Poverty Equivalent Growth Rate PEGR

tidak hanya memperhitungkan pertumbuhan saja, akan tetapi juga manfaat pertumbuhan tersebut bagi seluruh masyarakat. Aksioma monotonicity mengimplikasikan bahwa tingkat penurunan kemiskinan seharusnya merupakan fungsi naik secara monotonically dari pro poor growth rate . Jika nilai fungsi pro poor growth rate meningkat berarti tingkat penurunan kemiskinan juga semakin besar, demikian juga sebaliknya semakin kecil nilai fungsinya semakin kecil pula penurunan kemiskinan yang terjadi. Metode PEGR memenuhi kriteria aksioma monotonicity, karena semakin besar nilai PEGR menunjukkan semakin besar pengurangan kemiskinan yang terjadi. Jika nilai PEGR negatif menunjukkan tidak terjadi penurunan kemiskinan. Penghitungan PEGR Tingkat kemiskinan penduduk dapat diukur berdasarkan rata-rata depresiasi yang dialami oleh penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan z, yang dirumuskan sebagai berikut ∫ = z dx x f x z P P , 3.1 Menurut Foster, Greer dan Thorbecke 1984, persamaan 3.1 tersebut dapat dituliskan menjadi ∑ = − = q i i z x z N P 1 α α 3.2 dimana: x = variabel acak pendapatan pengeluaran dari individu dengan fungsi distribusi fx fx = probabilitas fungsi kepadatan x z = garis kemiskinan q = jumlah penduduk miskin α = parameter dengan nilai 0,1,2 Pendiferensialan persamaan 3.1 terhadap P akan menghasilkan sebagai berikut ∫ ∂ ∂ = z dx x f x d x P P P dP 1 3.3 Asumsi yang digunakan yaitu Pz,z = 0, artinya jika pendapatan pengeluaran individu sama dengan garis kemiskinan, maka seseorang tidak termasuk penduduk miskin. Misalkan xp didefinisikan sebagai level pendapatan pengeluaran penduduk pada percentile ke-p, maka persamaan 3.3 dapat dituliskan sebagai: ∫ ∂ ∂ = z dp p g p x x P P P dLn 1 3.4 dimana p x dLn p g = merupakan tingkat pertumbuhan pendapatan pengeluaran penduduk pada persentil ke-p. Misalkan Lp adalah fungsi kurva Lorenz, yang menggambarkan persentase share dari total pendapatan pengeluaran yang dinikmati oleh p persen penduduk, ketika pendapatan pengeluaran perseorangan dari penduduk diurutkan dari yang terkecil. Maka kita dapat menuliskan xp sebagai berikut: p L p x µ = 3.5 dimanaμadalah rata-rata pendapatan pengeluaran dari keseluruhan penduduk dan Lp adalah turunan pertama dari fungsi Lorenz. Logaritma dari persamaan 3.5 dan turunan pertamanya akan menghasilkan rumusan sebagai berikut: p L dLn dLn p x dLn + = µ 3.6 atau dapat juga dituliskan sebagai berikut: p L dLn p g + = γ 3.7 dimana = dLnμ yaitu tingkat pertumbuhan rata-rata pendapatan pengeluaran dari keseluruhan penduduk. Kemudian persamaan 3.7 disubtitusikan ke persamaan 3.4 akan menghasilkan persamaan sebagai berikut: ∫ ∂ ∂ + = z dp p L dLn p x x P P P dLn 1 γη 3.8 dimana ∫ ∂ ∂ = z dp p x x P P 1 η yaitu elastisitas pertumbuhan terhadap kemiskinan growth elasticity of poverty yang diturunkan oleh Kakwani 1993. Nilai ini mempunyai arti besarnya persentase perubahan kemiskinan apabila ada 1 persen pertumbuhan rata-rata pendapatan penduduk, dengan asumsi proses pertumbuhan tidak mengubah ketidakmerataan ketika semua penduduk menerima manfaat dari pertumbuhan yang sama secara proporsional. Nilai elastisitas pertumbuhan ini selalu bernilai negatif apabila terjadi peningkatan rata-rata pendapatan atau terjadi pertumbuhan yang positif. Jika persamaan 3.8 dibagi dengan maka akan diperoleh ζ η δ + = 3.9 dimana γ η P dLn = dan ∫ ∂ ∂ = z dp p L dLn p x x P P 1 γ ζ . Masing-masing adalah elastisitas total terhadap kemiskinan total poverty elasticity atau , dan elastisitas distribusi terhadap pengurangan kemiskinan atau . Elastisitas distribusi mempunyai arti berapa persen perubahan kemiskinan yang disebabkan 1 persen perubahan ketidakmerataan yang menyertai proses pertumbuhan. Pertumbuhan dikatakan pro poor jika perubahan dalam ketidakmerataan yang menyertai pertumbuhan mengurangi jumlah total kemiskinan, atau jika