digunakan di dalam kuesioner adalah nominal, ordinal, dan interval. Data nominal digunakan misalnya pada pertanyaan dengan pilihan jawaban “Ya” dan
“Tidak”. Data ordinal digunakan misalnya pada pertanyaan dengan pilihan jawaban “Sangat Baik”, “Baik”, “Cukup”, dan “Kurang”. Data interval
digunakan pada kuesioner dengan pertanyaan untuk mendapatkan pernyataan dari responden dengan memberikan penilaian terhadap variabel tertentu transparan,
keterbukaan, konsensus dan tidak memihak, efektif dan relevan, koheren, dimensi pengembangan pada skala garis yang diberikan. Bentuk kuesioner yang
digunakan di dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 6.
3.3.5. Analisis Gap 1
Analisis gap perumusan, penetapan, dan pemberlakuan wajib standar oleh BSN dan BPOM RI dokumen tertulis dibandingkan dengan perumusan standar
berdasarkan teori ideal yang menerapkan prinsip-prinsip perumusan dan pengembangan standar keamanan pangan. Perumusan standar secara teori
mengacu pada pedoman yang telah diberlakukan oleh lembaga internasional seperti CAC.
3.3.6. Analisis Gap 2
Analisis gap perumusan, penetapan, dan pemberlakuan standar oleh BSN dan BPOM RI dokumen tertulis dibandingkan dengan penerapan dokumen
perumusan standar pelaksanaan. Kondisi pelaksanaan perumusan standar dilihat dari hasil focus group discussion FGD dan survei.
3.3.7. Penyusunan Rekomendasi Perumusan Standar dan Peraturan
Draf dan rekomendasi perumusan suatu standar dan peraturan keamanan pangan disusun berdasarkan analisis gap 1 dan gap 2 pada Langkah 5 dan
Langkah 6. Rekomendasi perumusan standar dan peraturan dilakukan dengan memperhatikan penerapan prinsip perumusan dan pengembangan standar dan
peraturan yaitu transparan, terbuka, konsensus dan tidak memihak, efektif dan relevan, koheren, dan berdimensi pengembangan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Perumusan Standar dan Peraturan oleh BSN, BPOM, dan CAC
Setiap lembaga mempunyai cara yang berbeda dalam perumusan suatu peraturan dan standar. Paling tidak di Indonesia lembaga pemerintah yang
berwenang dalam perumusan dan pemberlakuan suatu standar keamanan pangan ada 2 yaitu, Badan Pengawas Obat dan Makanan BPOM RI dan Badan
Standardisasi Nasional BSN. Selain dilihat prosedur perumusan dan
pemberlakuan suatu standar pangan pada lembaga di tingkat nasional tersebut, di dalam pembahasan ini juga akan dilihat perumusan standar di tingkat
internasional oleh Codex Alimentarius Commission CAC.
4.1.1. Perumusan Standar oleh BSN
Perumusan standar di BSN dimulai dengan penyusunan konsep oleh konseptor dari perorangan atau gugus kerja yang ditunjuk oleh panitia teknis PT
atau subpanitia teknis SPT. Konseptor dapat berasal dari dalam maupun luar anggota PTSPT. Panitia teknis terdiri atas beberapa orang yang merupakan
perwakilan dari lembaga pemerintah, industri produsen, konsumen, dan akademisi pakar. Panitia teknis pada umumnya diketuai oleh seorang dari
perwakilan lembaga pemerintah yang terkait dengan standar yang akan dibahas. Misalnya untuk standar yang terkait dengan bahan tambahan pangan dan
kontaminan, panitia teknis diketuai oleh pejabat atau staf dari direktorat standardisasi produk pangan BPOM RI dengan sekretariat bertempat di kantor
BPOM RI. Hasil dari penyusunan konsep adalah Rancangan Standar Nasional
Indonesia RSNI 1. RSNI 1 kemudian dibahas di dalam rapat teknis yang harus dihadiri oleh semua anggota panitia teknis atau dengan jumlah yang memenuhi
kuorum dan adanya keterwakilan dari masing-masing lembaga pemerintah, industri, konsumen, dan akademisi. Rapat teknis dihadiri oleh tenaga ahli
standardisasi TAS sebagai pengendali mutu yang ditugaskan oleh BSN untuk memantau pelaksanaannya. TAS harus memastikan bahwa pelaksanaan rapat