Focus Group Discussion Pelaksanaan Perumusan Standar

4.1.4. Analisis Gap Perumusan Standar Secara Teoritis dan Berdasarkan Dokumen yang Berlaku

Setelah dijelaskan mengenai perumusan standar dan peraturan yang berlaku di Indonesia oleh BSN dan BPOM RI, kemudian dibandingkan dengan perumusan standar secara teoritis ideal yang diberlakukan oleh CAC. Perbandingan tersebut dituangkan dalam analisis gap yang dapat dilihat pada Tabel 8.

4.2. Pelaksanaan Perumusan Standar

Sebagai tahap awal, pada penelitian ini dilakukan cara untuk mengetahui gambaran tentang permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan standar keamanan pangan di Indonesia yang mengakibatkan rendahnya tingkat implementasi standar. Cara yang dilakukan adalah melaksanakan focus group discussion FGD dan penyebaran kuesioner.

4.2.1. Focus Group Discussion

Focus Group Discussion FGD dilakukan untuk mengetahui gambaran tentang permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan standar keamanan pangan di Indonesia. FGD yang telah dilakukan pada tanggal 6 Desember 2010 di SEAFAST Center IPB Baranangsiang, Bogor dihadiri oleh perwakilan pemerintah, industri, lembaga konsumen, dan akademisi. Tujuan FGD adalah menjaring masukan dari pihak industri dan konsumen terhadap kebijakan pangan yang telah dikeluarkan oleh BPOM RI dan masukan untuk mekanisme penyusunan peraturan dan regulasi pangan yang mampu menghasilkan standar dan peraturan dengan tingkat keberterimaan yang tinggi serta dapat melindungi konsumen dan sekaligus mendorong pertumbuhan industri pangan. Beberapa masukan dari perwakilan pemerintah BPOM, BSN, Kementan, KKP, Kemenperin, Industri GAPMMI, PIPIMM, ASRIM, Lembaga Konsumen YLKI, dan akademisi SEAFAST Center – LPPM IPB secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil Focus Group Discussion FGD tentang Kebijakan Pangan Kelompok Tanggapan terhadap Kebijakan Pangan Pengkategorian Berdasarkan Prinsip Perumusan dan Pengembangan Standar 1 2 3 4 5 6 Pemerintah  Standar diperlukan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen dan menciptakan perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab √  Standar pangan dituntut untuk science risk based √  Perumusan dan pemberlakuan standar pangan perlu cepat tanggap dan antisipasi terhadap inovasi √ √  Perumusan dan pemberlakuan standar pangan perlu kemitraan atau jejaring dengan pakar √  Standar pangan perlu pertimbangan antara harmonisasi peraturan dan kemampuan produsen √ √  BPOM akan melakukan upaya peningkatan dalam hal tata laksana, sumber daya manusia, sarana prasarana, dan kebutuhan data mengenai keadaan dan masalah kesehatan masyarakat serta studi paparan untuk mendukung perumusan dan pemberlakuan standar dan peraturan pangan √ √ Industri  Pemberlakuan standar dan peraturan yang belum disahkan secara resmi melalui keputusan kepala BPOM √ √  Penyusunan standar dan peraturan pangan kurang melibatkan industri √  Kurangnya sosialisasi standar dan peraturan pangan √  Ada standar dan peraturan pangan yang tidak memperhatikan kondisi Indonesia √  Pemahaman dan koordinasi SDM BPOM terhadap standar dan peraturan pangan masih lemah Tidak terkait perumusan  Tim mitra bestari dan pakar kurang menguasai persoalan saat perumusan standar dan peraturan pangan √  Adanya peraturan pangan yang tidak konsisten, misal antara SNI dan peraturan BPOM RI √ Tanggapan dan masukan dari Industri secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 5 Tabel 9. Hasil Focus Group Discussion FGD tentang Kebijakan Pangan Lanjutan Keterangan: Prinsip Perumusan dan Pengembangan Standar 1 = Transparan 2 = Terbuka 3 = Konsensus dan Tidak Memihak 4 = Efektif dan Relevan 5 = Koheren 6 = Berdimensi Pengembangan Kelompok Tanggapan terhadap Kebijakan Pangan Pengkategorian Berdasarkan Prinsip Perumusan dan Pengembangan Standar 1 2 3 4 5 6 Konsumen  Penerapan standar pangan oleh industri masih rendah √  Sosialisasi standar dan peraturan pangan oleh pemerintah kurang maksimal √  Perlu program untuk mempermudah produsen mensertifikasi produk yang comply dengan standar pangan √  Penerapan sanksi bagi yang melanggar peraturan pangan masih lemah - Tidak terkait perumusan  Pemerintah lemah dalam pengawasan pangan - Tidak terkait perumusan Akademisi  Adanya standar dan peraturan pangan yang terlalu longgar √  Adanya standar dan peraturan pangan yang terlalu ketat √  Standar dan peraturan pangan belum menerapkan prinsip analisis risiko √  Perumusan dan penetapan standar dan peraturan pangan perlu menerapkan prinsip RIA √ √ Total Jumlah 3 2 1 12 3 3 24 Persentase terhadap Total 12,5 8,3 4,2 50,0 12,5 12,5 100,0 Hasil Focus Group Discussion FGD yang dilakukan pada tanggal 6 Desember 2010 memperlihatkan bahwa permasalahan utama yang menjadi kendala dalam kebijakan pangan adalah pada saat perumusan peraturan dan standar. Masalah perumusan peraturan dan standar menjadi penyebab munculnya masalah-masalah lain, seperti rendahnya penerapan oleh pelaku usaha, sulitnya pengawasan dikarenakan keterbatasan infrastruktur laboratorium uji, dan rendahnya tingkat sosialisasi yang hanya mengandalkan satu institusi pemerintah. Jika dilihat berdasarkan prinsip perumusan dan pengembangan standar, hasil FGD dari keempat kelompok pemerintah, industri, konsumen, dan akademisi menunjukkan bahwa penerapan prinsip efektif dan relevan masih rendah. Perumusan kebijakan pangan yang menjadi masalah utama adalah mengenai standar yang diberlakukan wajib dan ditetapkan oleh BPOM RI. Banyak standar pangan SNI yang diberlakukan wajib dan peraturan yang dituangkan dalam surat keputusan SK kepala BPOM RI menjadi bermasalah dalam penerapannya oleh industri. Jika dilihat berdasarkan kategori prinsip dan pengembangan standar pada Tabel 9, terlihat bahwa penerapan prinsip yang paling bermasalah adalah prinsip efektif dan relevan 50. Hal ini perlu menjadi perhatian utama dalam memperbaiki perumusan dan pengembangan standar dan peraturan pangan, agar standar dan peraturan yang dihasilkan dapat diterapkan oleh pelaku usaha secara efektif.

4.2.2. Survei