elastisitas total kemiskinan δ lebih besar dibandingkan dengan elastisitas pertumbuhan ter hadap kemiskinan . Demikian juga sebaliknya, Pertumbuhan dikatakan anti poor jika perubahan dalam ketidakmerataan yang menyertai pertumbuhan meningkatkan jumlah total kemiskinan, atau jika elastisitas total kemiskinan δ lebih kecil dibandingkan dengan elastisitas pertumbuhan terhadap kemiskinan . Berdasarkan uraian tersebut, maka PEGR dirumuskan sebagai berikut: φγ γ η δ γ = = 3.10 dimana η δ φ = merupakan Pro Poor Index yang dikembangkan oleh Kakwani dan Pernia 2000. Jika PEGR ini dituliskan dalam bentuk persamaan awal, maka dapat dituliskan sebagai berikut: ∫ ∫ ∂ ∂ ∂ ∂ = z z dp p x x P dp p g p x x P γ 3.11 Nilai γ merupakan rata-rata tertimbang pertumbuhan pendapatan pada tiap persentil dengan penimbang tergantung pada ukuran kemiskinan yang digunakan. Jika ukuran kemiskinan yang digunakan dalam persamaan 3.11 adalah FGT, maka akan diperoleh γ sebagai berikut: ∫ ∫ − − − − = z z dp p x z p x z dp p g p x z p x z 1 1 α α γ 3.12 Metode penghitungan PEGR yang dijelaskan tersebut merupakan metode penghitungan perubahan kemiskinan dengan menggunakan teknik analisis secara ex-ante . Metode ini menggunakan asumsi bahwa perubahan ketidakmerataan pendapatan hanya berlangsung dengan cara terjadi pergeseran secara proporsional dan konstan di semua titik pada kurva Lorenz. Padahal pergeseran kurva Lorenz dapat disebabkan banyak hal, sehingga metode penghitungan PEGR secara ex- ante ini tidak mungkin untuk dilakukan. Metode penghitungan PEGR dengan menggunakan teknik analisis ex-post dilakukan untuk mengatasi permasalahan penghitungan secara ex-ante, yaitu dengan cara membandingkan keadaan kemiskinan, distribusi pendapatan kurva Lorenz dan rata-rata pendapatan penduduk pada awal periode dengan keadaan pada akhir periode. Misalkan ukuran kemiskinan merupakan fungsi dari garis kemiskinan z, rata-rata pendapatan μ, dan kurva Lorenz Lp, yang dituliskan sebagai berikut: , , p L z P P µ = 3.13 Jika ukuran kemiskinan yang digunakan adalah FGT sebagai berikut P n z y z i i q α α = −     = ∑ 1 1 3.14 d imana α = 0, 1, β dan y i = pendapatan penduduk ke-i dan q = jumlah penduduk miskin. Maka perubahan persentase penduduk miskin pada periode 1 dan periode 2 dapat dituliskan sebagai berikut: [ ] [ ] , , , , 1 1 2 2 1 2 12 p L z P Ln p L z P Ln P P P µ µ − = − = 3.15 Nilai 12 P ini masih mengandung komponen pertumbuhan dan komponen distribusi. Misalkan 1 µ dan 2 µ merupakan rata-rata pendapatan penduduk pada periode 1 dan periode 2, maka pertumbuhan pendapatan penduduk ∧ γ dapat dirumuskan sebagai berikut: 1 2 µ µ γ Ln Ln − = ∧ 3.16 Total elastisitas kemiskinan δ dapat didekomposisi menjadi elastisitas kemiskinan yang berkaitan dengan pertumbuhan dan elastisitas kemiskinan yang berkaitan dengan ketidakmerataan . Persamaan untuk total elastisitas δ sebagai berikut: [ ] [ ] γ µ µ δ ˆ , , , , ˆ 1 1 2 2 p L z P Ln p L z P Ln − = 3.17 dan ζ η δ ˆ ˆ ˆ + = 3.18 dimana elastisitas pertumbuhan terhadap kemiskinan dirumuskan sebagai berikut [ ] , , , , , , , , 2 1 ˆ 2 1 2 2 1 1 1 2 p L z P Ln p L z P Ln p L z P Ln p L z P Ln µ µ µ µ γ η − + − = 3.19 dan elastisitas distribusi terhadap kemiskinan dirumuskan sebagai berikut [ ] , , , , , , , , 2 1 ˆ 1 2 2 2 1 1 2 1 p L z P Ln p L z P Ln p L z P Ln p L z P Ln µ µ µ µ γ ζ − + − = 3.20 Berdasarkan rumusan 3.17 hingga rumusan 3.20 tersebut, maka nilai PEGR dapat dirumuskan sebagai berikut γ η δ γ ˆ ˆ ˆ ˆ = = PEGR 3.21 dimana nilai η δ ˆ ˆ merupakan nilai Pro poor growth Index PPGI. Nilai PEGR dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. γ γ ˆ ˆ = berarti pertumbuhan bersifat netral, setiap orang menerima manfaat yang sama secara proporsional dari pertumbuhan. 2. γ γ ˆ ˆ berarti pertumbuhan bersifat pro poor growth, penduduk miskin lebih banyak menerima manfaat dari pertumbuhan. 