51 mengmungkinkan individu dapat melokalisasi, merasakan, mengidentifikasi, dan
memberi label terhadap peristiwa-peristiwa serta informasi. Dengan konsep yang sama Gitlin 1980 mendefinisikan frame sebagai seleksi, penegasan, dan eksklusi
yang ketat. Ia menghubungkan konsep tersebut dengan konsep memproduksi wacana berita dengan mengatakan “frame mengmungkinkan para jurnalis
memproses sejumlah besar informasi secara cepat dan rutin, sekaligus dan mengemas informasi demi penyiaran yang efisien kepada khalayak”. Konsep
framing dari para konstruksionis dalam literatur sosiologi ini memperkuat asumsi mengenai konsep kognitif individual-penstrukturan representasi kognitif dan teori
proses pengendalian informasi-dalam psikologi.
2.6.5 Model Framing Model William Gamson dan Andre Modigliani
Secara teknis, tidak mungkin bagi seorang jurnalis untuk men-framing seluruh bagian berita. Artinya, hanya bagian dari kejadian-kejadian happening
penting dalam sebuah berita saja yang menjadi objek framing jurnalis. Namun, bagian-bagian kejadian penting ini sendiri merupakan salah satu aspek yang
sangat ingin diketahui khalayak. Aspek lainnya adalah peristiwa atau ide yang diberitakan.
Gamson dan Modigliani Nugroho. Eriyanto, Surdiasis, 1999:21-22 menyebut cara pandang itu sebagai kemasan package yang mengandung
konstruksi makna atas peristiwa yang akan diberitakan. Menurut mereka, frame adalah cara berserita atau gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan
menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana.
Universitas Sumatera Utara
52 Pada dasarnya, analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis
wacana, khususnya untuk menganalisis teks media. Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955 Sudibyo, 1999a:23. Mulanya,
frame dimaknai sebagai sturktur kenseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik kebijakan, dan wacana, serta yang menyediakan
kategori-kategori standar untuk mengapresisasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada 1974, yang mengandaikan frame
sebagai kepingan kepingan dalam perilaku stips of behavior yang membimbing individu dalam membaca realitas. Akhir-akhir ini, konsep framing telah
digunakan secara luas dalam literature ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penseleksian dan penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realita oleh
media. Dalam ranah studi komunikasi, analisis framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan atau perspektif multidisipliner untuk menganalisa
fenomena atau aktifitas komunikasi. Konsep tentang framing atau frame sendiri bukan murni konsep ilmu komunikasi, akan tetapi dipinjam dari ilmu kognitif
psikologis. Dalam praktiknya, analisis framing juga membuka peluang bagi implementasi konsep-konsep sosiologis, politik dan cultural untuk menganalisis
fenomena komunikasi, sehingga sutu fenomena dapat di apresisai dan dianalisis berdasarkan konteks sosiologis, politis, atau cultural yang melingkupinya
Sudibyo, 1999b:176. Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideology media saat mengkonstruksi fakta.
Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti, atau lebih lebih diingat,
untuk menggiring interpretasi khalalayk sesuai perspektifnya. Dengan kata lain,
Universitas Sumatera Utara
53 framing adalah pendekatan utnuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara
pandang yang digunakan oelh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta yang diambil,
bagaimana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa kemena berita tersebut Nugroho, Eriyanto, Surdiasis, 1999:21. Karenanya, berita menjadi
manipulatif dan mbertujuan mendominasi keberadaan subjek sebagai sesuatu yang legitimate, objektif, alamiah, wajar, atau tak terelakkan Imawan, 2000:66.
Gamson dan Modigliani Nugroho. Eriyanto, Surdiasis, 1999:21-22 menyebut cara pandang itu sebagai kemasan package yang mengandung konstruksi makna
atas peristiwa yang akan diberitakan. Menurut mereka, frame adalah cara berserita atau gugusan ide-ide yang
terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa- peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana.
Secara teknis sangat tidak mungkin seorang jurnalis memframing seluruh bagian berita, atau dalam kata lain hanyalah berita yang terpenting yang akan menjadi
objek framing jurnalis. Framing dalam berita dilakukan dengan empat cara: 1.
Identifikasi Masalah 2.
Identifikasi Penyebab Masalah 3.
Evaluasi Moral 4.
