,
2
α z
P = bentuk normalisasi ukuran kemiskinan FGT pada akhir periode
, α
µ µ
s t
i
z P
= bentuk normalisasi ukuran kemiskinan FGT bila terjadi perubahan rata-rata pendapatan dari periode ke-t terhadap periode ke-s,
untuk t ≠s dan t,s = 1,2.
3.2.3 Poverty Equivalent Growth Rate PEGR
Pertumbuhan ekonomi seharusnya memberikan manfaat ke semua pihak, baik penduduk miskin pro poor growth atau tidak miskin anti poor. Manfaat
pertumbuhan ini bisa dihitung dengan menggunakan metode PEGR yang merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengukur manfaat
pertumbuhan ekonomi bagi penduduk miskin. Metode ini merupakan penyempurnaan dari metode sebelumnya, seperti Poverty Bias of Growth PBG
yang dikembangkan oleh Kakwani 2000 dan Pro-Poor Growth Index PPGI oleh Kakwani dan Pernia 2000. Metode PEGR tidak hanya mampu menjelaskan
besarnya pertumbuhan ekonomi itu sendiri, tetapi juga derajat manfaat yang diperoleh penduduk miskin dari pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai.
Metode PEGR ini memiliki keunggulan dengan dapat diterapkannya untuk menghitung semua manfaat pertumbuhan ke penduduk miskin dengan berbagai
ukuran kemiskinan FGT. Seperti rasio penduduk miskin headcount ratio, rasio kedalaman kemiskinan poverty gap ratio, dan Indeks keparahan kemiskinan
Severity of poverty index serta metode pengukuran kemiskinan Watts.
1. Adapun kelebihan PEGR sebagai berikut Kakwani dan Son, 2006:
Definisi yang ketat tentang pro poor growth Definisi pro poor growth menurut Bank Dunia bersifat umum dan agak
lemah, yaitu pertumbuhan akan bersifat pro poor jika terjadi pengurangan kemiskinan Ravallion, 2004. Berdasarkan definisi ini, masyarakat miskin
hanya menerima sebagian kecil dari manfaat pertumbuhan, walaupun pertumbuhan tersebut disebut bersifat pro poor seperti halnya pembangunan
dengan proses trickle down effects. PEGR merupakan salah satu ukuran dari pro poor growth yang
menggunakan batasan relatif dan absolut. Konsep relatif muncul ketika
manfaat pertumbuhan ekonomi yang diterima penduduk miskin secara proporsional lebih banyak daripada mereka yang tidak miskin. Implikasinya
adalah ketika pertumbuhan mengurangi kemiskinan, juga akan memperbaiki ketidakmerataan secara relatif. Sedangkan konsep
2. Penggunaan pendekatan penuh absolut terjadi ketika
penduduk miskin menerima manfaat pertumbuhan secara absolut sama atau lebih dari manfaat yang diterima oleh tidak miskin. Berdasarkan definisi ini,
ketidakmerataan absolut akan menurun selama proses pertumbuhan ekonomi. Hal ini merupakan persyaratan yang ketat untuk mencapai pertumbuhan
ekonomi yang bersifat pro poor growth.
Pendekatan parsial mengklasifikasikan pertumbuhan bersifat pro poor atau anti poor
tanpa mensyaratkan adanya garis kemiskinan atau ukuran kemiskinan tertentu. Pengukuran yang dilakukan Ravallion dan Chen 2001
serta Son2003 mengunakan pendekatan parsial dengan mendasarkan pada first order stochastic dominance condition
dan second order stochastic dominance curves
yang memiliki keterbatasan jika syarat kondisi dominan tidak terpenuhi maka tidak dapat menilai apakah pertumbuhan itu termasuk
pro poor atau anti poor, dan juga tidak dapat mengukur mengenai derajat pro
poor growth .
Pendekatan penuh memberikan hasil yang lengkap tentang proses pertumbuhan apakah bersifat pro poor atau anti poor, berdasarkan rate atau
indeks dari pro poor growth, tidak dari kurva. Penentuan garis kemiskinan serta metode pengukuran kemiskinan yang digunakan sangat diperlukan
dengan pendekatan penuh ini. Penghitungan PEGR menggunakan pendekatan penuh.
3. Memenuhi Aksioma Monotonicity Pengurangan kemiskinan, tergantung pada pertumbuhan ekonomi dan
distribusi pendapatan antara rakyat miskin dan tidak miskin. Memaksimalkan pertumbuhan ekonomi merupakan syarat perlu, tapi belum cukup untuk
pengurangan kemiskinan. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran pro poor growth
menunjukkan hubungan langsung dengan pengurangan kemiskinan hubungan monoton, yang mengindikasikan bahwa pengurangan kemiskinan