3. γ γ ˆ ˆ berarti pertumbuhan belum bersifat pro poor growth, manfaat pertumbuhan lebih banyak diterima penduduk tidak miskin ketidakmerataan meningkat tetapi masih terjadi pengurangan Kemiskinan. 4. ˆ γ berarti pertumbuhan bersifat anti pro poor growth atau manfaat pertumbuhan yang dinikmati penduduk tidak miskin, kemiskinan meningkat. Gagasan PEGR didasari kondisi ketika tingkat pertumbuhan γ menghasilkan pengurangan tingkat kemiskinan yang sama dengan laju pertumbuhannya γ . Kondisi ini menggambarkan bahwa ketika setiap orang dalam masyarakat menerima manfaat dari pertumbuhan secara proporsional yang berarti pula proses pertumbuhan tidak memberikan dampak pada perubahan distribusi pendapatan. Padahal kenyatannya tingkat proporsional pengurangan kemiskinan sebesar δγ , dimana δ adalah elastisitas total kemiskinan. Jika pertumbuhan didistribusikan secara netral tidak terjadi perubahan distribusi, maka tingkat pertumbuhan γ akan diikuti dengan pengurangan tingkat kemiskinan sebesar ηγ , yang seharusnya sama dengan δγ . Sehingga PEGR dapat dituliskan menjadi ηγ = δγ , atau γ η δ γ = . Contoh ilustrasi jika elastisitas total kemiskinan sebesar 34 dari elastisitas pertumbuhan terhadap kemiskinan. Jika laju pertumbuhan aktual sebesar 8 persen, maka akan ekuivalen dengan nilai PEGR sebesar 348 = 6 persen. Nilai ini mempunyai arti bahwa efektivitas pertumbuhan ekonomi dalam pengurangan kemiskinan 2 persen lebih rendah dari laju pertumbuhan aktual, karena kebijakan yang diterapkan tidak pro poor. Hal sebaliknya terjadi jika elastisitas total kemiskinan lebih besar 10 persen dari elastisitas pertumbuhan terhadap kemiskinan, sehingga nilai PEGR sebesar 1,19 = 9,9 persen. Hal ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang pro poor, karena efektivitas pertumbuhan ekonomi dalam pengurangan kemiskinan 0,9 persen lebih besar dari laju pertumbuhan aktual. 3.2.4 Analisis Regresi Data Panel Data panel adalah data yang memiliki dimensi ruang individu dan waktu Gujarati, 2004. Dalam data panel, data cross section yang sama diobservasi menurut waktu. Jika setiap unit cross section memiliki jumlah observasi time series yang sama maka disebut sebagai balanced panel total jumlah observasi = N x T. Sebaliknya jika jumlah observasi berbeda untuk setiap unit cross section maka disebut unbalanced panel. Penggabungan data cross section dan time series dalam data panel digunakan untuk mengatasi kelemahan dan menjawab pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh model cross section dan time series murni. Keunggulan penggunaan data panel memberikan banyak keuntungan menurut Baltagi 2005, diantaranya sebagai berikut: 1. Mampu mengontrol heterogenitas individu. Metode ini dalam mengestimasi dapat secara eksplisit memasukkan unsur heterogenitas individu. 2. Memberikan data yang lebih banyak dan beragam, mengurangi kolinearitas antar peubah, meningkatkan derajat bebas dan lebih efisien. 3. Lebih baik untuk studi dynamics of adjustment. Observasi cross section yang berulang, maka data panel lebih baik dalam mempelajari perubahan dinamis. 4. Lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section saja atau data time series saja. 5. Dapat digunakan untuk membangun dan menguji model yang lebih kompleks dibandingkan data cross section atau time series murni. Selain manfaat yang diperoleh dengan penggunaan panel data, metode ini juga memiliki kelemahan dan keterbatasan dalam penggunaannya di antaranya yaitu: 1. Masalah dalam desain survei panel, pengumpulan dan manajemen data. Masalah yang umum dihadapi diantaranya: cakupan coverage, nonresponse, kemampuan daya ingat responden recall, frekuensi dan waktu wawancara. 2. Distorsi kesalahan pengamatan measurement errors. Measurement errors umumnya terjadi karena respon yang tidak sesuai. 