atau kecerobohan yang bersangkutan dalam memelihara barang titipan. Wadi’ah Yad Adh-Dhomanah
adalah nasabah mengizinkan LKS untuk mengelola dananyabarang titipan, dan penerima titipan bertanggung jawab atas rusak atau
hilangnya barang titipan. Hasil yang didapat dari pengelolaan dana titipan ini, LKS bisa saja memberikan bonus pada nasabah, tapi bukan kewajiban dan bonus
itu besarnya tidak ditentukan di awal akad tapi benar-benar murni kebijaksanaan LKS.
2.2.2 Prinsip Bagi Hasil
Prinsip ini dalam penentuan keuntungan untuk masing-masing pihak dihitung atas dasar hasil usaha yang diperoleh si pengelola dana mudhorib yang
besar prosentase masing-masing sesuai kesepakatan dua belah pihak pemilik danashohibul maal dan si pengelola danamudhorib. Prinsip bagi hasil ini dibagi
menjadi dua, yaitu Al-Musyarokah dan Al-Mudharabah. Al-Musyarokah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana amal dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama.
Al-Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan.
Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Secara teknis Mudharabah
adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama shahibul maal menyediakan seluruh modal 100 sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelola mudhorib. Pembagian keuntungan dibagi sesuai kesepakatan bersama, dan apabila terjadi kerugian ditanggung pemilik modal selama kerugian itu bukan
akibat kelalaian pengelola.
2.2.3 Prinsip Jual Beli Sale and Purchase
1. Jenis Jual Beli Syariah
Gambar 2. Jenis Jual Beli Syariah Antonio, 2001
Jenis Jual Beli Ba’I Al-Istishna
Ba’I As Salam Ba’I Al-Murabahah
9
Ba’i Al-Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam akad ini, penjual harus
memberitahu harga pokok yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagian tambahannya, dengan pembayaran bisa dilakukan kontan maupun secara
angsuran. Ada yang berpendapat bahwa Murabahah pembayaranya dilakukan diakhir jatuh tempo sekaligus, dan apabila dibayar secara angsuran dinamakan
Bai’Bithaman’Ajil. Namun, ada yang menganggap sama pengertiannya. Skema Bai’ Al-Murabahah
Gambar 3. Skema Ba’i Murabahah Antonio, 2001
Syarat Ba’I al-Murabahah adalah penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah, kontrak harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan, kontrak
harus bebas dari riba, penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian, penjual harus menyampaikan semua hal yang
berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang DSN No.04DSNMUIIV2000. Dalam akad ini, pihak LKS boleh meminta
uang muka, apabila pihak pemesan membatalkan pemesanan, maka uang muka dikembalikan setelah dipotong biaya riil pembelian, apabila ada sisa,
dikembalikan kepada pemesan, apabila kurang, pemesan harus melunasinya Rifa’i, 2002.
6. bayar
2. beli barang
Supplier penjual
LKS nasabah
5. terima barang
dokumen
4. kirim 3.akad jual beli
1.
Negosiasi dan
persyaratan
10
Bai As Salam adalah proses jual beli dimana pembayaran dilakukan
terlebih dahulu dan penyerahan barang dilakukan kemudian. Bai Al Istishna adalah kontrak order yang ditandatangani bersamaan antara pemesan dengan
produsen untuk pembuatan jenis barang tertentu.
2. Popularitas Murabahah
Secara empiris murabahah memang lebih popular dibandingkan jenis pembiayaan lain, hal ini disebabkan: murabahah adalah suatu mekanisme
pembiayaan investasi jangka pendek dan cukup memudahkan dibandingkan dengan sistem bagi hasil, mark-up dalam murabahah dapat ditetapkan sedemikian
rupa sehingga memastikan bahwa bank dapat memperoleh keuntungan yang sebanding dengan keuntungan berbasis bunga yang menjadi saingan bank-bank
Islam, murabahah menjauhkan ketidakpastian yang ada pendapatan dari bisnis- bisnis dengan sistem profit and loss sharing, dan murabahah tidak memungkinkan
bank-bank Islam untuk mencampuri manajemen bisnis, karena bank bukanlah mitra nasabah, sebab hubungan mereka dalam murabahah adalah hubungan antara
kreditur dan debitur Saeed, 2004. 3.
