biaya umum lainnya. Biaya operasional dapat mengurangi margin murabahah yang diberikan. Koefisien regresi biaya operasional sebesar 0.38 dan bertanda
negatif, hal ini berarti bahwa setiap perubahan biaya operasional satu persen dengan asumsi variabel lainnya tetap maka pengaruh terhadap margin murabahah
akan mengalami perubahan sebesar 0.38 dengan arah yang berlawanan. Biaya operasional yang berpengaruh dalam pembiayaan murabahah ini
dikarenakan BMT Khairu Ummah perlu untuk terlibat lebih jauh dalam memberikan pembiayaan ini, di mana dibutuhkan adanya penelitian pasar yang
memakan biaya, kertas kerja yang dihasilkan dari proses permintaan pembiayaan, melakukan kontak dengan penyalur, penanganan dokumen ataupun
melakukan pemantauan yang terus menerus terhadap perkembangan penjualan barang-barang murabahah setelah diberikan kepada para
nasabahnya.
4.5.2. Pengaruh Biaya Bagi Hasil terhadap Margin Murabahah
Variabel Biaya Bagi Hasil: H :
β
2
= 0 terhadap H
1
: β
2
≠ 0
Berdasarkan uji-t pada α=5 terlihat bahwa nilai t= -9.252 dengan derajat
kebebasan n-k-1=36-7-1=28 dengan P value=0.000 yang lebih kecil dari α =
0,05. Hal ini merupakan bukti menolak H :
β
2
=0 dan menerima H
1
: β
2
≠0. Hipotesis 2 menyatakan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara
biaya bagi hasil dengan margin murabahah. Berdasarkan hasil analisis data menggambarkan bahwa ternyata biaya bagi hasil berpengaruh dalam penentuan
margin murabahah. Biaya bagi hasil dapat menurunkan margin yang diperoleh BMT Khairu Ummah. Hal ini menunjukkan bahwa BMT Khairu Ummah
mempertimbangkan imbalan bonus dan bagi hasil yang akan diberikan kepada nasabah dalam penentuan margin murabahah yaitu dengan cara menggeserkan
beban bunga penabung, deposan, maupun pihak lain yang memberikan pinjaman kepada margin pembiayaan murabahah dan harga jual BMT. BMT Khairu
Ummah dalam memberikan imbalan bonus tabungan dan bagi hasil ditentukan oleh besarnya penerimaan pendapatan margin dan bagi hasil. Sebaiknya BMT
Khairu Ummah memperhatikan prinsip bagi hasil, dimana BMT akan membagi- bagikan pendapatan margin dan bagi hasil yang diterimanya dengan nasabah.
4.5.3. Pengaruh Pendapatan Pembiayaan terhadap Margin Murabahah
48
Variabel Pendapatan Pembiayaan: H :
β
3
=0 terhadap H
1
: β
3
≠0 Berdasarkan uji-t pada
α=5 terlihat bahwa nilai t=18.339 dengan derajat kebebasan n-k-1=36-7-1=28 dengan P value=0.000 yang lebih kecil dari
α = 0,05. Hal ini merupakan bukti menolak H
: β
3
=0 dan menerima H
1
: β
3
≠0. Sehingga hipotesis 3 menyatakan bahwa ada korelasi yang signifikan antara pendapatan
pembiayaan dengan margin murabahah. Berdasarkan hasil analisis data menggambarkan bahwa ternyata pendapatan pembiayaan berpengaruh dalam
penentuan margin murabahah. Hal ini berarti bahwa dalam menentukan margin murabahah, BMT Khairu Ummah mempertimbangkan pendapatan pembiayaan
yang akan diperoleh. Semakin tinggi pendapatan yang ingin diperoleh, maka semakin tinggi margin yang ditetapkan oleh pihak BMT Khairu Ummah. Hal ini
berpengaruh terhadap kebijakan yang akan dilakukan oleh BMT Khairu Ummah. Pendapatan pembiayaan merupakan kebijakan yang menjadi tolak ukur
kinerja keuangan. Oleh karena itu pendapatan pembiayaan merupakan salah satu yang menjadi perhatian setiap lembaga keuangan termasuk BMT Khairu Ummah.
