Faktor-faktor yang memengaruhi Pro poor growth

25 poor growth , dimana peningkatan pendidikan bagi kaum perempuan dan akses untuk bekerja akan mengurangi ketimpangan gender tersebut Klasen, 2007. Mukherjee dan Benson 2003 meneliti tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengentasan kemiskinan di Malawi menemukan dua variabel penting yang berpengaruh. Dua variabel penting tersebut adalah tingkat pendidikan khususnya kaum perempuan, dan redistribusi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor perdagangan dan jasa, terbukti efektif dalam mengurangi kemiskinan. Tingkat Pendidikan bagi Kaum Laki-laki Geda, et al., 2005 meneliti tentang faktor-faktor yang menentukan kemiskinan di Kenya menyimpulkan tiga hal yang berpengaruh terhadap kemiskinan, salah satunya yaitu tingkat pendidikan dari kepala rumah tangga. Semakin rendah tingkat pendidikan kepala rumah tangga akan semakin besar memberikan peluang yang lebih besar bagi rumah tangga menjadi miskin. Kepala rumah tangga yang biasanya dipegang oleh kaum laki-laki, sehingga tingkat pendidikan bagi laki-laki bepengaruh terhadap pengurangan kemiskinan. Tingkat Pendidikan Klasen 2007 menemukan bahwa peningkatan kepemilikan asset dasar bagi penduduk miskin akan berpengaruh terhadap pengurangan kemiskinan. Asset dasar yang dimaksud adalah modal manusia, dalam hal ini adalah pendidikan penduduk miskin. Fan 2004 juga membuktikan bahwa modal manusia dalam pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap pengentasan kemiskinan khususnya negara-negara di Afrika. Demikian pula halnya dengan Siregar dan Wahyuniarti 2007 menemukan variabel yang signifikan dan relatif paling besar pengaruhnya terhadap penurunan kemiskinan adalah pendidikan. Ketimpangan Pendapatan Pembangunan infrastruktur di daerah tertinggal, investasi publik, desentralisasi fiskal yang berpihak ke masyarakat miskin serta jaring pengaman sosial yang fokus ke daerah tertinggal berperan terhadap pengurangan ketimpangan wilayah, dimana penurunan ketimpangan antar wilayah berpengaruh terhadap pro poor growth Klasen, 2007. Sehingga peningkatan ketimpangan antar wilayah akan berpengaruh terhadap pro poor growth yang berarti pula berpengaruh terhadap kemiskinan. Ketimpangan antar wilayah salah satunya bisa didekati dengan ketimpangan pendapatan antar wilayah yang bisa dilihat dari ukuran indeks gininya. Gelaw 2010 menyatakan bahwa kemiskinan akan tetap tinggi jika pertumbuhan ekonomi dibarengi dengan ketimpangan pendapatan Jumlah Penduduk Jumlah penduduk mempunyai pengaruh terhadap jumlah penduduk miskin. Semakin besar jumlah penduduk, maka kemungkinan jumlah penduduk miskin juga akan semakin besar. Jumlah penduduk merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pengurangan jumlah penduduk miskin siregar dan Wahyuniarti, 2007. Indra 2008 juga memasukkan variabel populasi dalam penelitiannya dengan asumsi bahwa peningkatan jumlah penduduk akan menyebabkan peningkatan jumlah penduduk miskin Berdasarkan berbagai uraian yang telah dibahas, maka secara umum dapat dituliskan beberapa faktor yang memengaruhi pro poor growth yang berarti pula mempengaruhi poverty reduction, yaitu produktifitas sektor pertanian, pengeluaran pemerintah untuk investasi publik, pendidikan bagi kaum perempuan, pendidikan bagi kaum laki-laki, tingkat pendidikan, ketimpangan pendapatan dan jumlah penduduk. 