Resiko Murabahah
Dominasi pembiayaan murabahah di perbankan syariah juga disebabkan oleh adanya beberapa masalah pada pembiayaan mudharabah Hadikoesoemo,
2003 yaitu resiko investasi relatif tinggi karena sulitnya memonitor kegiatan investasi, masalah principal-agen dimana agen mudharib tidak selalu bertindak
sesuai dengan kepentingan pemilik modal, kompetensi sumber daya manusia perbankan syariah yang masih rendah untuk melakukan investasi pola bagi hasil,
ketidaktersediaan informasi kinerja bisnis yang mendalam untuk setiap sektor industri yang menjadi target investasi.
Risiko yang menyertai dan harus diantisipasi antara lain; Default atau kelalaian nasabah sengaja tidak membayar angsuran; fluktuasi harga komparatif,
hal ini terjadi apabila harga suatu barang di pasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah sehingga bank tidak bisa mengubah harga jual beli
yang sudah disepakati; Penolakan nasabah, dimana barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena berbagai sebab dan kemungkinan lain karena nasabah
merasa spesifikasi barang tersebut berbeda dengan yang dipesan. Bila bank telah
11
menandatangani kontrak pembelian dengan penjualnya, barang tersebut akan menjadi milik bank. Bank mempunyai resiko untuk menjualnya kepada pihak lain
Antonio, 2001. Pembiayaan syariah dengan skema jual beli murabahah merupakan salah
satu karakter utama pembiayaan syariah yang berbeda dengan pembiayaan konvensional. Perbedaan itu menimbulkan pajak ganda atas penyerahan objek
murabahah yang terutang PPN selama ini. Masalah pajak juga ini terjadi bukan disebabkan oleh nasabah atau bank syariahnya, namun lebih ke arah kebijakan
penetapan pajak bagi barang yang ditransaksikan. Barang yang ditransaksikan akan terkena pajak ganda, yaitu: ketika bank syariah membeli barang dari toko,
maka akan dikenakan pajak. Itu merupakan pajak yang pertama, Pajak yang kedua yaitu dikenakan, ketika Bank syariah menjual barang tersebut ke nasabah.
Masalah pajak ganda ini banyak dikeluhkan oleh para nasabah, karena merekalah yang harus menanggung kedua pajak tersebut. hal ini tentunya akan
berdampak kepada harga barang yang dibeli nantinya jauh lebih mahal, karena dikenakan pajak dua kali. Praktik seperti ini cenderung merugikan bank syariah
dan nasabah. Bagi bank syariah tentunya akan kehilangan nasabah, karena mereka akan lari ke bank konvensional dengan sistem kredit dan hanya satu kali terkena
pajak yaitu ketika nasabah langsung membeli ke toko. Bagi nasabah, mereka akan mendapatkan harga yang lebih mahal, karena harus terkena pajak dua kali.
Pemerintah menanggung pengenaan pajak pertambahan nilai PPN atas transaksi murabahah yang dilakukan sebelum 1 April 2010 terkait dengan
penyelesaian permasalahan pajak ganda pada perbankan syariah. Kebijakan pemerintah menanggung PPN atas transaksi murabahah sebelum 1 April 2010
tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 251PMK.0112010 tertanggal 28 Desember 2010. Langkah tersebut juga ditujukan untuk
mengembangkan industri perbankan syariah. Anggaran yang dialokasikan untuk keperluan tersebut sebesar Rp328 miliar dan diberikan kepada wajib pajak bank
syariah yang telah membayar surat ketetapan pajak atas transaksi murabahah.
12
2.2.4 Prinsip Jasa Ar-Rahn