Poverty Growth Equivalent Rate PEGR
program pengentasan kemiskinan dilaksanakan bertahap sejak tahun 2007, dimana tahun 2007 hanya meneruskan program yang sudah berjalan secara lebih
terkoordinasi. Tahun 2008 konsolidasi tidak hanya mengintegrasikan program yang sudah ada, akan tetapi juga program pengentasan kemiskinan yang lain di berbagai
kementrianlembaga. Selain itu memberikan kesempatan yang lebih kepada masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan. Misalnya
cakupan wilayah dalam PNPM Mandiri yang semakin luas menunjukkan jangkauan program tersebut juga lebih tepat sasaran, dimana tahun 2007 mencakup 2827
kecamatan, tahun 2008 mencakup 3800 kecamatan dan tahun 2009 mencakup seluruh kecamatan sebanyak 5263 kecamatan.
PEGR Tingkat Provinsi Periode 2005-2006
Seperti halnya ketika menganalisa dekomposisi kemiskinan Shapley, maka dalam analisa nilai PEGR ini hanya memasukkan 30 provinsi pada periode 2005-
2006 dan 2006-2007 karena keterbatasan data. Provinsi tersebut tidak termasuk NAD, Sulawesi Barat dan Papua Barat.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pertumbuhan ekonomi periode ini termasuk anti pro poor growth yang juga terjadi di hampir keseluruhan
provinsi, kecuali Kepulauan Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Ketiga provinsi tersebut memiliki nilai PEGR positif dan melebihi nilai pertumbuhan
aktualnya sehingga bersifat pro poor growth yang berarti penduduk miskin mendapatkan manfaat pertumbuhan yang lebih daripada penduduk tidak miskin.
Dekomposisi kemiskinan dari ketiga provinsi ini menunjukkan nilai net effect yang negatif, yang berarti memiliki dampak dalam mengurangi kemiskinan. Kepulauan
Riau memiliki pertumbuhan yang mampu mengurangi kemiskinan sekaligus proses redistribusi yang berjalan dengan baik, sehingga memperkuat dampak pertumbuhan
tersebut dalam mengentaskan kemiskinan. Peningkatan investasi yang diikuti bertambahnya lapangan kerja diduga berpengaruh terhadap manfaat pertumbuhan
bagi penduduk miskin BI, 2005-2006. Redistribusi pendapatan di Kalimantan Barat berjalan dengan baik sehingga mampu meng-off set efek pertumbuhan, sehingga net
effect mengurangi kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi yang positif dengan inflasi yang stabil dan berada di bawah angka nasional membantu dalam proses redistribusi
pendapatan di Kalimantan Barat. Sebaliknya ketimpangan distribusi pendapatan di provinsi Kalimantan Timur mengurangi kemampuan pertumbuhan dalam mengurangi
kemiskinan. Peningkatan kinerja sektor pertambangan dan penggalian khususnya minyak dan gas diduga berpengaruh terhadap pertumbuhan di Kalimantan Timur
meskipun meningkatkan ketimpangan BI, 2005-2006. Terlihat karakteristik yang berbeda dari ketiga provinsi dalam hal
pengurangan kemiskinan melalui pencapaian pertumbuhan ekonomi. Pengurangan kemiskinan dapat dilakukan di provinsi Kepulauan Riau karena pertumbuhan yang
disertai dengan pemerataan, akan tetapi di provinsi lainnya karena pencapaian pertumbuhan yang tinggi atau redistribusi yang berjalan dengan baik. Hal ini
mengindikasikan bahwa karakteristik yang berbeda antar daerah turut memberikan andil dalam keberhasilan pengentasan kemiskinan. Nilai PEGR periode 2005-2006 di
setiap provinsi dapat dilihat pada Lampiran 17.
PEGR Tingkat Provinsi Periode 2006-2007
Nilai PEGR di tingkat nasional pada periode ini menunjukkan belum bersifat pro poor growth, yang berarti manfaat pertumbuhan yang dirasakan oleh penduduk
miskin lebih sedikit daripada manfaat yang dirasakan oleh penduduk tidak miskin. Pada periode ini, 15 provinsi dari 27 provinsi mengalami perbaikan dibandingkan
periode 2005-2006 meskipun pertumbuhan yang dicapai belum bersifat pro poor growth. Artinya dampak pertumbuhan pada periode ini telah dirasakan manfaatnya
oleh penduduk miskin meskipun tidak sebesar penduduk tidak miskin. Bahkan pertumbuhan di provinsi Kepulauan Riau, NTB, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah
dan Maluku telah bersifat pro poor growth. Berdasarkan dekomposisi kemiskinan, empat provinsi kecuali NTB
menunjukkan bahwa efek pertumbuhan dan efek distribusi mengurangi kemiskinan. Sebaliknya pada periode ini pertumbuhan di provinsi Kalimantan Barat dan
Kalimantan Timur menjadi anti pro poor growth walaupun sebelumnya telah
mencapai pertumbuhan yang pro poor growth. Berdasarkan nilai dekomposisinya, peningkatan kemiskinan di Kalimantan Barat dipicu oleh ketimpangan pendapatan.
