 mengidentifikasikan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pro poor growth yang didekati dengan poverty reduction, seperti produktifitas sektor pertanian, tingkat pendidikan, dan ketimpangan antar wilayah. Sedangkan Siregar dan Wahyuniarti 2007 dan Indra 2008 memasukkan jumlah penduduk sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap poverty reduction. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya baik secara langsung maupun tidak langsung dalam rangka pengentasan kemiskinan. Komitmen ini diwujudkan dalam RPJM 2005-2009 yang dikenal dengan triple track strategy pembangunan yaitu pro growth, pro job dan pro poor. Pertumbuhan ekonomi yang dicapai, diharapkan dapat memberikan manfaat yang lebih banyak terhadap penduduk miskin daripada non-miskin, sehingga akan berimplikasi pada terbukanya kesempatan yang lebih baik baik kelompok penduduk miskin untuk memperbaiki keadaan kesejahteraannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai selama RPJM 2005-2009 memiliki kecenderungan menurun dan memunculkan situasi yang mengarah kepada semakin timpangnya antar provinsi, demikian juga dengan indeks gini yang menunjukkan ketidakmerataan di tingkat provinsi yang semakin tinggi. Ketimpangan yang semakin tinggi tersebut tentunya akan berpengaruh terhadap manfaat pertumbuhan dalam mengurangi kemiskinan. Hal ini berdampak pada beragamnya tingkat kemiskinan antar provinsi, walaupun secara nasional menunjukkan adanya penurunan. Provinsi yang memiliki kondisi awal RPJM 2005-2009 sudah cukup bagus pertumbuhan cukup tinggi, ketidakmerataan dan tingkat kemiskinan yang lebih rendah dibanding provinsi lainnya pada umumnya memiliki pencapaian hasil pembangunan yang lebih bagus dibanding provinsi lainnya. Sebaliknya provinsi dengan kondisi awal yang kurang bagus pertumbuhan rendah, ketidakmerataan cenderung tinggi dan kemiskinan yang tinggi memiliki pencapaian pembangunan yang kurang memuaskan, seperti tingkat kemiskinan atau ketidakmerataan yang masih tinggi, ataupun pertumbuhan ekonomi yang masih berada di bawah angka nasional. Disamping itu, pencapaian pertumbuhan ekonomi secara nasional yang pada tahun 2005-2006 masih anti pro poor growth, pada akhir periode RPJM telah memenuhi kondisi pro poor growth yang berarti manfaat pertumbuhan lebih dirasakan oleh penduduk miskin daripada non miskin. Kondisi ini juga berlaku di sebagian besar provinsi, dimana pada periode 2008-2009 periode akhir RPJM 2005- 2009, banyak provinsi yang mencapai kondisi pro poor growth yang ketika periode 2005-2006 masih anti pro poor growth. Walaupun beberapa provinsi justru mengalami hal yang berkebalikan, yang semula sudah pro poor growth, pada periode akhir berbalik menjadi anti pro poor growth. Kondisi yang beragam antar provinsi ini diduga dipengaruhi oleh kondisi awal initial condition dari masing-masing provinsi pada awal periode RPJM 2005-2009 dan karakteristik antar provinsi yang berbeda satu sama lain. Sehingga walaupun secara nasional terjadi penurunan tingkat kemiskinan, akan tetapi karena hasil pembangunan yang sangat beragam antar provinsi berpengaruh terhadap pencapaian tingkat kemiskinan nasional yang masih jauh dari target RPJM 2005-2009 dan Millenium Development Goals. Berbagai upaya yang dilaksanakan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan, baik secara langsung maupun tidak langsung, memberikan dampak yang positif terhadap kemiskinan. Adapun upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan adalah sebagai berikut: 1. Program bantuan yang bersifat langsung ke penduduk miskin seperti raskin, PKH, jamkesmas, dan lainnya dalam pelaksanaannya memiliki kelemahan ADB, 2008. Oleh karena itu, pendataan ulang penduduk miskin dengan kriteria yang lebih komprehensif, pengawasan pelaksanaan secara ketat dan berkelanjutan diperlukan agar program bantuan lebih optimal. 2. Banyaknya penduduk miskin yang menggantungkan hidupnya di sektor pertanian menjadi alasan utama pentingnya peningkatan produktifitas pertanian. Jumlah tenaga kerja di sektor ini yang melimpah, banyaknya petani dengan kepemilikan lahan yang sempit, serta terbatasnya akses penduduk miskin terhadap infrastruktur, informasi teknologi, pengolahan, permodalan dan lainnya menjadi alasan berikutnya untuk meningkatkan produktifitas pertanian. Revitalisasi pertanian melalui investasi di bidang infrastruktur, pengembangan riset dan penyuluhan secara desentralisasi, serta memperlancar sertifikasi tanah dalam rangka peningkatan produktifitas pertanian. 3. Bertambahnya jumlah penduduk berarti bertambahnya jumlah tenaga kerja. Apabila diiringi dengan peningkatan kualitas pendidikan dan keahlian, maka akan meningkatkan modal manusia human capital, yang akan berpengaruh terhadap produktifitas tenaga kerja dan output. Penduduk miskin yang juga masih memiliki akses yang terbatas terhadap pelayanan pendidikan, kesehatan, perumahan, permukiman dan lainnya menjadi alasan penting peningkatan pengeluaran untuk pendidikan. Investasi di bidang pendidikan dengan fokus pada perbaikan akses dan keterjangkauan sekolah menengah serta pelatihan ketrampilan bagi penduduk miskin, peningkatan mutu dan efisiensi sekolah dasar diperlukan untuk peningkatan tingkat pendidikan. Selain itu, pengintegrasian program pengentasan kemiskinan perlu ditingkatkan sosialisasinya terhadap masyarakat, sehingga membuka peluang yang lebih luas bagi partisipasi masyarakat terhadap pembangunan. 4. Investasi yang merupakan pengeluaran jangka panjang akan dapat dirasakan manfaatnya setelah beberapa jangka waktu. Walaupun pengeluaran ini tidak secara langsung dapat mengurangi kemiskinan, akan tetapi pengeluaran ini pada waktunya akan dapat dirasakan manfaatnya oleh penduduk miskin. Misalnya perbaikan infrastruktur seperti jalan, irigasi dan jaringan, pembangunan gedung pemerintahan, pembangunan gedung sekolah, pembelian alat dan mesin, serta belanja modal lainnya akan memperluas akses penduduk terhadap berbagai pelayanan yang diperlukan. 5. Selain itu, perlunya dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan berbagai program pengentasan kemiskinan yang telah dilaksanakan, seperti raskin, BLT, jamkesmas, askeskin, dan lainnya. Program ini juga perlu ditingkatkan dan dilakukan pengawasan yang ketat dalam pelaksanaannya. Apabila program pembangunan dalam rangka redistribusi ini dapat berjalan dengan baik, maka manfaat yang dirasakan oleh penduduk miskin juga akan semakin besar.

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan pada pembahasan sebelumnya, maka dapat dituliskan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Selama PJM 2005-2009, Pertumbuhan cenderung menurun, ketimpangan pendapatan cenderung meningkat, kemiskinan menurun tapi jauh dari target RPJM dan the millenium goals. Kemiskinan tingkat provinsi sangat beragam dan tidak semua mengalami penurunan kemiskinan. 2. Periode awal 2005-2006 baik pertumbuhan dan distribusi meningkatkan kemiskinan, akhir periode 2008-2009 keduanya menurunkan kemiskinan. Keseluruhan provinsi memiliki net effect menurunkan kemiskinan di periode akhir. 3. Periode akhir RPJM 2005-2009, pertumbuhan sudah bersifat pro poor growth dibandingkan awal periode yang anti pro poor growth. Hampir keseluruhan provinsi mengalami hal yang sama, walaupun ada beberapa provinsi yang sebaliknya. Diduga kondisi awal initial condition dan karakteristik antar provinsi yang berbeda misalnya kepulauan turut berpengaruh terhadap keragaman hasil pembangunan di tingkat provinsi. 4. Produktifitas sektor pertanian dan tingkat pendidikan berpengaruh dalam mengurangi jumlah penduduk miskin, yang berarti pula berpengaruh terhadap pro poor growth. Sebaliknya jumlah penduduk berpengaruh dalam meningkatkan jumlah penduduk miskin.

