Standar, SNI, dan Peraturan Keamanan Pangan

dan Menengah UMKM serta penyuaraan pendapat mereka ini, diperlukan upaya yang nyata. Pembinaan peningkatan kemampuan UMKM harus dikedepankan sehingga UMKM akan mampu memenuhi standar yang dipersyaratkan pasar. Hal ini dimaksudkan agar UMKM dapat bersaing di pasar regionalinternasional dan dapat menjadi bagian dari global supply chain. Dengan demikian standar yang dihasilkan akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dan negara. Menurut Winarno 2002 perumusan standar yang tergesa-gesa akan menimbulkan biaya tak terduga yang tidak dapat diprediksi. Dalam beberapa hal perumusan standar yang tetap harus melalui konsensus yang dapat dilaksanakan dengan cepat sepanjang ada alasan yang tepat dan hasilnya tetap objektif serta memberikan manfaat kepada semua pihak yang terkait. Pertanyaan yang perlu dijawab dalam merumuskan suatu standar adalah i Siapa yang memerlukan standar? ii Standar seperti apa yang diinginkan? iii Mengapa diperlukan standar? iv Dimana penerapannya? v Kapan standar tersebut diterapkan? vi Bagaimana cara perumusannya?.

2.2. Standar, SNI, dan Peraturan Keamanan Pangan

Standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional BSN disebut sebagai Standar Nasional Indonesia SNI. Menurut PP No. 1022000 tentang Standardisasi Nasional, SNI didefinisikan sebagai standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional. SNI yang ditetapkan oleh BSN bersifat sukarela voluntary, sedangkan instansi teknis dapat memberlakukan wajib mandatory SNI dalam bentuk peraturan melalui surat keputusan menteri atau kepala badan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia peraturan didefiniskan sebagai tataan petunjuk, kaidah, ketentuan yang dibuat untuk mengatur Kemendiknas, 2011. Badan Pengawas Obat dan Makanan BPOM RI sebagai salah satu instansi teknis dapat memberlakukan wajib sebagian atau keseluruhan ketentuan di dalam SNI yang telah ditetapkan oleh BSN. Pertimbangan utama BPOM RI di dalam memberlakukan wajib SNI adalah faktor kesehatan masyarakat dan keamanan pangan. BPOM RI memberlakukan wajib SNI dituangkan dalam bentuk peraturan melalui surat keputusan SK kepala BPOM RI. Selain pemberlakuan wajib SNI tersebut, di dalam menjalankan fungsi pengawasan pangan, BPOM RI juga berwenang mengeluarkan peraturan lain dalam bentuk pedoman dan kode praktis. Untuk itu, pada pembahasan selanjutnya, peraturan yang dikeluarkan oleh BPOM RI baik berupa pemberlakuan wajib SNI, pedoman, maupun kode praktis disebut sebagai peraturan. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan mendefinisikan Keamanan Pangan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. BPOM RI berwenang menetapkan peraturan dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai lembaga pengawas pangan untuk menciptakan keamanan pangan pada produk pangan yang beredar di Indonesia. Peraturan BPOM RI yang memberlakukan wajib SNI dapat disebut sebagai standar keamanan pangan. Secara umum di dalam kerangka SNI dapat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu i awal, ii umum, iii teknis, dan iv tambahan. Bagian Awal dan Tambahan bersifat informatif, sedangkan bagian Umum dan Teknis bersifat normatif. Bagian umum umumnya terdiri atas unsur i judul, ii ruang lingkup, dan iii acuan normatif. Bagian teknis umumnya terdiri atas unsur i istilah dan definisi, ii simbol dan singkatan, iii klasifikasi, iv persyaratan, v pengambilan contoh, vi metode uji, vii penandaan, dan viii lampiran normatif. Secara lengkap bagian dan unsur yang terdapat di dalam SNI dapat dilihat pada Lampiran 1 BSN, 2007b. Jika dilihat dari bagian dan unsur di dalam SNI, dapat dilihat bahwa unsur persyaratan pada bagian teknis merupakan unsur yang menggambarkan standar keamanan pangan. Pada unsur persyaratan di dalam SNI pangan terdapat ketentuan persyaratan mutu baik yang bersifat fisik, kimia, maupun mikrobiologi. Persyaratan mutu kimia dan mikrobiologi pada umumnya dijadikan sebagai standar keamanan pangan yang diwajibkan mandatory oleh BPOM RI. Contoh SNI SNI 3141.1:2011 tentang Susu Segar – Bagian 1: Sapi yang ditetapkan oleh BSN dengan bagian yang lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2 BSN, 2011a. Contoh peraturan dalam bentuk surat keputusan SK BPOM RI yang memberlakukan wajib SNI HK.00.05.5.1.4547 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan Dalam Produk Pangan dapat dilihat pada Lampiran 3 BPOM, 2004. Untuk itu, definisi standar dan peraturan keamanan pangan di dalam tulisan ini mencakup: i parameter atau ketentuan di dalam SNI dari BSN yang memberikan persyaratan kimia dan mikrobiologi dan terkait dengan keamanan pangan dan ii peraturan yang ditetapkan melalui surat keputusan SK BPOM RI berupa pemberlakuan wajib standar SNI, pedoman, dan kode praktis untuk menjalankan fungsi BPOM RI sebagai lembaga pengawas pangan guna menciptakan keamanan pangan produk pangan yang beredar di Indonesia. Sementara itu. peraturan keamanan pangan dari instansi teknis lain misal Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Kehutanan tidak dibahas secara lebih mendalam di dalam tulisan ini.

2.3. Perumusan Standar dan Peraturan Keamanan Pangan dengan