Gambar 4. Kerangka Penelitian Kajian Perumusan Standar dan Peraturan Keamanan Pangan
Tahapan di dalam penelitian ini dibagi menjadi 7 tahap, yaitu: i studi literatur perumusan standar keamanan pangan secara teoritis, ii studi atas
prosedur perumusan
standar dan
peraturan pada
otoritas pembuat
standarperaturan keamanan pangan, iii focus group discussion FGD, iv survei, v analisis gap 1: antara perumusan secara teoritis dan dokumen prosedur
perumusan standar dan peraturan yang berlaku pada otoritas pembuat standarperaturan keamanan pangan, vi analisis gap 2: antara dokumen prosedur
perumusan standar dan peraturan dengan pelaksanaannya berdasarkan hasil FGD dan survei, dan vii penyusunan rekomendasi perumusan standar dan peraturan
berdasarkan hasil analisis gap 1 dan gap 2. Adapun tahap penelitian ini secara lengkap dijelaskan pada bagian di bawah ini.
3.3.1. Studi Literatur Perumusan Standar secara Teoritis
Studi literatur dilakukan untuk mengetahui perumusan dan pengembangan standar secara teoritis, termasuk mempelajari prinsip-prinsip perumusan dan
pengembangan dan prosedur perumusan standar yang berlaku secara internasional Codex Alimentarius Commission – CAC. Perumusan standar tersebut
dikembangkan berdasarkan prinsip Transparan, Terbuka, Konsensus dan Tidak
Memihak, Efektif dan Relevan, Koheren, dan Berdimensi Pengembangan BSN, 2011e.
3.3.2. Studi atas Prosedur Perumusan Standar pada Otoritas Pembuat Standar dan Peraturan
Mempelajari prosedur perumusan, penetapan, dan pemberlakuan standar keamanan pangan yang saat ini berlaku di Indonesia, khususnya dari Badan
Standardisasi Nasional BSN dan Badan Pengawas Obat dan Makanan BPOM RI. BSN merupakan lembaga yang berwenang dalam mengkoordinasi sistem
standardisasi nasional, sehingga kegiatan standardisasi yang ada di Indonesia harus melalui prosedur yang berlaku dan ditetapkan oleh BSN. Jika BPOM RI
akan melakukan kegiatan standardisasi keamanan pangan, maka prosedurnya mengikuti ketentuan yang berlaku di BSN.
Selain itu, BPOM RI juga berwenang dalam menyusun pedoman dan kode praktis yang terkait dengan keamanan pangan tanpa melalui prosedur yang
berlaku di BSN. Pedoman, kode praktis, dan standar yang diberlakukan wajib oleh BPOM RI kemudian secara umum disebut sebagai “Peraturan” yang
ditetapkan melalui surat keputusan kepala BPOM RI. Untuk itu, prosedur perumusan standar oleh BSN dan peraturan oleh BPOM RI perlu dipelajari agar
diperoleh gambaran mengenai perumusan standar dan peraturan tersebut secara lebih komprehensif.
3.3.3. Focus Group Discussion
Focus Group Discussion FGD dilakukan untuk menjaring masukan dari berbagai lembaga terkait pemerintah, industri, akademisi, dan konsumen
mengenai perumusan dan pengembangan standar dan peraturan keamanan pangan di Indonesia secara umum. FGD juga dilakukan untuk mengetahui gambaran
pelaksanaan kebijakan keamanan pangan secara umum di Indonesia, termasuk penerapan standar dan peraturan yang dikeluarkan BSN dan BPOM RI.
FGD dilakukan dengan menghadirkan beberapa stakeholder yang terkait dengan perumusan dan pengembangan standar dan peraturan keamanan pangan.
FGD dilakukan pada 6 Desember 2010 di SEAFAST Center IPB Baranangsiang. FGD tersebut dihadiri oleh BPOM RI Deputi III, seluruh direktur kedeputian III,
dan staf, BSN, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, pihak industri diwakili oleh Gabungan Pengusaha
Makanan dan Minuman Indonesia – GAPMMI, Pusat Informasi Produk Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia – PIPIMM, dan Asosiasi Industri Minuman
Ringan Indonesia – ASRIM, akademisi dari peneliti SEAFAST Center IPB, dan konsumen yang diwakili oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI.
Daftar peserta yang mengikuti FGD dapat dilihat pada Lampiran 4.
3.3.4. Survei