Memperkuat sistem regulatory pengawasan pangan C. Sasaran BPOM, 2008
Sasaran dari Direktorat Standardisasi Produk Pangan BPOM RI adalah: Seluruh standar pangan yang berlaku diakui secara nasional dan internasional.
Seluruh pangan harus memenuhi standar tersebut. Semua kode praktis, pedoman dan standar di-mandatori-kan diberlakukan
wajib dalam bentuk peraturan perundang–undangan. D. Indikator Keberhasilan BPOM, 2008
Indikator keberhasilan program Direktorat Standardisasi Produk Pangan BPOM RI adalah:
100 standar pangan yang berlaku diakui secara nasional dan internasional 100 pangan harus memenuhi standar tersebut
100 kode praktis, pedoman dan standar di-mandatori-kan diberlakukan
wajib dalam bentuk perundang–undangan
3. Tentang Peran Pemerintah Daerah dalam Standardisasi Keamanan Pangan Nasional
Salah satu lembaga yang perlu diperhatikan peranannya dalam pengembangan standar dan peraturan keamanan pangan adalah pemerintah daerah
Pemda. Di dalam era otonomi daerah saat ini, partisipasi dan peran daerah sangat diperlukan untuk mewujudkan keamanan pangan melalui pemberlakuan
peraturan-peraturan dan standar yang diwajibkan di bidang pangan. Pembagian peran pemerintah pusat dan daerah dalam pengembangan standardisasi di bidang
pangan di Indonesia telah dijelaskan pada Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah KabupatenKota Bidang Pertanian dan Ketahanan Pangan, Sub Bidang 5 Penunjang, sub sub bidang 7
Standardisasi dan Akreditasi, menjelaskan pembagian peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi dan kabupatenkota dalam bidang standardisasi dan
akreditasi. Secara lengkap pembagian peran tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Pembagian Peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Bidang Standardisasi dan Akreditasi PP No.38, 2007
Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah Provinsi
Pemerintah Daerah KabupatenKota
1. Perumusan kebijakan sektor pertanian di bidang standardisasi.
1. Rekomendasi usulan kebijakan sektor pertanian di bidang standardisasi sesuai
pengalaman di daerah. 1. Rekomendasi usulan kebijakan sektor
pertanian di bidang standardisasi sesuai pengalaman di daerah.
2. Penyusunan rencana dan penetapan program standardisasi sektor pertanian.
2. Rekomendasi aspek teknis, sosial dan ekonomi dalam penyusunan rencana dan
program standardisasi sektor pertanian. 2. Rekomendasi aspek teknis, sosial dan
ekonomi dalam penyusunan rencana dan program nasional di bidang standardisasi
di daerah.
3. Koordinasi standardisasi nasional sektor pertanian.
3. Koordinasi standardisasi sektor pertanian di provinsi.
3. Koordinasi standardisasi sektor pertanian di kabupatenkota.
4. Perumusan rancangan Standar Nasional Indonesia SNI sektor
pertanian melalui konsensus untuk ditetapkan sebagai SNI.
4. Koordinasi pengusulan kebutuhan standar yang akan dirumuskan sesuai kebutuhan
daerah. 4. Pengusulan kebutuhan standar yang akan
dirumuskan.
5. Penetapan pemberlakuan SNI wajib. 5. Rekomendasi aspek teknis, sosial dan
bisnis dalam rencana pemberlakuan wajib SNI serta memberikan usulan
pemberlakuan wajib SNI. 5. Rekomendasi aspek teknis, sosial dan
bisnis dalam rencana pemberlakuan wajib SNI serta mengusulkan usulan
pemberlakuan wajib SNI.
6. Fasilitasi kelembagaan sektor pertanian yang akan mengajukan akreditasi.
6. Penerapan sistem manajemen mutu kelembagaan dalam rangka proses
akreditasi di provinsi. 6. Penerapan sistem manajemen mutu
kelembagaan dalam rangka proses akreditasi di kabupatenkota.