3. Masalah selektivitas selectivity yang mencakup hal-hal berikut: a. Self-selectivity : permasalahan yang muncul karena data-data yang dikumpulkan untuk suatu penelitian tidak sepenuhnya dapat menangkap fenomena yang ada. b. Nonresponse : permasalahan yang muncul dalam panel data ketika ada ketidaklengkapan jawaban yang diberikan oleh responden sampel rumahtangga. c. Attrition : jumlah responden yang cenderung berkurang pada survei lanjutan yang biasanya terjadi karena responden pindah, meninggal dunia atau biaya menemukan responden yang terlalu tinggi 4. Dimensi waktu time series yang pendek. Jenis panel mikro biasanya mencakup data tahunan yang relatif pendek untuk setiap individu. 5. Cross-section dependence. Sebagai contoh, apabila macro panel dengan unit analisis negara atau wilayah dengan deret waktu yang panjang mengabaikan cross-country dependence akan mengakibatkan inferensi yang salah misleading inference. Misalkan diberikan persamaan regresi data panel sebagai berikut: it it it X y ε β + = 3.22 dimana: it y : nilai dependent variable untuk setiap unit individu i pada periode t dimana i = 1, …, N dan t = 1, …, T it X : nilai independent variable yang terdiri dari sejumlah K variabel Gangguan acak diasumsikan mengikuti one-way error component model sebagai berikut: it i it u + = α ε 3.23 dan untuk two way error component model, komponen error diasumsikan mengikuti model berikut: it t i it u + + = µ α ε 3.24 dimana: i α : efek individu time invariant it u : disturbance yang besifat acak , ~ 2 u it N u σ t µ : efek waktu individual invariant Pada pendekatan one way komponen error hanya memasukkan komponen error yang merupakan efek dari individu i α . Pada two way telah memasukkan efek dari waktu t µ ke dalam komponen error, it u diasumsikan tidak berkorelasi dangan it X . Jadi perbedaan antara FEM dan REM terletak pada ada atau tidaknya korelasi antara i α dan t µ dengan it X . Fixed Effect Model FEM Model data panel dengan Fixed Effects Model FEM yaitu jika i α diperlakukan sebagai parameter tetap, namun bervariasi antar i = 1, 2, …, N. FEM digunakan ketika efek individu dan efek waktu mempunyai korelasi dengan it X atau memiliki pola yang sifatnya tidak acak. Asumsi ini membuat komponen error dari efek individu dan waktu dapat menjadi bagian dari intercept. FEM pada umumnya terjadi ketika N relatif kecil dan T relatif besar. Untuk one way komponen error: it it i it u X a y + + = β 3.25 Sedangkan untuk two way komponen error: it it t i it u X a y + + + = β µ 3.26 Penduga FEM dapat dihitung dengan beberapa teknik, yaitu Pooled Least Square PLS, Within Group WG, Least Square Dummy Variable LSDV, dan Two Way Error Component Fixed Effect Model . Random Effect Model REM Model data panel dengan Random Effects Model REM yaitu jika i α diperlakukan sebagai parameter yang bersifat random. REM digunakan ketika efek individu dan efek waktu tidak berkorelasi dengan it X atau memiliki pola yang sifatnya acak. Keadaan ini membuat komponen error dari efek individu dan efek waktu dimasukkan ke dalam error. REM pada umumnya digunakan pada data yang memiliki N relatif besar dan T relatif kecil. Model REM secara umum dituliskan sebagai berikut: i it it it u X a y τ β + + + = 3.27 dengan i i τ α σ + = dan memiliki rata-rata nol. i τ merepresentasikan gangguan individu individual disturbance yang tetap sepanjang waktu. Asumsi yang digunakan dalam REM adalah | = i it u E τ 3.28 2 2 | u i it u E σ τ = 3.29 | = it i x E τ untuk semua i dan t 3.30 2 2 | τ σ τ = it i x E untuk semua i dan t 3.31 = j it u E τ untuk semua i, t, dan j 3.32 = js it u u E untuk j i ≠ dan s t ≠ 3.33 = j i E τ τ untuk j i ≠ 3.34 Berdasarkan semua asumsi pada REM, yang paling penting adalah | = it i x E τ . Nilai ini menjadi penting karena berguna untuk menentukan apakah akan digunakan FEM atau REM. Penduga REM biasanya dihitung dengan metode Generalized Least Square GLS. Pengujian asumsi ini menggunakan HAUSMAN test, dengan uji hipotesis sebagai berikut: H | = it