Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan

ketimpangan yang masuk kategori sedang. Sedangkan provinsi lainnya sudah memiliki pertumbuhan ekonomi yang cepat sebagai syarat keharusan dalam penurunan tingkat kemiskinan yang masih tinggi, walaupun masih memiliki ketimpangan yang sedang. Kemiskinan yang tinggi pada awal tahun yang dianalisis ternyata memberikan pengaruh terhadap upaya pengurangan kemiskinan. Hal ini terjadi di provinsi seperti NAD, DIY. Pada akhir tahun yang dianalisis ternyata kedua provinsi masih menghadapi permasalahan tingginya angka kemiskinan. Secara umum, dari hasil analisis menunjukkan adanya karakteristik spatial provinsi-provinsi yang memiliki tingkat kemiskinan di atas rata-rata nasional, yaitu berada di Indonesia Bagian Timur dan berbentuk kepulauan. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi awal yang berbeda-beda dan karakteristik seperti kepulauan yang berbeda antar provinsi diduga turut berpengaruh terhadap dampak pertumbuhan dan distribusi pendapatan dalam mengurangi kemiskinan. Nilai rata-rata P0, indeks gini dan pertumbuhan ekonomi di masing-masing provinsi selama tahun 2005-2009 dapat dilihat pada Lampiran 12.

V. PRO POOR GROWTH

Penelitian ini menggunakan ukuran PEGR dan dekomposisi kemiskinan Shapley untuk memberikan deskripsi tentang manfaat pertumbuhan ekonomi terhadap penduduk miskin atau derajat pro poor growth dari pembangunan ekonomi. Baik PEGR maupun dekomposisi kemiskinan Shapley dihitung berdasarkan perubahan pendapatan perkapita penduduk selama empat periode, yaitu 2005-2006, 2006-2007, 2007-2008 dan 2008-2009 untuk melihat dinamika efek pertumbuhan dan efek distribusi di setiap periode khususnya di tingkat provinsi. Metode tersebut juga menggunakan satu garis kemiskinan dalam penghitungannya, sehingga didapatkan perbandingan pola distribusi pendapatan pada awal dan akhir periode, sekaligus perbandingan antar periode. Garis kemiskinan di setiap provinsi di Indonesia berbeda-beda, demikian juga dengan garis kemiskinan setiap tahunnya, Untuk memenuhi keterbandingan antar provinsi dan antar tahunnya diperlukan penyesuaian pada pendapatan perkapita setiap provinsi dan setiap tahunnya. Pendapatan perkapita di setiap provinsi disesuaikan sebagai angka nasional dengan cara mengalikannya dengan perbandingan garis kemiskinan nasional dan garis kemiskinan provinsi. Sedangkan penyesuaian pendapatan perkapita dilakukan dengan mendeflasikan pendapatan perkapita akhir periode dengan perbandingan garis kemiskinan nasional awal periode dan garis kemiskinan nasional akhir periode.