7. Penilaian kesesuaian terhadap pemohon akreditasi di sektor pertanian.
7. --- 7. ---
8. Penetapan sistem dan pelaksanaan sertifikasi sektor pertanian.
8. Penerapan sistem sertifikasi yang mendukung standardisasi sektor pertanian
di provinsi. 8. Penerapan sistem sertifikasi yang
mendukung standardisasi sektor pertanian di kabupatenkota.
Tabel 2. Pembagian Peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Bidang Standardisasi dan Akreditasi Lanjutan
Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah Provinsi
Pemerintah Daerah KabupatenKota
9. Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan sistem sertifikasi sektor
pertanian. 9. ---
9. ---
10. Pembinaan laboratorium penguji dan lembaga inspeksi dalam lingkungan
pertanian. 10.Dukungan pengembangan laboratorium
penguji dan lembaga inspeksi sektor pertanian di provinsi.
10. Pengembangan pembinaan laboratorium penguji dan lembaga inspeksi sektor
pertanian di kabupatenkota. 11. Pembinaan dan pengawasan lembaga
sertifikasi dan laboratorium penguji dalam mendukung penerapan
standardisasi di sektor pertanian. 11.Kerjasama standardisasi dan penyampaian
rekomendasi teknis dalam rangka penerapan standar dan peningkatan daya
saing produk pertanian. 11. Kerjasama standardisasi dalam rangka
penerapan standar dan peningkatan daya saing produk pertanian.
12. Pengembangan dokumentasi dan informasi standardisasi sektor
pertanian. 12.Fasilitasi penyebaran dokumentasi dan
informasi standardisasi sektor pertanian di provinsi.
12. Fasilitasi penyebaran dokumentasi dan informasi standardisasi sektor pertanian
di kabupatenkota. 13. Menyusun dan melaksanakan program
pemasyarakatan standardisasi sektor pertanian.
13.Fasilitasi pelaksanaan program pemasyarakatan standardisasi di provinsi.
13. Fasilitasi pelaksanaan program pemasyarakatan standardisasi di
kabupatenkota. 14. Penyelenggaraan program pendidikan
dan pelatihan standardisasi sektor pertanian.
14.Fasilitasi penyelenggaraan program pendidikan dan pelatihan standardisasi
sektor pertanian sesuai kebutuhan di provinsi.
14. Fasilitasi penyelenggaraan program pendidikan dan pelatihan standardisasi
sektor pertanian sesuai kebutuhan di kabupatenkota.
Peran pemerintah pusat dan daerah dalam pengembangan kebijakan keamanan pangan di Indonesia juga dapat dilihat pada Lampiran PP No. 38 Tahun
2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah KabupatenKota Bidang Pertanian dan
Ketahanan Pangan, Sub Bidang 4. Ketahanan Pangan, sub sub bidang 2. Keamanan Pangan menjelaskan pembagian peran pemerintah pusat dan
pemerintah daerah di bidang keamanan pangan. Secara lengkap pembagian peran tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Pembagian Peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Bidang Keamanan Pangan PP No.38, 2007
Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah
Provinsi Pemerintah Daerah
KabupatenKota 1. Perumusan standar
Batas Minimum Residu BMR.
1. Pembinaan penerapan standar BMR wilayah
provinsi. 1. Penerapan standar
BMR wilayah kabupatenkota.
2. Penyusunan modul pelatihan inspektur,
fasilitator, Penyidik Pegawai Negeri
Sipil PPNS keamanan pangan.
1. Pelatihan inspektur, fasilitator, PPNS
keamanan pangan wilayah provinsi.
2. Pelatihan inspektur, fasilitator, PPNS
keamanan pangan wilayah
kabupatenkota.
3. Pembinaan sistem manajemen
laboratorium uji mutu dan keamanan
pangan nasional. 2. Pembinaan sistem
manajemen laboratorium uji mutu
dan keamanan pangan provinsi.
3. Pembinaan sistem manajemen
laboratorium uji mutu dan keamanan
pangan kabupatenkota.