i x E τ :  Tidak ada korelasi antara komponen error dengan peubah bebas H 1 | ≠ it i x E τ :  Ada korelasi antara komponen error dengan peubah bebas Nilai statistic hausman dirumuskan sebagai berikut: k M M H FEM REM REM FEM FEM REM 2 1 ~ ˆ ˆ ˆ ˆ χ β β β β − − − = − 3.35 dimana M : matriks kovarians untuk parameter β k : derajat bebas Jika H 2 tabel χ maka komponen error mempunyai korelasi dengan peubah bebas, sehingga tolak Ho dan model yang digunakan adalah FEM. Uji Asumsi Uji asumsi dilakukan untuk memenuhi persyaratan sebuah model yang akan digunakan. Setelah kita memutuskan untuk menggunakan suatu model tertentu FEM atau REM berdasarkan HAUSMAN Test, maka kita dapat melakukan uji terhadap asumsi yang digunakan dalam model. Uji Heteroskedastisitas Nilai dugaan parameter dalam model regresi diasumsikan bersifat BLUE Best Linier Unbiased Estimate, maka var u i harus sama dengan σ 2 konstan, atau semua residual atau error mempunyai varian yang sama, yang disebut dengan homoskedastisitas. Sedangkan bila varian tidak konstan atau berubah-ubah disebut dengan heteroskedastisitas. Metode General Least Square Cross section Weights yaitu dengan membandingkan sum square Resid pada Weighted Statistics dengan sum square Resid unweighted Statistics dapat digunakan untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas. Jika sum square Resid pada Weighted Statistics lebih kecil dari sum square Resid unweighted Statistics, maka terjadi heteroskedastisitas Greene, 2002. Uji Autokorelasi Model regresi mengasumsikan tidak terjadi autokorelasi, yaitu korelasi yang terjadi antar observasi dalam satu peubah atau korelasi antar error masa yang lalu dengan error masa sekarang. Autokorelasi yang terjadi dalam model regresi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya. Pengujian ada tidaknya autokorelasi dalam model dapat dilakukan pengujian dengan menggunakan Wooldridge Test . Metode Wooldrigde menggunakan residual dari model regresi pada first differences. Model regresi terbebas dari masalah autokorelasi jika korelasi residual dari model regresi pada first differences terhadap lag-nya adalah -0,05 Drukker, 2003. Spesifikasi Model dalam Penelitian Berdasarkan faktor yang berpengaruh terhadap pro poor growth dengan proksi pengurangan penduduk miskin, sebagaimana telah dijelaskan di sub bab 2.6, berikut beberapa faktor yang mempengaruhi pro poor growth yang berarti pula mempengaruhi poverty reduction, yaitu diantaranya produktifitas sektor pertanian, pengeluaran pemerintah untuk investasi publik, pendidikan bagi kaum perempuan, tingkat pendidikan, ketimpangan pendapatan dan jumlah penduduk. Pada penelitian ini, variabel tak bebas yang digunakan yaitu jumlah penduduk miskin di masing-masing provinsi MISKIN. Faktor peningkatan produktifitas sektor pertanian didekati dengan data produktifitas sektor pertanian per tenaga kerja TANI. Data belanja modal investasi pemerintah digunakan sebagai pendekatan untuk pengeluaran pemerintah untuk investasi publik INV_PEM. Rata-rata lama sekolah bagi kaum perempuan menunjukkan tingkat pendidikan bagi kaum perempuan RLSP. Rata- rata lama sekolah bagi kaum perempuan menunjukkan tingkat pendidikan bagi kaum laki-laki RLSL. Rata-rata lama sekolah menunjukkan rata-rata lama sekolah tiap penduduk RLS. Data indeks gini menunjukkan ketimpangan pendapatan GINI. Data jumlah penduduk sebagai variabel bebas terakhir yang diduga berpengaruh terhadap pengurangan jumlah penduduk miskin PDDK. Berdasarkan penjelasan variabel yang digunakan, terdapat tiga variabel yaitu variabel RLSP, RLSL dan RLS, dimana rata-rata lama sekolah bagi kaum perempuan dan laki-laki sudah termasuk dalam penghitungan rata-rata lama sekolah. Sehingga apabila ketiga variabel digunakan dalam satu model, akan menimbulkan permasalahan endogenity. Untuk menghindari permasalahan tersebut, dibangun tiga persamaan dengan masing-masing