2.7 Tinjauan Empiris Beberapa studi empiris yang menjelaskan hubungan pertumbuhan dan pengurangan kemiskinan, khususnya pro poor growth, telah banyak dilakukan oleh para ahli di berbagai negara maupun di Indonesia. Studi empiris yang pernah dilakukan para ahli di berbagai Negara diantaranya sebagai berikut: 27 No Peneliti ObyekTahun MetodeHasil 1 2 3 4 1 Kakwani, et al. 2003 Meneliti tentang keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi, ketimpangan dan kemiskinan di Korea dan Thailand tahun 1990-1999 Melalui ide pro poor growth, studi ini meneliti sejauh mana masyarakat miskin memperoleh manfaat dari pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan Poverty Equivalent Growth Rate PEGR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Korea relatif lebih memberikan manfaat ke masyarakat miskin daripada di Thailand. 2 Nunez dan Espinosa 2005 Mengukur pro poor growth dengan PEGR dan dekomposisi kemiskinan di Kolombia periode 1996-2004 Pertumbuhan ekonomi baik di daerah perkotaan maupun perdesaan, keduanya mampunyai sifat yang hampir sama. Hanya pada tahun 2001 dan 2003 pertumbuhan bersifat pro poor growth sedangkan pada tahun lainnya bersifat anti pro poor growth. Peningkatan kemiskinan di perkotaan pada periode 1996-2004 sebesar 8,84 persen lebih banyak disebabkan oleh efek pertumbuhan 5,17 persen dan efek distribusi 2,27 persen serta efek pergeseran penduduk 1,41 persen. Sedangkan di perdesaan mengalami penurunan kemiskinan sebesar -0,60 persen dapat didekomposisi menjadi efek pertumbuhan sebesar 1,45 persen dan efek distribusi sebesar 0,46 persen serta efek mobilitas penduduk sebesar -2,21 persen. 1 2 3 4 3 Contreras 2001 Meneliti tentang evolusi kemiskinan di Chile selama tahun 1990-1996 Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan merupakan faktor yang penting dalam menjelaskan penanggulangan kemiskinan di Chile. Dekomposisi Kemiskinan Datt dan Ravallion menunjukkan bahwa pola dari pertumbuhan dan kontribusinya terhadap pengurangan kemiskinan bervariasi antar daerah. 4 White dan Anderson 2001 Meneliti tentang berbagai pola pertumbuhan antar Negara di dunia dari waktu ke waktu, dengan menggunakan 143 pola pertumbuhan Tahun 1960an sampai tahun 1990an Regresi sederhana digunakan untuk mengelompokkan pertumbuhan sebagai extreme pro-poor growth, pro-poor growth, neutral growth, anti- poor growth, extreme anti-poor growth . Sebagian besar menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan growth mempunyai peran yang dominan terhadap perubahan masyarakat miskin. Terdapat juga bukti adanya trade- off antara pertumbuhan dan distribusi pendapatan, dimana pertumbuhan dengan perbaikan distribusi pendapatan lebih baik bagi masyarakat miskin daripada pertumbuhan saja. 5 Ravallion dan Datt 2001 Meneliti tentang pertumbuhan ekonomi sektoral dan yang berpengaruh terhadap pengurangan kemiskinan di Metode yang digunakan yaitu model regresi data panel dengan fixed effects pada data elastisitas kemiskinan. Hasilnya menunjukkan bahwa wilayah dengan proses pertumbuhan di sektor non pertanian, lebih bersifat pro poor growth di wilayah dengan angka melek huruf yang tinggi, produktifitas 29 1 2 3 4 India, dengan menggunakan data dari 20 rumah tangga di 15 wilayah dengan rentang tahun 1960-1994 pertanian yang tinggi, standar hidup masyarakat perdesaan yang tinggi relatif terhadap penduduk perkotaan, sedikit penduduk yang tidak memiliki tanah dan rendahnya angka kematian bayi. 6 Son 2003 Meneliti tentang apakah pertumbuhan ekonomi bersifat pro poor atau tidak pro poor , dengan data survey rumah tangga di Thailand dan data antar Negara, tahun 1988-2000 Penelitian menggunakan ‘poverty growth curve’ untuk mengetahui sifat dari pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai dalam pembangunan. Hasil penelitian menunjukkan kurva yang disebut dengan ‘poverty growth curve ’ menunjukkan pro poor growth di hampir keseluruhan kasus. 