Saran Penaggulangan Masalah Menurut Abrar dalam Sobur 2004 menyebutkan bahwa pada umumnya
ada empat teknik memframing berita yang digunaka oleh wartawan 1Cognitive Dissonance ketidaksukaan sikap dan perilaku, 2empati membentuk “pribadi
khayal”, 3Packing daya tarik yang melahirkan ketidakberdayaan, 4Assosiasi
Universitas Sumatera Utara
54 menggabungkan kondisi, kebijakan dan objekyang sedang actual dengan focus
berita.Dan sekurangnya ada tiga bagian yang menjadi objek framing seorang wartawan, yaitu ; judul berita, focus berita dan up berita. Analisis framing bisa
dilakukan dengan bermacam-macam focus dan tujuan. Pendekatan framing di bagi menjadi dua :
a P e n d e k a t a n K u l t u r a l
Meliputi identifikasi dan kategorisasi terhadap penanggulangan, penempatan, asosiasi, dan penajaman kata, kalimat dan proposisi tertentu
dalan suatu wacana. b
P e n d e k a t a n I n d i v i d u a l Frame dalam level individu menimbulkan konsekuensi bahwa untuk
tujuan tertentu, studi framing tidak bisa hanya dilakukan dengan analisis isi terhadap teks media. Menurut Sudibyo 1999:42 analisis framing
terhadap skemata individu bisa dilakukan dengan polling atau wawancara komprehensif framing terhadap skemata individu bisa dilakukan dengan
polling atau wawancara komprehensif.
Didasarkan pada pendekatan konstruksionis yang melihat representasi media, berita dan artikel, terdiri atas Package Interaktif yang mengandung
konstruksi makna tertentu. Dalam Package Interaktif terdapat dua struktur : 1.
C o r e F r a m e Merupakan pusat organisasi elemen-elemen ide yang membantu
komunikator menunjukkan substansi isu yang dibicarakan. 2.
C ondensing S ym bol
Universitas Sumatera Utara
55 Memiliki dua struktur framing devices dan reasoning devices. Framing
Devices mencakup methapore, exemplar, cathcpharses, deceptions dan visual image yang menekankan pada bagaimana “melihat” aspek suatu isu
atau berita. Sedangkan Reasoning Devices menekankan aspek pembenaran terhadap cara “melihat” isu, yakni roots dan appeals to principle. Model
lain dikembangkan William A. Gamson dan Andre Modigliani Siahaan 2001:81-87.
Gamson-ilmuwan yang
paling konsisten
dalam mengembangkan konsep framing mendefinisikan frame sebagai
organissasi gagasasn centrall atau alur cerita yang mengarahkan makna peristiwa-peristiwa yang dihubungkan dengan suatu isu. Frame merupakan
inti sebuah unit besar wacana public yang disebut package. Framing analisis yang dikembangkan Gmason dan Modigliani memahami wacana
media sebagai satu gugusan perspektif, interpretasi interpretatif package saat mengkonstruksi dan member makna suatu isu.
Model ini menganggap frame sebagai cara bercerita atau gugusan ide-ide yang tersusun sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna dari
peristiwa yang berkaitan dengan suatu wacana. Cara pandang wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita disebut Gamson dan Modiglani
sebagai kemasan package. Merupakan rangkaian ide yang menunjukkan isu apa yang dibicarakan dan peristiwa mana yang relevan.
Dari pemikiran diatas, model analis framing ini dapat dilihal pada tabel.dibawah ini perangkat framing yang dikemukakan oleh William A Gamson
dan Andre Modigliani : Tabel 2.6.5 : Perangkat Framing Gamson dan Modigliani
Universitas Sumatera Utara
56 Frame
Central organizing idea for making sense of relevant event, suggesting
what is at issues Framing Device
perangkat Framing
Reasoning Device Perangkat Penalaran
Methapors Perumpamaan atau pengandaian
Roots Analisis kausal atau sebab akibat
Catchphrases Frase
yang menarik,
kontras, menonjol dalam suatu wacana. Ini
umumnya berupa
jargon atau
slogan. Appeals to Principle
Premis dasar, klaim klaim moral
Exemplar Mengaitkan bingkai dengan contoh,
uraian bisa
berupa teori,
perbandingan yang memperjelas bingkai
Consequences Efek atau konsekuensi yang didapat
dari
Bingkai Depiction
Penggambaran atau pelukisan suatu isu
yang bersifat
konotatif. Depiction ini umumnya berupa
kosakata, leksikon untuk melabeli sesuatu.