menggunakan variabel RLS, RLSP dan RLSL. Adapun model yang digunakan sebagai berikut: it it it t i it LnRLS PEM LnINV LnTANI LnMISKIN 3 2 1 _ β β β µ α β + + + + + = it it it u LnPDDK LnGINI + + + 5 4 β β 3.36 it it it t i it LnRLSP PEM LnINV LnTANI LnMISKIN 3 2 1 _ β β β µ α β + + + + + = it it it u LnPDDK LnGINI + + + 5 4 β β 3.37 it it it t i it LnRLSL PEM LnINV LnTANI LnMISKIN 3 2 1 _ β β β µ α β + + + + + = it it it u LnPDDK LnGINI + + + 5 4 β β 3.38 Dimana MISKIN it TANI = Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi i tahun t. it INV_PEM = Produktifitas sektor Pertanian di Provinsi i Tahun t. it RLSP = Pengeluaran investasi Pemerintah di Provinsi i Tahun t. it RLS = rata-rata lama sekolah kaum perempuan di Provinsi i Tahun t it GINI = rata-rata lama sekolah tiap penduduk di Provinsi i Tahun t it PDDK = nilai indeks Gini di Provinsi i Tahun t. it = jumlah penduduk di Provinsi i Tahun t. j = parameter yang diestimasi, j = 0, 1, 2, 3, 4, 5. α i µ = efek individu Provinsi i t u = efek waktu tahun t i = komponen error. Model yang dibangun tersebut merupakan pengembangan dari model yang digunakan oleh Suparno 2010. Berdasarkan model tersebut, diharapkan koefisien dari tiga variabel bebas yang pertama di kedua model mempunyai nilai yang negatif. Variabel bebas tersebut yaitu produktifitas sektor pertanian, investasi pemerintah, rata-rata lama sekolah di model pertama, rata-rata lama sekolah bagi kaum perempuan di model kedua dan rata-rata lama sekolah bagi kaum laki-laki di model ketiga. Peningkatan dari ketiga variabel di masing-masing model diharapkan dapat mengurangi jumlah penduduk miskin. Sedangkan koefisien dari variabel bebas indeks gini dan jumlah penduduk diharapkan bernilai positif. Selain itu, model yang digunakan dituliskan dalam bentuk logaritma natural sehingga nilai koefisien variabel bebas menunjukkan elastisitasnya terhadap jumlah penduduk miskin. 3.3 Definisi Oper asional Pada bab 2 telah dijelaskan beberapa ukuran yang relevan digunakan dalam penelitian, diantaranya ukuran kemiskinan, ukuran pertumbuhan ekonomi, ukuran ketimpangan pendapatan dan faktor yang berpengaruh terhadap pro poor growth. Berdasarkan ukuran-ukuran tersebut, maka dapat didefinisikan beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian, dengan definisi operasional sebagai berikut BPS, 2007. 1 Head Count Index P0, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total jumpah penduduk. Satuan yang digunakan dalam P0 adalah persen . 2 Pertumbuhan Ekonomi Growth yaitu peningkatan pendapatan dari sutau periode ke periode tertentu, yang dihitung berdasarkan peningkatan Produk Domestik Bruto PDB. Sedangkan PDB sendiri merupakan suatu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu Negara dalam suatu periode tertentu. Satuan yang digunakan dalam menghitung pertumbuhan ekonomi adalah persen . 3 Indeks Gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Nilai Indeks Gini terletak antara 0 nol dan 1 satu, dimana nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmerataan sempurna. Nilai Indeks Gini ini digunakan sebagai proksi ukuran ketimpangan pendapatan. 4 Produktifitas Sektor Pertanian merupakan ukuran besarnya output di sektor pertanian yang dihasilkan oleh tiap pekerja di sektor tersebut. Produktifitas sektor pertanian dihitung dengan menggunakan satuan ribu rupiah per tenaga kerja. 5 Belanja Modal Pemerintah adalah pengeluaran untuk sarana dan prasarana ekonomi, seperti bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal; jalan, jembatan dan konstruksi lainnya; mesin dan peralatan; kendaranaan; perbaikan besar pada modal; tanah dan ternak. Belanja Modal Pemerintah ini digunakan sebagai proksi Pengeluaran Pemerintah untuk Investasi Publik. Investasi pemerintah dihitung dengan menggunakan satuan juta rupiah. 