4. a. Monitoring otoritas kompeten
provinsi.
b. — 3. a. Monitoring otoritas
kompeten kabupatenkota.
b. Pelaksanaan sertifikasi dan
pelabelan prima wilayah provinsi.
4.a. —
b. Pelaksanaan sertifikasi dan
pelabelan prima wilayah
kabupatenkota.
2.4.3. Perbedaan Kelembagaan dan Sifat Standar atau Peraturan yang Ditetapkan BSN, BPOM, dan CAC
Lembaga pemerintah di tingkat pusat yang bertanggung jawab untuk menyusun dan mengatur standar keamanan pangan paling tidak ada Badan
Pengawas Obat dan Makanan BPOM RI dan Badan Standardisasi Nasional BSN. Meskipun berbagai lembaga pemerintah berperan dalam kebijakan
pengembangan standar dan peraturan keamanan pangan seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya Bagian 2.4.2.B pada Tabel 1, tetapi pada bagian ini
akan dilihat mengenai 2 lembaga pemerintah yang paling dominan yaitu BSN dan BPOM sebagai perwakilan lembaga pemerintah lainnya. BPOM RI bertanggung
jawab dalam pengawasan pangan yang beredar di Indonesia, sedangkan BSN bertanggung jawab dalam mengatur sistem standardisasi nasional. Kedua
lembaga pemerintah tersebut sangat berperan dalam sistem standardisasi keamanan pangan di Indonesia. Untuk membandingkan peran, bentuk
kelembagaan, dan sifat standar yang dihasilkan atau diberlakukan wajib dalam bentuk peraturan pada Tabel 4 diperlihatkan perbedaan kedua lembaga pemerintah
tersebut. Sebagai pembanding, disandingkan juga kelembagaan dan sifat standar yang ditetapkan Codex Alimentarius Committee CAC. CAC merupakan
lembaga internasional yang menghasilkan standar sebagai acuan dalam perselisihan perdagangan antar negara
anggota WTO World Trade Organization
.
Tabel 4. Perbedaan Kelembagaan dan Sifat Standar atau Peraturan yang Ditetapkan BPOM, BSN, dan CAC BSN, 2011c; BPOM, 2011b; CAC, 2006
No Karakter
BSN BPOM
CAC
1 MandatPendirian
Badan Standardisasi Nasional dibentuk dengan Keputusan
Presiden No. 13 Tahun 1997 yang disempurnakan dengan Keputusan
Presiden No. 166 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah
beberapa kali diubah dan yang terakhir dengan Keputusan
Presiden No. 103 Tahun 2001
Sebelumnya bernama Dewan Standardisasi Nasional
Badan Pengawas Obat dan Makanan dibentuk dengan No. 178
Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Lembaga
Pemerintah Non Departemen
Sebelumnya adalah Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan
Makanan di bawah Departemen Kesehatan RI
Didirikan berdasarkan sidang ke- 11 Konferensi FAO tahun 1961
dan sidang ke-16 Konferensi WHO tahun 1963
2 Tujuan
BSN merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen
dengan tugas pokok mengembangkan dan membina
kegiatan standardisasi di Indonesia Tujuan utama BPOM RI: melakukan
pengawasan obat dan makanan yang beredar di Indonesia, salah satunya
dengan mengeluarkan kebijakan berupa pemberlakuan wajib standar
pangan Mempersiapkan standar pangan
dan mempublikasikannya
Tabel 4. Perbedaan Kelembagaan dan Sifat Standar atau Peraturan yang Ditetapkan BPOM, BSN, dan CAC Lanjutan
No Karakter
BSN BPOM
CAC
3 Struktur Komite
BSN memiliki 3 Deputi: Bidang Penelitian dan Kerjasama
Standardisasi , Bidang Penerapan
Standar dan Akreditasi, dan Bidang Informasi dan
Pemasyarakatan Standardisasi
Deputi Bidang Penelitian dan Kerjasama Standardisasi
memiliki 3 Pusat, yaitu: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Standardisasi, Pusat Perumusan Standar, dan Pusat Kerjasama
