Gambaran Program Bingkai Sumatera Episode : Ranah Minang

69 adalah return atau ulangan. Nah tayangan-tayangan ulangan ini sepertinya hanya tayang di Medan saja Prinsipnya Bingkai Sumatera ingin menampilkan keberagaman, aktivitas kehidupan dan nilai inspiratif masyarakat Sumatera. Jadi yang ingin kita hadirkan keseluruhan, yang penting elemen tersebut bisa memberikan inspirasi. Baik kondisi alam, aktivitas masyarakat dan kearifan lokal.Yang tayang di DAAI TV Jakarta hanya episode baru yang tayang reguler. Gambar 4.1.1 : Profil Bingkai Sumatera

4.3 Gambaran Program Bingkai Sumatera Episode : Ranah Minang

Negeri Perempuan Dalam tayangan program bingkai Sumatera episode Padang Perempuan dalam Rumah Gadang ini menampilkan fakta tentang beberapa pemikiran menyangkut realitas dan eksistensi perempuan dalam kehidupan adat budaya masyakat minang. Hal inilah yang dimaksud dengan isu ataupun pemikiran yang terkandung dalam tayangan ini yang dikemas dalam frame atau bingkai issu yang ditonjolkan. Adapun konsep pemikiran pada tayangan ini ini terbagi dalam 2 dua isu sentral atau frame yaitu : pertama : Merantau sebagai budaya masyarakat Minangkabau, kedua : Peran dan eksistensi perempuan dalam kehidupan Masyarakat Minangkabau. Universitas Sumatera Utara 70 Frame I : Merantau sebagai budaya masyarakat Minangkabau Negeri Minang kabau terkenal dengan Kerajaan Pagaruyung yang terdiri dari 67 keajaan besar maupun kecil. Kerajaan pertama di ranah minang dibagun oleh Adityawarman yang berasal dari Majapahit pada tahun 1347. Adapun asal muasal nama Pagaruyung adalah disebabkan oleh anak dari raja Aditya warman yang bernama Angganawarman sangat senang bermain dan mandi di sungai, akan tetapi setiap angganawarman bermain ke sungai dia sering diganggu oleh buaya. Menyikapi bahaya tersebut maka raja Adityawarman memerintahkan agar sungai tempat anaknya bermain dipagar dengan duyung sehingga mulai itu Angganawarman dikenal dengan anak raja yang berpagar dengan duyung. Adapun kerajaan pagaruyung ini berpusat di Tanah Datar Kecamatan Batu Sangkar yang mana daerah ini menjadi pusat peradaban Minang kabau dan juga merupakan pusat lahir dan bertumbuhnya kerajaan Minang Kabau yang terdiri dari enam puluhan lebih kerajaan besar dan kecil yang tersebar sampai ke negeri sembilan di Malaysia. Jadi secara teoritis kerajaan Minang kabau dapat dikatakan sebagai sebuah kerajaan Imperium yang memiliki arti merupakan gabungan dari beberapa kerajaan yang ada di sekitar ranah minang. Saat ini, seiring perjalanan dan perkembangan masa, banyak masyarakat minang yang keluar dari komunitasnya dan mulai hidup dan tingal di berbagi wilayah di tanah air. Konsep merantau ini merupakan spirit yang ditanamkan nenek moyang mereka dan berjalan hingga sata ini. Merantau merupakan proses interaksi masyarakat Minangkabau dengan dunia luar. Kegiatan ini merupakan sebuah petualangan pengalaman dan geografi, dengan meninggalkan kampung halaman untuk mengadu nasib di negeri orang. Keluarga yang telah lama Universitas Sumatera Utara 71 mempunyai tradisi merantau, biasanya mempunyai saudara di hampir semua wilayah di Indonesia, Malaysia dan Mancanegara. Para perantau biasanya telah pergi merantau sejak usia belasan tahun, baik sebagai peniaga ataupun penuntut ilmu. Bagi sebagian besar masyarakat Minangkabau, merantau merupakan satu cara yang ideal untuk mencapai kematangan dan kekayaan. Dengan merantau tidak hanya harta kekayaan dan ilmu pengetahuan yang didapati, namun juga prestise dan kehormatan individu di tengah-tengah lingkungan adat. Dari apa yang diperoleh, para perantau biasanya mengantar sebagian hasilnya ke kampung halaman untuk kemudian pekerjanya dalam usaha keluarga, yakni dengan memperluaskan pemilikan sawah, memegang untuk memandu pemprosesan lahan, atau menjemput sawah-sawah yang tergadai. Uang dari para perantau biasanya juga dipergunakan untuk memperbaiki sarana-sarana nagari. Adapun semangat untuk mengubah nasib dengan mengejar ilmu dan kekayaan terkenal dengan pepatah Minang yang mengatakan Ka