7.2 Implikasi Kebijakan

Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan yang dituliskan sebelumnya, beberapa kebijakan dapat dituliskan sebagai berikut: 1. Pemerintah khususnya di daerah hendaknya tidak hanya mengejar pertumbuhan yang tinggi saja, akan tetapi juga memperhatikan distribusi pendapatan untuk mengurangi kemiskinan. pertumbuhan yang tinggi dengan perbaikan distribusi pendapatan, akan lebih besar dalam mengurangi kemiskinan. 2. Program pembangunan dalam rangka pengentasan kemiskinan hendaknya tidak hanya integrasi antar sektor dan lintas kementrianlembaga saja, akan tetapi juga memperhatikan karakteristik antar provinsi yang berbeda satu sama lain. Seperti halnya yang tercantum dalam RPJMN 2010-2014 yang mulai memasukkan karakteristik kepulauan dalam pembangunan. 3. Pemerintah perlu memperketat persyaratan pemekaran wilayah khususnya untuk menjadi provinsi baru, karena kompleksitas permasalahan kemiskinan dalam pembangunan. Sedangkan provinsi baru hasil pemekaran perlu mendapatkan perhatian lebih dalam permasalahan kemiskinan. 4. Program pemerintah dalam rangka peningkatan produktifitas di sektor pertanian perlu lebih diintensifkan lagi, seperti berbagai riset dan pengembangan di bidang pertanian melalui revitalisasi pertanian. 5. Program wajib belajar perlu ditingkatkan tidak hanya 9 tahun saja, akan tetapi hingga ke jenjang SLTA karena bukti empiris menunjukkan semakin lama rata- rata lama sekolah baik laki-laki maupun perempuan maka jumlah penduduk miskin akan semakin berkurang. Selain itu, program pengentasan kemiskinan di bidang pendidikan, hendaknya tidak hanya memperbesar dana APBN saja, tetapi perlu pengawasan yang ketat dalam pelaksanaannya serta prosedur yang lebih jelas. 6. Program pemerintah dalam mengontrol laju pertumbuhan penduduk perlu digalakkan kembali, mengingat pengaruhnya yang positif terhadap peningkatan jumlah penduduk miskin.

7.3 Saran Penelitian Lebih Lanjut

1. Analisis pro poor growth dalam penelitian ini telah dilakukan di tingkat provinsi terkait kewenangan pemerintah daerah, akan tetapi perlu dikembangkan dengan menganalisis pro poor growth menurut status daerah perdesaan dan perkotaan serta menurut sektoral di setiap provinsi. Hal ini untuk dapat menganalisa tentang pro poor growth secara lebih detail di tingkat provinsi. 2. Perlu ditambahkan variabel yang mengindikasikan karakteristik setiap provinsi misalnya kepulauan dalam menganalisa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pro poor growth, mengingat derajat pro poor growth yang beragam antar provinsi. Implikasi kebijakan yang diperoleh diharapkan lebih spesifik dapat diterapkan di masing-masing provinsi. 3. Mengingat variabel investasi pemerintah berpengaruh terhadap poverty reduction sedangkan pengeluaran investasi merupakan pengeluaran yang dapat dirasakan manfaatnya dalam jangka panjang, sehingga perlu kiranya ditambahkan periode waktu penelitian untuk dapat melihat pengaruhnya terhadap pengentasan kemiskinan.