Visual Image Gambar,
grafik, citra
yang mendukung
bingkai secara
keseluruhan. Bisa berupa foto, kartun,
ataupun grafik
untuk menekankan dan mendukung pesan
yang ingin disampaikan. Sumber : Eriyanto 2002
Dalam pendekatan model Gamson dan Modigliani ada dua aspek penting yang mendukung ide sentral atau gagasan sentral bisa diterjemahkan kedalam
sebuah realitas. Pertama framing devices perangkat framing, yang terdiri dari methapors, catcphrase, exemplar, depiction, dan visual image. Perangkat ini
Universitas Sumatera Utara
57 berhubungan langsung pada penekanan bingkai dalam sebuah realitas dalam teks
yang berkaitan dengan isu tertentu. Kedua adalah Perangkat penalaran reasoning devices, yang terdiri dari
root, appeals to principle dan consequence. Perangkat penalaran ini berhubungan dengan kohesi dan koherensi dari realitas dalam teks suatu isu tertentu.
Methapors adalah
sebuah cara
memindahkan makna
dengan menghubungkan merelasikan dua fakta analogi, atau menggunakan kiasan
dengan memakai kata-kata ibarat,bak, sebagai,perumpamaan, dan laksana. Methapors mempunyai arti atau peran yang ganda, yaitu sebagai perangkat
diskursif, dan ekspresi mental. Serta berasosiasi dengan penilaian dan memaksa realitas dalam teks dan dialog untuk membuat sense tertentu.
Catchphrases adalah bentuk kata atau istilah frase yang mencerminkan sebuah fakta yang merujuk pada pemikiran atau semangat sosial demi mendukung
kekuasan tertentu. Dalam sebuah teks atau dialog, wujudnya berupa slogan, jargon, atau semboyan yang ditonjolkan.
Exemplaar adalah cara mengemas atau menguraikan sebuah fakta tertentu secara mendalam, supaya memiliki makna yang lebih untuk dijadikan rujukan.
Dalam exemplaar posisinya sebagai pelengkap dalam kesatuan wacana atau bingkai pada sebuah teks atau dialog mengenai isu tertentu. Tujuannya untuk
memperoleh pembenaran isu sosial yang sedang diangkat, bisa berupa contoh, uraian, teori, dan perbandingan yang bisa memperjelas bingkai.
Depictions adalah cara menggambarkan sebuah fakta atau isu tertentu yang berupa kalimat konotatif, istilah, kata, leksikon, untuk melabeli sesuatu
supaya khalayak terarah ke citra tertentu. Dengan tujuan menguatkan harapan,
Universitas Sumatera Utara
58 ketakutan, posisi moral, dan perubahan. Serta pemakaian kata khusus diniatkan
untuk membangkitkan prasangka, sehingga mampu menempatkan seseorang atau pihak tertentu pada posisi tidak berdaya karena kekuatan konotasinya mampu
melakukan kekerasan simbolik. Visual image adalah perangkat yang dalam bentuk gambar, grafik,
diagram, tabel, dan kartun dan sejenisnya juga citra tententu untuk mendukung dan menekankan pesan yang ingin ditojolkan atau disampaikan bingkai secara
keseluruhan. Misalnya perhatian, penegasan, atau penolakan terhadap isu tertentu. Sifatnya natural, sangat mewakili realitas atau isu tertentu dan erat dengan
ideologi pesan terhadap khalayak. Root adalah pemberatan isu tertentu dengan menghubungkan suatu objek
yang dianggap menjadi penyebab timbulnya hal yang lain. Tujuannya untuk memberikan alasan pembenaran dalam penyimpulan fakta berdasarkan hubungan
kausal atau seba akibat yang digambarkan atau dijabarkan. Appeals to principle adalah upaya memberikan alasan tentang kebenaran
suatu isu dengan menggunakan logika dan klaim moral, pemikiran,dan prinsip untuk mengkonstruksi suatu realitas. Berupa pepatah, mitos, doktrin, cerita rakyat,
ajaran dan sejenisnya. Tujuannya manipulasi emosi supaya khalayak mengarah kepada waktu,tempat, sifat, dan cara tertentu.
Consequences adalah konsekuensi yang didapat pada akhir pembingkaian tentang suatu isu tertentu dalam teks atau dialog dalam media yang sudah
terangkum pada efek atau konsekuensi dalam bingkai.
Universitas Sumatera Utara
59
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian