Distribusi Pendapatan DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI

meningkatkan penyerapan tenaga kerja, sehingga berakibat pada meningkatnya pengangguran dan lemahnya kemampuan penduduk khususnya penduduk miskin untuk meningkatkan kesejahteraannya yang selanjutnya meningkatkan ketimpangan pendapatan di provinsi DIY. Provinsi Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Papua Barat dan Kalimantan Timur memiliki ketimpangan yang memburuk, yang pada tahun 2005 dan 2007 termasuk sebagai sepuluh provinsi dengan nilai Indeks gini terendah, dan pada periode berikutnya masuk sebagai lima provinsi dengan nilai Indeks gini tertinggi. Inflasi yang berada di atas angka nasional dan menurunnya daya beli masyarakat, pertumbuhan tenaga kerja yang melebihi pertumbuhan kesempatan kerja di Sulawesi Tengah, serta pertumbuhan negatif di sektor pertambangan dan penggalian di Kalimantan Timur, merupakan tekanan terhadap peningkatan kesejahteraan penduduk miskin yang pada akhirnya berdampak terhadap peningkatan distribusi pendapatan BI, 2005-2009. Berkebalikan dengan provinsi Sulawesi Tenggara, NTB dan Gorontalo justru berpindah dari posisi lima provinsi dengan Indeks gini tertinggi, yang berarti terjadi perbaikan ketidakmerataan. Meskipun inflasi juga terjadi di ketiga provinsi, tetapi dampaknya tertutupi oleh peningkatan konsumsi pemerintah dan investasi yang setidaknya berdampak pada peningkatan pendapatan melalui penciptaan lapangan pekerjaan BI, 2005-2009. Perkembangan Indeks gini di setiap provinsi selama periode penelitian tahun 2005-2009 dapat dilihat pada Lampiran 3. Perubahan distribusi pendapatan dapat dilihat dari perubahan nilai Indeks gini, dengan nilai yang positif maupun negatif. Perubahan positif berarti terjadi peningkatan ketidakmerataan atau distribusi yang semakin timpang, perubahan negatif sebaliknya terjadi penurunan ketidakmerataan. Berdasarkan selisih nilai Indeks gininya, provinsi NAD, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Papua Barat sebagai provinsi hasil pemekaran dari provinsi Papua, mempunyai selisih yang semakin besar. Provinsi-provinsi tersebut pada tahun 2005-2006 dan 2006-2007 memiliki selisih Indeks gini negatif, tetapi pada periode berikutnya memiliki selisih Indeks gini positif. Berkebalikan dengan provinsi Kepulauan Riau, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Papua. Kepulauan Riau, Maluku dan Maluku Utara pada tahun 2005-2006 memiliki selisih Indeks gini positif. Pada tahun 2006-2007 memiliki selisih Indeks gini negatif yang berarti terjadi perbaikan pada distribusi pendapatan, bahkan masuk sebagai sepuluh provinsi dengan selisih terkecil. Demikian juga dengan provinsi Papua Barat dan Sulawesi Barat, yang pada tahun 2006-2007 memiliki selisih Indeks gini positif, pada tahun 2008-2009 memiliki selisih negatif. Perkembangan Selisih Indeks gini di setiap provinsi selama 2005-2006, tahun 2006-2007, tahun 2007-2008 dan tahun 2008-2009 dapat dilihat pada Lampiran 4. Nilai Indeks gini tahun 2009 jika dibandingkan dengan tahun 2005, maka secara rata-rata mengalami peningkatan dari 0,301 2005 menjadi 0,332 2009. Sebelas provinsi memiliki selisih nilai Indeks gini negatif yang berarti pada tahun 2009 mengalami perbaikan distribusi pendapatan dibandingkan tahun 2005. Provinsi tersebut yaitu Bengkulu, Jambi, Papua, DIY, Jawa Timur, Lampung, Bali, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, NAD, Sumatera Utara dan Gorontalo berdasarkan urutan selisih Indeks gini terkecil. Sedangkan provinsi Kalimantan Timur, Maluku Utara, Kalimantan Selatan, Papua Barat dan DKI Jakarta merupakan lima provinsi dengan selisih Indeks gini terbesar, yang berarti mengalami peningkatan ketidakmerataan Gambar 11.. Gambar 10. Selisih Indeks gini tahun 2005 dan 2009 menurut Provinsi

