Hingga tahun 2009 nilai ini terus menurun, yang menunjukkan penurunan jumlah penduduk miskin di tingkat provinsi. Integrasi berbagai program
pengentasan kemiskinan antar sektoral dan antar kementrianlembaga sejak tahun 2007, setidaknya lebih berpengaruh terhadap pengentasan kemiskinan dibanding
sebelumnya. Sehingga, walaupun berdasarkan nilai P0 pada tahun 2009 menunjukkan sebaran tingkat kemiskinan yang semakin beragam antar provinsi
dibandingkan tahun sebelumnya, secara jumlah menunjukkan penurunan di keseluruhan provinsi Tabel 5..
Tabel 5. Ukuran Statistik Deskriptif P0 dan Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia tahun 2005-2009
2005 2006
2007 2008
2009 P0 persentase penduduk miskin
Rata-rata 16.23
18.83 17.64
15.68 15.13
Standar Deviasi 9.32
9.28 8.99
7.98 8.44
Jumlah Penduduk Miskin Rata-rata
1,115.215 1,190.773
1,126.312 1,042.014
985.758 Standar Deviasi
1,741.897 1,885.423
1,759.838 1,641.088
1,532.276
Berdasarkan perubahan persentase penduduk miskin yang dihitung berdasarkan selisih nilai P0, provinsi NAD yang secara jumlah selalu mengalami
penurunan jumlah penduduk miskin selama tahun 2005-2009 juga mengalami penurunan P0 yang mengindikasikan terjadinya penurunan tingkat kemiskinan di
provinsi tersebut. Berbagai bantuan setelah terjadinya bencana alam tsunami baik yang datang dari dalam maupun luar negeri diduga cukup berpengaruh terhadap
perbaikan kondisi kemiskinan di NAD. Sebaliknya provinsi Kalimantan Barat yang mengalami penurunan jumlah penduduk miskin selama tahun 2005-2009,
secara persentase sempat mengalami peningkatan pada tahun 2005-2006. Jawa Barat mengalami perbaikan setelah tahun 2006 baik dari segi jumlah penduduk
miskin maupun persentasenya mengindikasikan terjadinya penurunan tingkat kemiskinan. Meskipun krisis global berakibat inflasi di Jawa Barat, akan tetapi
perbaikan di sektor pertanian dan industri pengolahan yang bersifat padat tenaga kerja mampu meningkatkan pendapatan penduduk khususnya penduduk miskin
BI, 2005-2009. Berdasarkan perubahan persentase dan jumlah penduduk miskin selama
tahun 2005-2009, maka provinsi DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat dan
Papua Barat justru mengalami peningkatan. Pertumbuhan negatif sektor pertanian sebagai penggerak perekonomian di provinsi baru Sulawesi Barat dan Papua Barat
diduga berpengaruh terhadap peningkatan kemiskinan BI, 2005-2009. DKI Jakarta sebagai kota metropolitan setidaknya menarik minat penduduk untuk
migrasi ke ibukota, hal ini diduga turut berpengaruh terhadap kemiskinan di DKI Jakarta. Tingkat keterbukaan perekonomian di DKI Jakarta dan Sulawesi Utara
terhadap perekonomian dunia setidaknya membawa pengaruh krisis global terhadap perekonomian di kedua provinsi tersebut, yang pada akhirnya berdampak
pada kemiskinan. Perkembangan perubahan persentase penduduk miskin P0 di setiap provinsi tahun 2005-2006, tahun 2006-2007, tahun 2007-2008 dan tahun
2008-2009 dapat dilihat pada Lampiran 6.
4.4 Kemiskinan dan Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi yang cepat dan pengurangan kemiskinan bukanlah hal yang saling bertentangan, tetapi harus dilaksanakan secara simultan. Oleh
karena itu baik pertumbuhan ekonomi maupun pengurangan kemiskinan keduanya merupakan tujuan dari pembangunan, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
penduduk khususnya penduduk miskin. Pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan disertai pengurangan kemiskinan merupakan kondisi yang
diharapkan dalam pembangunan. Analisis kuadran digunakan untuk melihat letak provinsi berdasarkan
pencapaian pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinannya. Kuadran II merupakan kondisi yang diharapkan yang memberikan gambaran bahwa
pertumbuhan ekonomi provinsi lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional dan sisi lainnya menunjukkan pengurangan kemiskinan yang
lebih cepat dari nasional. Provinsi Sumatera Utara, Jambi, DKI Jakarta, Banten, Bali, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan terletak di kuadran II selama tahun
2005-2009 yang berarti memiliki nilai pertumbuhan berada di atas angka nasional dan nilai P0 berada di bawah angka nasional. Provinsi-provinsi tersebut selama
tahun 2005-2009 memiliki perekonomian yang bagus sehingga memenuhi kondisi yang diharapkan dalam pembangunan. Sebaliknya provinsi NAD dan DIY
memiliki permasalahan yang berbeda, dimana selama tahun 2005-2009 justru menghadapi permasalahan rendahnya pencapaian pertumbuhan ekonomi dengan
tingginya kemiskinan kuadran IV. Kedua provinsi ini memiliki karakteristik sebagai provinsi yang sering terjadi bencana alam pada periode tersebut, apalagi
konflik internal juga terjadi di provinsi NAD. Berbagai sarana dan prasarana serta tempat usaha yang mengalami kerusakan berpengaruh terhadap perekonomian,
selain itu banyaknya penduduk yang kehilangan tempat tinggal maupun pekerjaan meningkatkan kemiskinan.
Provinsi Jawa Timur, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara selama tahun 2005-2009 juga menghadapi permasalahan tingginya tingkat kemiskinan
walaupun pertumbuhan ekonomi mereka berada di atas angka nasional kuadran I. Petani dan nelayan sebagai bagian terbesar penduduk Jawa Timur khususnya
penduduk miskin serta jumlah penduduk miskin terbesar di Indonesia merupakan permasalahan yang dihadapi Jawa Timur. Selain itu, sektor pertanian yang masih
menjadi penggerak perekonomian baik di Jawa Timur maupun Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara mengalami penurunan pangsa dan tergeser oleh sektor
lainnya merupakan permasalahan lainnya yang dihadapi ketiga provinsi tersebut BI, 2005-2009.
Pada tahun 2009, Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Tengah dan Maluku Utara memenuhi kondisi yang diharapkan dalam pembangunan better off dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi yang berada
di atas nasional dengan disertai penurunan kemiskinan yang lebih cepat dari nasional pindah ke kuadran II. Meskipun krisis global berdampak pada
perekonomian, akan tetapi pertumbuhan yang masih positif dan inflasi yang lebih cepat pulih diduga berpengaruh terhadap peningkatan daya beli masyarakat
sebagai penggerak perekonomian di keempat provinsi dari sisi permintaan BI, 2005-2009. Beberapa provinsi pada tahun 2009 menghadapi rendahnya
pertumbuhan ekonomi, yang sebelumnya memenuhi kondisi yang diharapkan dalam pembangunan pindah dari kuadran II ke kuadran III.
Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2008 dan 2009 kembali menghadapi permasalahan tingginya kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi yang rendah
worse off, setelah tahun 2006 dan 2007 sempat mencapai pertumbuhan ekonomi di atas nasional pindah dari kuadran I ke kuadran IV. Dampak krisis global yang
masih terasa hingga tahun 2009 diduga menjadi penyebabnya. Sedangkan
permasalahan yang dihadapi provinsi Bengkulu dan NTT tahun 2009 justru lebih sulit dengan tingginya kemiskinan, tetapi pertumbuhan ekonomi sebagai syarat
keharusan dalam pengentasan kemiskinan justru lebih rendah dari sebelumnya pindah dari kuadran I ke kuadran IV. Sektor pertanian yang masih mendominasi
perekonomian di kedua provinsi, inflasi khususnya bahan makanan, serta ketergantungan pasokan bahan makanan di NTT dari daerah di sekitarnya diduga
berpengaruh terhadap tingginya kemiskinan di kedua provinsi BI, 2005-2009. Provinsi Jawa Tengah, NTB, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Papua
dan Papua Barat tahun 2009 mengalami perbaikan dibanding sebelumnya, dimana pencapaian pertumbuhan ekonomi berada di atas nasional pindah dari kuadran IV
ke I. Provinsi-provinsi tersebut selain sebagai provinsi baru, sebagian lagi memang memiliki kondisi kemiskinan pada periode awal penelitian yang cukup
tinggi dibanding provinsi lainnya. Setelah lima tahun pembangunan, pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum mampu mengurangi kemiskinan hingga
berada di bawah angka nasional. Demikian juga provinsi Lampung yang tahun 2007 dan 2009 mengalami perbaikan dibandingkan tahun 2005, 2006 dan 2008,
dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari angka nasional pindah dari kuadran IV ke I. Sektor pertanian yang menjadi tumpuan
perekonomian Lampung dan sektor-sektor dominan lainnya memiliki pertumbuhan positif pada tahun 2007 dan 2009 BI, 2005-2009. Sedangkan
provinsi Riau masih memiliki kondisi yang bagus dengan tingkat kemiskinan rendah walaupun pencapaian pertumbuhan ekonominya berada di bawah nasional
pada tahun 2006, 2007 dan 2009 pindah dari kuadran II ke III. Peningkatan harga minyak tahun 2005 dan 2008 setidaknya turut berpengaruh terhadap
perekonomian Riau yang hampir setengahnya ditopang oleh hasil minyak bumi dan gas. Analisis kuadran lebih lengkap untuk melihat karakteristik provinsi
berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan selama tahun 2005- 2009 dapat dilihat pada Lampiran 7 dan Lampiran 10.
4.5 Kemiskinan dan Distribusi Pendapatan
Penurunan penduduk miskin dan pemerataan distribusi pendapatan merupakan tujuan utama pembangunan melalui pencapaian pertumbuhan ekonomi
yang tinggi. Sehingga perubahan P0 sebagai indikator perubahan kemiskinan dan