4.5.4. Pengaruh Pengembalian Murabahah terhadap Margin Murabahah
Variabel resiko pembiayaan: H :
β
5
= 0 terhadap H
1
: β
5
≠ 0 Berdasarkan uji-t pada
α=5 terlihat bahwa nilai t= 12.830 dengan derajat kebebasan n-k-1=36-7-1=28 dengan P value =0.000 yang lebih kecil dari
α = 0,05. Hal ini merupakan bukti menolak H
: β
5
=0 dan menerima H
1
: β
5
≠0. Sehingga hipotesis 5 menyatakan bahwa ada korelasi yang signifikan antara pengembalian
murabahah dengan margin murabahah. Hal ini menunjukkan bahwa ternyata pihak BMT Khairu Ummah mempertimbangkan pengembalian murabahah dalam
menentukan margin murabahah. Untuk pembiayaan pada sektor yang bersiko tinggi, bank dapat mengambil keuntungan lebih tinggi dibanding yang beresiko
sedang apalagi kecil. Pembiayaan memiliki resiko yang tinggi untuk terjadinya NPF, apalagi
produk pembiayaan bank syariah masih tergolong baru oleh masyakat Indonesia dan memiliki karakteristik tersendiri. Tentunya dalam setiap pembiayaan yang
diberikan sebuah lembaga keuangan seperti bank atau yang lainnya tidaklah terlepas dari berbagai resiko yang akan menyertainya. Demikian juga halnya
dengan pembiayaan yang dilakukan menggunakan skim murabahah, di mana
49
faktor pembagian resiko loss sharing tetap ada dan menjadi alasan untuk mengambil keuntungan.
Harga jual BMT Khairu Ummah harus selalu diusahakan bersaing lebih murah dari pinjaman bank konvensional. Semakin murah harga jual yang
ditawarkan pihak BMT dapat merupakan suatu petunjuk bahwa bank syariah tersebut beroperasi dengan efisien. Harga jual pembiayaan murabahah yang relatif
murah, maka akan mendorong sektor riil untuk lebih berkembang lagi. Sebagaimana diketahui bahwa ketika sebuah bank konvensional
memberikan pinjaman kepada seorang debitur, misalnya untuk pembelian barang-barang tertentu, maka bunga yang dikenakan pada pinjaman
dikaitkan dengan pokok pinjaman dan waktu jatuh tempo pinjaman. Perbankan syariah melalui pembiayaan murabahah, di mana bank Islam terlebih
dahulu memastikan bahwa nasabah mengetahui total harga barang yang dibutuhkan sebelumnya. Hal ini berarti pinjaman yang diberikan atau disalurkan
kepada nasabah tetap memperhatikan apakah jumlah pinjaman tersebut mencukupi untuk membayar apa yang akan dibeli atau tidak. Penetapan bunga
yang berlaku di perbankan konvensional, suku bunga yang diberlakukan adalah tergantung pada kebutuhan bank untuk mendapatkan keuntungan riil, yang
juga sangat tergantung pada kemungkinan terjadinya inflasi di masa mendatang, preferensi likuiditas, jumlah permintaan pinjaman, kebijakan
moneter ataupun perkembangan suku bunga luar negeri. Hal itu sebenarnya juga terjadi pada pemberlakuan mark-up pada
pembiayaan murabahah, di mana penetapannya juga didasarkan pada adanya faktor-faktor yang melatar-belakanginya seperti adanya kebutuhan bank Islam
untuk memperoleh keuntungan riil dari pinjaman tersebut, termasuk kemungkinan inflasi yang akan terjadi, perkembangan moneter,
marketabilitas barang-barang yang dijual melalui pembiayaan ini serta tingkat laba yang diharapkan dari barang-barang tersebut. Faktor-faktor yang
melatarbelakangi penetapan suku bunga pada perbankan konvensional juga merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pemberlakuan mark-up dalam
pembiayan murabahah. Konsekuensi kesamaan faktor ini adalah bahwa suku
50
bunga dan mark-up dalam murabahah untuk penyaluran dana-dana yang sebanding akan sama.
Dalam proses pembiayaan, memang terkadang dapat terjadi jumlah mark- up
sekilas lebih tinggi atau lebih rendah dari suku bunga dominan. Kondisi mark- up yang lebih rendah umunya dapat terjadi jika dalam pembelian barang-barang
yang dibutuhkan nasabah dilakukan dalam skala besar sehingga pihak BMT dapat memperoleh diskon-diskon dari penyalur untuk barang yang sama. Diskon-diskon
inilah yang kemudian ditransfer kepada para nasabah murabahah dalam bentuk mark-up yang lebih rendah yang akan menurunkan biaya pembiayaan nasabah.
Namun, kondisi ini tidak akan terjadi ketika permintaan pembelian barang dilakukan secara terpisah, dalam artian pembelian barang dilakukan ketika
masing-masing nasabah mengajukan permintaan pembelian yang berbeda. Kondisi inilah yang paling sering dan mungkin terjadi. Kesimpulan dalam hal ini
dapat dikatakan bahwa pembiayaan murabahah dengan sistem mark-up adalah sama dengan pinjaman yang berdasarkan bunga atau bahkan dapat terjadi lebih
besar mahal.
4.6. Implikasi Manajerial