ratau madang di hulu, babuah babungo alun, marantau bujang dahulu, di rumah paguno balun lebih baik pergi merantau karena dikampung tidak berguna mengakibatkan pemuda Minang untuk pergi merantau sedari muda. Untuk dapat lebih nyata merasakan keberadaan sebuah cerita sejarah tentu sangat dibutuhkan adanya bukti atau bentuk rilfisik dari unsur-unsur yang dijadikan sejarah tersebut. Dalam konteks ini, sejarah kerajaan Minang Kabau meninggalkan sebuah bukti sejarah yaitu Istano Si Linduang Bulan di batu sangkar. Rumah Gadang Tuan Gadih Istano Si Linduang Bulan adalah rumah gadang yang sangat khusu s dengan style “Alang Babega”. Alang merupakan Universitas Sumatera Utara 72 sejenis burung elang, jadi makna yang tersirat dari alang babega adalah “elang yang siap terbang”. Hal ini mengacu kepada bentuk dasar arsitektur dari bangunan yang memilik wujud seperti trapesium terbalik, dengan 4 empat sisi dan tujuh buah gonjong tajuk yang megah seakan mencucuk langit. Di Minangkabau rumah tempat tinggal dikenal dengan sebutan rumah gadang besar. Rumah gadang itu merupakan rumah kaum tempat melaksanakan berbagai kegiatan sekaligus tanda orang Minangkabau. Adapun tanda orang Minangkabau adalah Basasok bajarami, Bapandam bapakuburan, Balabuah batapian, Barumah batanggo, Bakorong bakampuang, Basawah baladang, Babalai bamusajik. memiliki sawah dan ladang, mempunyai pandam pekuburan yang jelas, milik kaum atau milik nagari, berumah bertangga, bersawah berladang, berbalai adat dan bermasjid Besar bukan hanya dalam pengertian fisik tetapi lebih dari itu, yaitu dalam pengertian fungsi dan peranannya yang berkaitan dengan adat. Rumah gadang berfungsi sebagai tempat tinggal dan melastarikan adat budaya di keluarga mereka. Orang Minangkabau menganggap Rumah Gadang sebagai simbol budaya yang harus dipertahankan sesuai pesan leluhur. Sayangnya, banyak Rumah Gadang yang sudah terkikis zaman. Ukuran ruang tergantung dari banyaknya penghuni dirumah itu. Namun jumlah ruangnya biasanya ganjil seperti lima ruang, sembilan ruang dan malahan ada yang lebih. Sebagai tempat tinggal rumah gadang mempunyai bilik-bilik sebelah barisan belakang yang didiami oleh anak- anak, wanita yang sudah berkeluarga, ibu dan nenek.Yang penting lagi fungsi rumah gadang adalah sebagai inggiran adat, tempat melaksanakan seremonial adat Universitas Sumatera Utara 73 seperti kematian, kelahiran, perkawinan, mendirikan kebesaran adat, tempat mufakat dan lain sebagainya. Saat ini perjalanan panjang sejarah kerajaan Pagaruyung yang dipimpin oleh Daulat Yang dipertuan Raja Alam Pagaruyung Sutan Muhammad Taufik Thaib telah memasuki generasi ke XXVI. Tetapi Raja Alam Pagaruyung sutan Muhammad Taufik Thaib tidak lagi memimpin seperti dahulu melainkan hanya sebagi simbol untuk menjaga dan mempertahankan nilai-nilai adat budaya dan kearifan lokal sehingga masih dapa diteruskan kepada generasi-generasi selanjutna sepanjang masa. Frame II: Peran dan eksistensi perempuan dalam kehidupan Masyarakat Minangkabau. Masyarakat Minangkabau tumbuh dalam kondisi sosial yang selalu ingin berubah menuju arah perbaikan. Ketika Islam masuk ke Ranah Minang, diadaptasikanlah syariatnya ke dalam adat hingga lahirlah falsafah yang sangat kuat yaitu: “Adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah, syara’ mangato adat mamakai “ artinya adat berdasarkan syariat, syariat berdasarkan Kitabullah Al- Quran, syariat memerintahkan dan adat melaksanakan. Ini berarti Islam dan adat Minangkabau bak dua sisi mata uang, tak dapat dipisahkan. Namun, masih ada sistem sosial kemasyarakatan yang tetap belum terkikis habis hingga kini yang disinyalemen bertentangan dengan syariat Islam yaitu sistem matrilinealnya dan masalah harta pusaka Perempuan mempunyai kedudukan yang tinggi dalam pandangan Adat Minangkabau. Dalam ajaran Adat Minangkabau ditanamkan rasa hormat dan memuliakan perempuan sebagai keagungan di dalam hidup berkaum dan Universitas Sumatera Utara 74 berkeluarga yang menjadi lambang keturunan di Minangkabau atau disebut juga dengan