7 Kraay 2005 Meneliti pro poor growth di beberapa sampel Negara Berkembang selama tahun 1980-an dan 1990-an Growth dikatakan pro-poor jika ukuran kemiskinan menurun. Menurut definisi ini ada tiga sumber potensi pro poor growth, yaitu a tingkat pertumbuhan yang tinggi berdasarkan pendapatan rata-rata; b sensitivitas kemiskinan yang tinggi terhadap pertumbuhan berdasarkan pendapatan rata-rata; c pola pengurangan kemiskinan terhadap pola pertumbuhan berdasarkan pendapatan relatif. 1 2 3 4 8 Ravallion 2005 Meneliti ketimpangan terhadap kemiskinan di India dan China tahun 1980 hingga 2000 Metode Growth Incidence Curve dan Watts Index digunakan dalam penelitian ini dengan hasil sebagai berikut: 1 pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap pengentasan kemiskinan di India dan China, dan ketimpangan pendapatan akan menghambat pengentasan kemiskinan; 2 pengentasan kemiskinan memerlukan kombinasi dari pertumbuhan ekonomi, pola pertumbuhan yang lebih pro poor dan pengurangan ketimpangan. 9 Timmer 2004 Meneliti perjalanan pertumbuhan yang pro-poor di Indonesia Tahun 1980- 1998 Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu model persamaan struktural, dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa pro poor growth di Indonesia merupakan yang terbaik di Asia. Berdasarkan sekumpulan data dari delapan Negara di Asia, proses pertumbuhan di Indonesia paling berpihak ke rakyat miskin dibanding lainnya 10 Siregar dan Wahyuniarti 2007 Meneliti tentang pengaruh pertumbuhan ekonomi dan faktor lain terhadap kemiskinan di Indonesia tahun 1998-2006 Persamaan regresi data panel menunjukkan pertumbuhan ekonomi berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan jumlah penduduk miskin di Indonesia walaupun dengan pengaruh yang relatif kecil. Selain itu inflasi, jumlah penduduk, share sektor pertanian, share sektor industry juga berpengaruh terhadap penurunan jumlah penduduk miskin, dimana 31 1 2 3 4 pendidikan mempunyai pengaruh yang paling besar. 11 Suryadarma dan Suryahadi 2007 Meneliti tentang pengaruh pertumbuhan pada sektor publik dan swasta terhadap penurunan kemiskinan di Indonesia tahun 1984-2002 Penelitian menghasilkan bahwa pertumbuhan di kedua sektor tersebut mengurangi kemiskinan secara signifikan pada tahun 1984-2002. Sebagai implikasinya, peningkatan pengeluaran di kedua sektor baik publik maupun swasta yang akan memicu pertumbuhan, akan dapat mengurangi kemiskinan dua kali lebih cepat dibandingkan dengan peningkatan pengeluaran di sektor publik saja Penelitian tentang pro poor growth di Indonesia dilakukan oleh Suparno 2010 dengan data Susenas Modul Konsumsi tahun 2002, 2005 dan 2008. Metode Poverty Equivalent Growth Rate PEGR dan Dekomposisi kemiskinan Shapley digunakan untuk melihat seberapa besar growth memberikan manfaat terhadap rakyat miskin, menurut status daerah desa dan kota serta sektoral. Penelitian tentang pro poor growth di tingkat provinsi juga pernah dilakukan oleh Hajiji 2010 di Provinsi Riau, dengan metode Pro Poor Growth Index PPGI dan dekomposisi kemiskinan Shapley. Penelitian ini mengkaji tentang pro poor growth hingga di tingkat provinsi di Indonesia untuk mengetahui manfaat pertumbuhan dalam pengentasan kemiskinan di masing-masing provinsi. Selain itu penelitian ini juga mengkaji manfaat pertumbuhan yang dicapai selama periode RPJM tahun 2005-2009 yang pro grop34wth, pro job dan pro poor.