6 Rata-rata lama sekolah bagi perempuan adalah nilai rata-rata lamanya kaum perempuan usia lebih dari 15 tahun menempuh pendidikan di sekolah. Rata- rata lama sekolah bagi perempuan ini digunakan sebagai proksi tingkat pendidikan bagi perempuan. Satuan yang digunakan dalam menghitung rata- rata lama sekolah bagi perempuan adalah tahun. 7 Rata-rata lama sekolah adalah nilai rata-rata bagi tiap penduduk usia lebih dari 15 tahun dalam menempuh pendidikan di sekolah. Variabel rata-rata lama sekolah ini digunakan sebagai proksi tingkat pendidikan. Satuan yang digunakan dalam menghitung rata-rata lama sekolah adalah tahun. 8 Rata-rata lama sekolah bagi laki-laki adalah nilai rata-rata bagi tiap penduduk laki-laki usia lebih dari 15 tahun dalam menempuh pendidikan di sekolah. Variabel rata-rata lama sekolah bagi laki-laki ini digunakan sebagai proksi tingkat pendidikan bagi laki-laki. Satuan yang digunakan dalam menghitung rata-rata lama sekolah bagi laki-laki adalah tahun. 9 Jumlah penduduk menyatakan semua orang yang berdomisili di wilayah teritorial selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan menetap. Jumlah penduduk dihitung dengan satuan ribu orang. Berikut Tabel yang berisi tentang variabel dan keterangannya. Tabel 3. Variabel yang digunakan dalam penelitian dan keterangannya No Nama Variabel Keterangan Satuan 1. MISKIN Jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan Ribu orang 2. P0 Persentase Penduduk Miskin Persen 3. GROWTH Pertumbuhan Ekonomi Persen 4. GINI Nilai Indeks Gini Tanpa satuan 5. PERTANIAN Produktifitas pekerja di sektor pertanian Ribu rupiah per tenaga kerja 6. INV_PEM Belanja modal pemerintah Juta rupiah 7. RLSP Rata-rata lama sekolah kaum perempuan Tahun 8. RLS Rata-rata lama sekolah Tahun 9. RLSL Rata-rata lama sekolah kaum laki-laki Tahun 10. PDDK Jumlah penduduk Ribu orang

IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI

PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

4.1 Pertumbuhan Ekonomi

Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan konsumsi tersebut. Pertumbuhan ekonomi berarti terjadinya peningkatan pendapatan yang dapat didekati dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan wilayah berdasarkan peningkatan PDB atau PDRB menurut harga konstan, atau pendekatan rumah tangga berdasarkan peningkatan rata-rata pendapatan perkapita dalam periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi yang dihitung berdasarkan peningkatan PDRB menurut harga konstan digunakan dalam analisis deskriptif berikut. Nilai rata-rata pertumbuhan ekonomi di tingkat provinsi di Indonesia memiliki kecenderungan untuk menurun selama tahun 2005 hingga 2009. Standar deviasi pertumbuhan ekonomi di tingkat provinsi menunjukkan adanya kecenderungan untuk meningkat selama tahun 2005 hingga 2009 Gambar 9. Hal ini menunjukkan sebaran pertumbuhan ekonomi yang semakin beragam antar provinsi atau bisa dikatakan semakin timpang. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan syarat keharusan dalam pengentasan kemiskinan Todaro dan Smith, 2006; Siregar dan Wahyuniarti, 2007; Tambunan, 2009. Fenomena kecenderungan pertumbuhan ekonomi yang menurun dengan ketimpangan yang semakin besar antar provinsi, tentunya akan berpengaruh terhadap dampaknya dalam permasalahan kemiskinan. Penurunan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan terjadi pada tahun 2006 dimana nilai rata-rata maupun standar deviasinya lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi ini mengalami perbaikan pada tahun 2007, yang mengindikasikan peningkatan laju pertumbuhan di seluruh provinsi dibanding tahun sebelumnya dengan ketimpangan yang semakin kecil. Keadaan ini memburuk di tahun 2008 hingga tahun 2009, dimana terjadi penurunan nilai rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dengan standar deviasi yang terus meningkat. Laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 yang lebih beragam dibanding sebelumnya menunjukkan ketimpangan antar