4.3 Kemiskinan

Pengentasan kemiskinan merupakan tujuan utama dalam pembangunan, melalui peningkatan kesejahteraan penduduk miskin. Ukuran kemiskinan yang dihitung oleh BPS salah satunya yaitu jumlah penduduk miskin dan persentase penduduk miskin atau head count index yang dinotasikan dengan P0. Penduduk dikategorikan miskin jika pengeluaran perkapita perbulan makanan dan bukan makanan berada di bawah garis kemiskinan nilai rupiah yang harus dikeluarkan seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidup minimumnya, baik kebutuhan hidup minimum makanan maupun bukan makanan. Berdasarkan ukuran statistik deskriptif yang diperoleh, secara rata-rata persentase penduduk miskin P0 memiliki kecenderungan untuk menurun selama tahun 2005-2009. Demikian juga dengan nilai standar deviasinya yang menunjukkan kecenderungan yang sama sejak tahun 2006 hingga tahun 2008, yang berarti terjadi penurunan persentase penduduk miskin di tingkat provinsi. Pada tahun 2006 rata-rata P0 meningkat dibanding tahun 2005, dan standar deviasi yang menurun menunjukkan peningkatan kemiskinan di tingkat provinsi pada tahun tersebut. Tetapi pada tahun 2009, walaupun secara rata-rata P0 menurun dibanding sebelumnya, peningkatan standar deviasi menunjukkan kemiskinan yang semakin timpang di tingkat provinsi Tabel 5. Kecenderungan nilai rata-rata P0 yang menurun selama tahun 2005-2009, juga terjadi pada nilai rata-rata jumlah penduduk miskin dan standar deviasinya. Pada tahun 2006 terjadi peningkatan rata-rata jumlah penduduk miskin dibanding sebelumnya, demikian juga standar deviasinya yang mengindikasikan jumlah penduduk miskin di tingkat provinsi yang semakin timpang. Peningkatan harga beras antara Februari 2005 dan Maret 2006 sebagai akibat larangan impor beras merupakan penyebab utama peningkatan kemiskinan, selain peningkatan harga BBM World Bank, 2006. Beras merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia terutama bagi yang kurang mampu, sehingga peningkatan harga beras berdampak pada kemiskinan ADB, 2007 . Selain itu, inflasi akibat peningkatan harga ini mengakibatkan daya beli penduduk miskin semakin lemah sehingga memperkecil kesempatan untuk memperbaiki kesejahteraan dan keluar dari kondisi miskin. Pertumbuhan ekonomi yang menurun pada tahun 2006 setidaknya turut berpengaruh terhadap upaya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan. Selain itu, program pengentasan kemiskinan hingga tahun 2006 masih dilaksanakan secara parsial berdasarkan sektor dan belum terintegrasi, sehingga kurang optimal dalam mengentaskan kemiskinan Royat, 2008. Hingga tahun 2009 nilai ini terus menurun, yang menunjukkan penurunan jumlah penduduk miskin di tingkat provinsi. Integrasi berbagai program pengentasan kemiskinan antar sektoral dan antar kementrianlembaga sejak tahun 2007, setidaknya lebih berpengaruh terhadap pengentasan kemiskinan dibanding sebelumnya. Sehingga, walaupun berdasarkan nilai P0 pada tahun 2009 menunjukkan sebaran tingkat kemiskinan yang semakin beragam antar provinsi dibandingkan tahun sebelumnya, secara jumlah menunjukkan penurunan di keseluruhan provinsi Tabel 5.. Tabel 5. Ukuran Statistik Deskriptif P0 dan Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia tahun 2005-2009 2005 2006 2007 2008 2009 P0 persentase penduduk miskin Rata-rata 16.23 18.83 17.64 15.68 15.13 Standar Deviasi 9.32 9.28 8.99 7.98 8.44 Jumlah Penduduk Miskin Rata-rata 1,115.215 1,190.773 1,126.312 1,042.014 985.758 Standar Deviasi 1,741.897 1,885.423 1,759.838 1,641.088 1,532.276 Berdasarkan perubahan persentase penduduk miskin yang dihitung berdasarkan selisih nilai P0, provinsi NAD yang secara jumlah selalu mengalami penurunan jumlah penduduk miskin selama tahun 2005-2009 juga mengalami penurunan P0 yang mengindikasikan terjadinya penurunan tingkat kemiskinan di provinsi tersebut. Berbagai bantuan setelah terjadinya bencana alam tsunami baik yang datang dari dalam maupun luar negeri diduga cukup berpengaruh terhadap perbaikan kondisi kemiskinan di NAD. Sebaliknya provinsi Kalimantan Barat yang mengalami penurunan jumlah penduduk miskin selama tahun 2005-2009, secara persentase sempat mengalami peningkatan pada tahun 2005-2006. Jawa Barat mengalami perbaikan setelah tahun 2006 baik dari segi jumlah penduduk miskin maupun persentasenya mengindikasikan terjadinya penurunan tingkat kemiskinan. Meskipun krisis global berakibat inflasi di Jawa Barat, akan tetapi perbaikan di sektor pertanian dan industri pengolahan yang bersifat padat tenaga kerja mampu meningkatkan pendapatan penduduk khususnya penduduk miskin BI, 2005-2009. Berdasarkan perubahan persentase dan jumlah penduduk miskin selama tahun 2005-2009, maka provinsi DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat dan