2.8 Kerangka Penulisan

Kerangka penulisan dalam penelitian ini digambarkan dalam bentuk diagram alur pada Gambar 7. Strategi pencapaian pertumpbuhan ekonomi yang tinggi di masa Orde Baru telah menyisakan ketimpangan yang makin melebar dalam distribusi pendapatan di masyarakat. Bahkan kemiskinan yang sempat mengalami penurunan, kembali mengalami peningkatan yang cukup signifikan ketika krisis ekonomi tahun 1997 melanda Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai selama ini kurang berkualitas, dalam arti kurang memberikan manfaat ke masyarakat miskin atau pro poor growth. Gambar 7. Kerangka Pemikiran 33 Sehubungan dengan persoalan yang mendasar terkait kemiskinan, pemerintah dalam RPJM tahun 2005-2009 memberikan komitmen pada pengentasan kemiskinan dan pengurangan ketimpangan pendapatan melalui program pembangunan yang pro growth, pro job dan pro poor. Tingkat kemiskinan mencapai 14,15 persen pada tahun 2009 dan 13,33 persen tahun 2010, walaupun angka ini masih jauh berada di bawah target yang tercantum dalam RPJM tahun 2005-2009 serta The millenium development goals. Selain itu, penurunan tingkat kemiskinan yang terjadi secara nasional ternyata tidak terjadi di semua provinsi. Terdapat beberapa provinsi yang pada tahun 2009 justru mengalami peningkatan persentase penduduk miskin dibandingkan tahun 2008. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini bermaksud untuk melihat manfaat pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai, apakah memberikan manfaat lebih bagi masyarakat miskin daripada tidak miskin di tingkat provinsi, seperti yang diharapkan dari program pembangunan yang pro growth, pro job dan pro poor. Selain itu juga akan diteliti faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pro poor growth tersebut di tingkat provinsi. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan rekomendasi kebijakan terkait pro poor growth, yaitu pertumbuhan ekonomi yang memberikan manfaat lebih bagi masyarakat miskin di tingkat provinsi.

2.9 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang disusun dalam penelitian ini adalah: 1. Efek pertumbuhan dan efek distribusi yang mempengaruhi perubahan kemiskinan, berbeda-beda di tiap Provinsi. 2. Pertumbuhan ekonomi akan memberikan manfaat yang signifikan kepada masyarakat miskin dengan tingkat yang berbeda di tiap Provinsi. Dalam arti terdapat perbedaan derajat pro poor growth di tingkat Provinsi. 3. Produktifitas sektor pertanian, pengeluaran pemerintah untuk investasi publik, pendidikan bagi kaum perempuan, dan tingkat pendidikan mempunyai pengaruh yang positif terhadap pengurangan kemiskinan atau pro poor growth . Sebaliknya ketimpangan pendapatan dan jumlah penduduk mempunyai pengaruh yang negatif terhadap pengurangan kemiskinan. III. METODE PENELITIAN 3.1 J enis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik BPS dan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Data sekunder yang berasal dari BPS antara lain jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, Rata- rata lama sekolah, PDRB menurut sektor, jumlah tenaga kerja menurut sektor, garis kemiskinan, Indeks Gini, jumlah dan persentase penduduk miskin, Survei Sosial Ekonomi Nasional Susenas Konsumsi Panel. Data sekunder yang berasal dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD. Periode waktu yang digunakan dalam penelitian yaitu periode pelaksanaan RPJM Tahun 2005 sampai dengan 2009, yang dikenal dengan program pembangunan yang pro growth, pro job dan pro poor. Data utama yaitu konsumsi rumahtangga yang dikumpulkan oleh BPS melalui Susenas Konsumsi Panel digunakan untuk penghitungan pendapatan. Pendekatan untuk menghitung pendapatan rumahtangga ini menggunakan nilai besarnya pengeluaran, karena dianggap lebih mencerminkan keadaan sebenarnya, meskipun ada juga kelemahan-kelemahan dari pendekatan ini. Menurut Nunez and Espinosa 2005 pendekatan pengeluaran akan lebih baik dijadikan ukuran standar hidup yang layak dikarenakan dalam survei rumah tangga responden cenderung lebih rendah melaporkan pendapatan sedangkan untuk pengeluarannya lebih valid. Rumah tangga pun cenderung menyesuaikan pengeluaran mereka melalui transfer atau sumbangan ketika pendapatannya turun. 3.2 Metode Analisis Penelitian ini menggunakan Analisis Deskriptif dan Metode Kuantitatif berupa Metode Dekomposisi Kemiskinan Shapley, metode Poverty Equivalent Growth Rate PEGR dan Model Regresi Data Panel. Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran tentang dinamika pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan dan kemiskinan melalui penyajian tabulasi dan gambar, serta analisis kuadran. Metode dekomposisi kemiskinan Shapley digunakan untuk menganalisis perubahan kemiskinan karena efek pertumbuhan dan efek distribusi.