provinsi yang semakin besar Gambar 8. Gambar 8. Rata-rata pertumbuhan ekonomi dan standar deviasinya tahun 2005- 2009 Berdasarkan urutan laju pertumbuhan, maka provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara dan Papua Barat selama tahun 2005 hingga 2009 termasuk sebagai sepuluh provinsi dengan laju pertumbuhan tertinggi. Berkebalikan dengan provinsi NAD yang masuk sebagai dua provinsi dengan laju pertumbuhan terendah selama tahun 2005-2009. Konflik internal yang berkepanjangan dan bencana alam tsunami memiliki pengaruh yang tidak sedikit terhadap proses pembangunan di NAD. Provinsi Kalimantan Timur dan Kepulauan Riau mempunyai laju pertumbuhan yang memburuk. Pada periode 2005-2008, kedua provinsi tersebut masuk sebagai sepuluh provinsi dengan laju tertinggi, namun demikian ternyata pada tahun 2009 keduanya termasuk dalam lima provinsi dengan laju terendah. Kepulauan Riau sebagai daerah industri mengalami modal keluar capital outflow yang cukup besar pada tahun 2008 karena krisis global BI, 2005-2009. Selain itu peningkatan harga BBM dan inflasi yang menyebabkan penurunan daya beli masyarakat Kepulauan Riau diduga turut berpengaruh. Sedangkan di Kalimantan Timur, output sektor pertambangan dan penggalian mengalami penurunan selain adanya inflasi. Penutupan beberapa area tambang PT. Kaltim Prima Coal sebagai produsen terbesar menjadi penyebabnya BI, 2005-2009. Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Barat pada tahun 2009 masuk sebagai sepuluh provinsi dengan laju tertinggi yang sebelumnya sebagai lima provinsi dengan laju terendah. Kedua provinsi ini merupakan provinsi baru yang banyak melakukan pembangunan infrastruktur, sehingga pada tahap awal pembangunan memiliki perkembangan kegiatan perekonomian yang cukup pesat dibandingkan provinsi lain. Perkembangan laju pertumbuhan di setiap provinsi selama periode penelitian tahun 2005-2009 dapat dilihat pada Lampiran 1. Apabila berdasarkan nilai selisih pertumbuhannya, maka provinsi Lampung dan Nusa Tenggara Barat NTB termasuk ke dalam sepuluh provinsi dengan selisih pertumbuhan terbesar selama tahun 2005-2009. Provinsi NAD, Riau, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, Papua, Kalimantan Selatan, dan Daerah Istimewa Yogyakarta DIY yang pada periode 2005-2006 masuk sebagai sepuluh provinsi dengan selisih pertumbuhan terbesar, selanjutnya justru masuk sebagai lima provinsi dengan selisih pertumbuhan terendah. Berkebalikan dengan provinsi Kalimantan Tengah, Papua Barat, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat yang justru berpindah sebagai sepuluh provinsi dengan selisih pertumbuhan tertinggi pada periode 2007-2008 dan 2008-2009, dimana dua diantaranya sebagai provinsi baru. Perkembangan selisih pertumbuhan selama tahun 2005-2006, tahun 2006- 2007, tahun 2007-2008 dan tahun 2008-2009 dapat dilihat pada Lampiran 2. Perbandingan laju pertumbuhan tahun 2009 terhadap tahun 2005 di setiap provinsi, memberikan gambaran bahwa 14 provinsi memiliki selisih pertumbuhan positif dan 19 provinsi lainnya memiliki selisih pertumbuhan negatif Gambar 9. Empat belas provinsi yang dimaksud, empat diantaranya merupakan provinsi baru yaitu Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku Utara dan Bangka Belitung, dan satu provinsi dalam rangka pemulihan kondisi perekonomian karena bencana alam dan konflik internal, yaitu NAD. Sedangkan provinsi Riau, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, Papua dan DIY merupakan lima provinsi dengan selisih pertumbuhan terendah selama tahun 2005-2009. Provinsi Riau dan Kalimantan Timur keduanya memiliki PDRB yang hampir setengahnya disumbang dari sektor minyak dan gas. Harga minyak selama periode 2005-2009 sering mengalami kenaikan yang tentunya berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi kedua provinsi tersebut. Capital outflow terjadi di Kepulauan Riau, sedangkan kontraksi