5.1 Dekomposisi Kemiskinan

Sebagaimana dijelaskan di bagian metodologi, perubahan kemiskinan di antara dua tahun dapat dijelaskan dengan dekomposisi kemiskinan. Efek pertumbuhan dan efek distribusi sebagai hasil dekomposisi kemiskinan dapat memiliki tanda positif yang berarti memiliki efek meningkatkan kemiskinan maupun negatif yang berarti memiliki efek menurunkan kemiskinan. Pencapaian pembangunan berdasarkan efek pertumbuhan dan efek distribusi selama pelaksanaan RPJM tahun 2005-2009 menunjukkan adanya perbaikan. Strategi pembangunan ekonomi yang dikenal dengan ‘triple tracks strategy’ pembangunan, yaitu pro growth, pro job dan pro poor menunjukkan hasil yang positif terutama dalam hal pengentasan kemiskinan. Pertumbuhan dan distribusi yang pada awalnya 2005-2006 memiliki efek meningkatkan kemiskinan, namun pada periode akhir 2008-2009 keduanya memiliki efek menurunkan kemiskinan. Pertumbuhan pendapatan dan proses redistribusi pendapatan secara nasional keduanya memiliki efek meningkatkan kemiskinan Gambar 12. Peningkatan harga BBM dan kenaikan harga beras akibat larangan impor beras yang terjadi selama tahun 2005-2006 berpengaruh terhadap pertumbuhan pendapatan yang dirasakan oleh pihak-pihak tertentu saja, sehingga redistribusi tidak berjalan dengan baik. Akibatnya pertumbuhan pendapatan maupun distribusinya memberikan dampak terhadap peningkatan kemiskinan pada periode ini. Selain itu program penanggulangan kemiskinan yang berbasis masyarakat di berbagai sektor, seperti PPK, P2KP, P2MPD, WSSLIC, KAPEL, dan lain-lain, hingga akhir tahun 2006 masih dilaksanakan secara parsial sehingga kurang efektif dalam mengentaskan kemiskinan Royat, 2008. Gambar 11. Efek Pertumbuhan, Efek Distribusi dan net effect Pengurangan Kemiskinan Periode 2005-2006 hingga 2008-2009 Pertumbuhan pendapatan pada periode 2006-2008 memiliki efek menurunkan kemiskinan, akan tetapi efek tersebut terhambat oleh redistribusi yang tidak berjalan dengan baik, sehingga memiliki efek meningkatkan kemiskinan. Net effect pengurangan kemiskinan yang terjadi selama periode tersebut menjadi hanya 2,71 persen dan 1,79 persen. Tekanan krisis global, kenaikan harga BBM dan inflasi diduga turut memengaruhi kondisi tersebut. Keadaan mulai membaik pada periode 2008-2009, dimana pertumbuhan pendapatan maupun redistribusinya memiliki efek menurunkan kemiskinan, dengan net effect sebesar 1,73 persen. Konsolidasi program pengentasan kemiskinan berbasis masyarakat yang dilaksanakan sejak tahun 2007, secara bertahap mengintegrasikan program-program pengentasan kemiskinan lintas sektoral sehingga program tersebut lebih efektif. Integrasi tersebut lebih melibatkan partisipasi masyarakat, memiliki efektifitas yang lebih dalam pengentasan kemiskinan. Proses redistribudi pendapatan yang masih menghambat efek pertumbuhan dalam mengurangi kemiskinan di awal pelaksanaan integrasi program, akan tetapi pada periode akhir RPJM 2005-2009 mengalami perbaikan dengan memberikan efek dalam mengurangi kemiskinan. Dekomposisi Kemiskinan Tingkat Provinsi Periode 2005-2006 Pembahasan dekomposisi kemiskinan pada periode ini dan periode 2006- 2007, hanya membahas efek pertumbuhan dan efek distribusi di 30 provinsi saja. Susenas tahun 2005 dan 2006 tidak dilaksanakan di NAD, Sulawesi Barat dan Papua Barat sehingga tidak dimasukkan dalam pembahasan. Pada periode ini, pertumbuhan pendapatan maupun distribusinya di sebagian besar provinsi memberikan dampak pada peningkatan kemiskinan. Hanya provinsi Kepulauan Riau dari 30 provinsi yang pertumbuhan pendapatan dan distribusinya memiliki efek dalam mengurangi kemiskinan. Meskipun peningkatan harga BBM dan harga bahan pokok khususnya beras terjadi dalam kurun 2005-2006, inflasi di Kepulauan Riau berjalan cukup stabil, demikian juga dengan indikator perekonomian lainnya seperti pertumbuhan dan investasi BI, 2005-2006. Pertumbuhan pendapatan memiliki dampak dalam mengurangi kemiskinan di provinsi Kalimantan Timur, Maluku dan Maluku Utara. Sedangkan redistribusi pendapatan yang memberikan efek dalam mengurangi kemiskinan terjadi di 12 provinsi yang sebagian besar berada di luar Jawa. Pulau Jawa sebagai pusat kegiatan perekonomian di Indonesia merasakan dampak negatif yang lebih besar dari peningkatan harga BBM dan harga