Sedangkan di Kalimantan Timur oleh pertumbuhan pendapatan yang lebih banyak dirasakan oleh pihak-pihak tidak miskin.
Secara umum, kondisi pada periode ini mengalami perbaikan dibanding sebelumnya. Tercatat 5 provinsi Kepulauan Riau, NTB, Sulawesi Utara, Sulawesi
Tengah dan Maluku telah mencapai pertumbuhan yang pro poor growth, dibandingkan sebelumnya yang hanya 3 provinsi yang mencapai pertumbuhan yang
pro poor growth. Nilai PEGR periode 2006-2007 di setiap provinsi dapat dilihat pada Lampiran 18.
PEGR Tingkat Provinsi Periode 2007-2008 dan 2008-2009
Nilai PEGR pada periode ini dan periode 2008-2009 telah memasukkan keseluruhan provinsi di Indonesia termasuk NAD, Sulawesi Barat dan Papua Barat
yang tidak tercakup pada periode sebelumnya. Nilai PEGR tingkat nasional di kedua periode ini lebih besar dibandingkan pertumbuhan aktualnya, yang berarti
pembangunan telah mencapai pertumbuhan yang pro poor growth. Akan tetapi nilai PEGR di tingkat provinsi menunjukkan hasil yang berbeda di kedua periode. Nilai
PEGR periode 2007-2008 dan periode 2008-2009 di setiap provinsi dapat dilihat pada Lampiran 19 dan Lampiran 20.
Pada periode 2007-2008, sebanyak 15 provinsi mengalami perbaikan dengan mencapai pertumbuhan yang pro poor growth dibanding sebelumnya yang belum
bahkan anti pro poor growth. Provinsi Kepulauan Riau yang pada dua periode sebelumnya telah mencapai pertumbuhan yang pro poor growth, pada periode ini
memburuk dengan pencapaian pertumbuhan yang anti pro poor growth. Karakteristik kepulauan dan sebagai daerah industri di Kepulauan Riau cukup rentan terhadap
pengaruh krisis global tahun 2008 BI, 2007-2009. Demikian juga dengan Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, pencapaian pertumbuhan ekonomi di kedua
provinsi masih belum bersifat pro poor growth. Menurunnya permintaan dunia terhadap output sektor pertambangan dan penggalian seiring krisis global diduga
menjadi penyebab pertumbuhan yang belum pro poor growth di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur BI, 2007-2009.
Pada periode 2008-2009, hampir seluruh provinsi mencapai pertumbuhan yang bersifat pro poor growth kecuali provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara
dan Papua Barat. Pertumbuhan yang bersifat belum pro poor growth, merupakan kondisi yang menurun di provinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara. Inflasi
yang melebihi angka nasional di kedua provinsi diduga menjadi penyebab menurunnya manfaat pertumbuhan bagi penduduk miskin. Akan tetapi kondisi
tersebut merupakan peningkatan bagi provinsi Papua Barat, yang sebelumnya memiliki pertumbuhan yang anti pro poor growth. Sebagai provinsi baru,
pertumbuhan yang memberikan manfaat kepada penduduk miskin merupakan pencapaian yang lebih baik meskipun manfaat tersebut tidak sebesar yang dirasakan
oleh penduduk tidak miskin. Perbedaan karakteristik antar provinsi diduga turut berperan dalam pencapaian pertumbuhan yang berbeda-beda antar provinsi dan antar
periode ini. Pada awal periode RPJM 2005-2009, dampak pencapaian pertumbuhan
ekonomi memang masih belum terlihat dalam pengentasan kemiskinan. Berbagai faktor seperti kenaikan harga BBM dan kenaikan harga beras sebagai akibat larangan
impor beras, turut andil dalam hal ini. Kenaikan harga yang pada akhirnya memicu adanya inflasi, melemahkan daya beli penduduk miskin dan memperkecil peluang
untuk memperbaiki kesejahteraan dan keluar dari kondisi miskin. Selain itu, berbagai program pengentasan kemiskinan masih dilakukan secara parsial dan belum
terintegrasi dengan baik. Pelaksanaan program tersebut sering tumpang tindih dan tidak memberikan hasil yang optimal dalam pengentasan kemiskinan. Akan tetapi
sejak dilaksanakan harmonisasi program-program pemberdayaan masyarakat tahun 2007, berbagai program tersebut dalam pelaksanaannya mulai saling bersinergi satu
sama lain. Hal ini terlihat dari dampak yang cukup baik dalam pengentasan kemiskinan, kemiskinan di tingkat nasional menurun hingga mencapai 14,15 persen
pada tahun 2009 meskipun nilai ini masih jauh dari yang ditargetkan.