Matrilinial.Di Minangkabau keturunan ditarik dari garis ibu. Seorang anak yang dilahirkan, baik laki-laki maupun perempuan akan mempunyai suku yang sama dengan ibunya. Bukan menurut suku bapak seperti kebanyakan adat di daerah lain di Indonesia bahkan di dunia yang pada umumnya menganut Patrilinial. Kaum ibu di Minangkabau disebut dengan Bundo Kanduang, Bundo adalah ibu, Kanduang adalah sejati. Jadi Bundo Kanduang adalah ibu sejati yang memiliki sifat-sifat keibuan dan kepemimpinan. Perempuanibu yang disebut bundokanduang – digambarkan sebagai limpapeh tiang rumah nan gadang rumah tangga. Peran utamanya ada dua; pertama, melanjutkan keberadaan suku dalam garis Matrilineal dan kedua, menjadi ibu rumah tangga dari keluarga, suami dan anak-anaknya. Dalam sistim keluarga matrilineal, selain memiliki keluarga inti ayah, ibu dan anak juga punya keluarga kaum extended family. Dalam keluarga kaum terhimpun keluarga Samandeh se-ibu. Anggota keluarga Samandeh berasal dari satu Rumah Gadang dan dari saudara seibu. Pimpinan dari keluarga Samandeh adalah Mamak Rumah yaitu seorang saudara laki-laki dari ibu. Sistem ini menempatkan laki-laki pada peran pelindung, dan pemelihara harta dari perempuan dan anak turunan saudara perempuannya. Keterkaitan dan keterlibatan seorang individu dalam sistim matrilineal terhadap keluarga inti dan keluarga kaum adalah sama. Dimana seorang perempuan, walau sudah menikah tidak lepas dari ikatan kaumnya. Perempuan Minang dikatakan memegang “kekuasaan” seluruh kekayaan, rumah, anak, suku Universitas Sumatera Utara 75 dan kaum, ia memiliki kebesaran yang bertuah kata-katanya didengar oleh anak cucu. Hal ini makin memperjelas kokohnya kedudukan perempuan Minang pada posisi sentral. Sedangkan ayah dalam masyarakat hukum adat Minangkabau, adalah bapak dari anak-anak yang dilahirkan oleh ibu yang diikat dengan satu hubungan pernikahan. Suku anak-anak yang lahir dari pernikahan tersebut ditentukan mengikuti garis keturunan ibu mereka. Seorang suami tidak punya kewenangan mengatur keluarga pihak istrinya namun kedudukannya sebagai sumando menantu begitu dihormati oleh kaum istrinya. Dan di sisi lain, dia tetap mempunyai keterikatan dan tanggung jawab terhadap kaumnya sebagai penghulu dan niniak mamak. Sehingga, seorang ayah tidak hanya berperan sebagai bapak dari anak-anaknya, tapi juga sebagai mamak dari kemenakannya dan berkewajiban memperhatikan dan menjaga para kemenakan tersebut. Dia wajib melindungi keduanya, sesuai pepatah adat Minang “anak dipangku kamanakan dibimbiang” anak dipangku keponakan dibimbing. Dalam lingkup harta pusaka tinggilah peran kaum perempuan terlihat sangat dominan, karena harta pusaka tinggi diwariskan menurut garis keturunan ibu. Pemilik asli dari harta pusaka tinggi ini adalah pihak perempuan yang dikepalai oleh seorang perempuan yang dituakan atau disebut Anduang. Walaupun pihak laki-laki niniak mamak yang merupakan pemimpin kaum dan mempunyai kewenangan mengelola harta pusaka tinggi, namun Anduanglah yang mempunyai kewenangan komersialisasi, menyimpan dan mendistribusikan hasil pengolahan harta pusaka tinggi ini kepada anggota kaum lainnya. Jadi, adat Universitas Sumatera Utara 76 Minangkabau telah memberikan secara khusus jaminan keselamatan hidup perempuan dalam kondisi bagaimanapun juga. Jika terjadi hal yang tidak diinginkan kelak, berupa perceraian atau lain sebagainya, anggota kaum yang perempuan akan terus survive bersama anak-anaknya dengan mengandalkan harta pusaka tinggi. Sistem Matrilineal yang telah disepakati dan dipatuhi secara turun temurun ini, setidaknya telah banyak memberikan keuntungan pada kaum perempuan di Minangkabau. Ketika perempuan di luar suku Minang baru menyuarakan emansipasi dan hak perlindungan bagi kaum perempuan, maka perempuan Minangkabau telah mengecap emansipasi dan hak-hak perlindungan tersebut. Para ninik-mamak telah mem buatkan suatu “aturan main” antara laki-laki dan perempuan dengan hak dan kewajiban yang berimbang antar sesamanya. Universitas Sumatera Utara 77

BAB V PEMBAHASAN