Standardisasi
BSN dibantu oleh: Komite Akreditasi Nasional
KAN: menetapkan akreditasi dan memberikan pertimbangan
serta saran kepada BSN dalam menetapkan sistem akreditasi dan
sertifikasi
Komite Standardisasi Nasional Satuan Ukuran KSNSU:
memberikan pertimbangan dan saran kepada BSN mengenai
standar nasional untuk satuan ukuran
BPOM memiliki 3 Deputi: Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan
NAPZA, Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplemen, Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan
Berbahaya
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan
Berbahaya memiliki 5 Direktorat,
yaitu: Dit. Penilaian Keamanan Pangan, Dit. Standardisasi Produk
Pangan, Dit. Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, Dit. Surveilan
dan Penyuluhan Keamanan Pangan, dan Dit. Pengawasan Produk dan
Bahan Berbahaya Pada bulan Agustus 2006, CAC
memiliki 174 negara anggota dan 1 anggota organisasi UE
Terdiri atas: Komisi
Komite Eksekutif Sekretariat
Badan subsidiary: Komite
Subjek Umum General Subject Committees
, Komite Komoditi Commodity
Committees , Komite Ad hoc
Satuan Tugas Antar Pemerintah Ad hoc
Intergovernmental Task Forces
, dan Komite Koordinasi Coordinating
Committees
Tabel 4. Perbedaan Kelembagaan dan Sifat Standar atau Peraturan yang Ditetapkan BPOM, BSN, dan CAC Lanjutan
No Karakter
BSN BPOM
CAC
4 Sekretariat
Perumusan standar dilakukan oleh Pusat Perumusan Standar, Deputi
Bidang Penelitian dan Kerjasama Standardisasi BSN
Perumusan standar pangan di bawah tanggung jawab direktorat
Standardisasi Produk Pangan, Deputi III Bidang Pengawasan Keamanan
Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM Komisi diganti setiap 2 tahun
sekali, dan bertempat di kantor pusat FAO di Roma dan Markas
WHO di Jenewa
5 Pengaturan
Prioritas Dilakukan terutama oleh Pusat
Perumusan Standar Melalui target yang ditetapkan
Direktorat Standardisasi Produk Pangan
Dibuat oleh komite eksekutif
6 Lembaga
superordinate Presiden RI dibawah koordinasi
Kementerian Riset dan Teknologi Presiden RI dibawah koordinasi
Kementerian Kesehatan FAOWHO
7 Luaran
Standar Nasional Indonesia SNI Peraturan kepala BPOM misal
batas cemaran kimia dan mikroba Pedoman
Kode praktis Codex standard
Code of practices Guidelines
8 Jumlah peraturan
atau standar yang telah dikeluarkan
7010 SNI 1970 hingga 1 Mei 2011
29 PeraturanKeputusan Ka. BPOM terkait pengawasan keamanan
pangan yang diberlakukan untuk keluar organisasi BPOM dari 2001
hingga Januari 2010 lihat Lampiran 8
5342 Codex standards, guidelines dan codes of practice
1963 hingga Juni 2006 CAC, 2006
9 Wilayah
pemberlakuan standarperaturan
Nasional Nasional
Internasional
10 Lingkup standar
Mutu dan keamanan pangan Keamanan pangan
Mutu dan keamanan pangan 11
Sifat standarperaturan
Sukarela Wajib
Sukarela
Tabel 4. Perbedaan Kelembagaan dan Sifat Standar atau Peraturan yang Ditetapkan BPOM, BSN, dan CAC Lanjutan
No Karakter
BSN BPOM
CAC
12 Dasar perumusan
standarperaturan Meningkatkan mutu dan
melindungi kesehatan masyarakat kesehatan, keamanan,
keselamatan, lingkungan, dan pertumbuhan ekonomi nasional
Melindungi kesehatan masyarakat Melindungi kesehatan masyarakat
dan menjamin perdagangan dunia yang fair
13 Manfaat bagi
pengguna standarperaturan
o Jaminan mutu produk
o Membantu penyelesaian dalam
masalah yang terkait TBT Mendapatkan izin edarmendaftar
produk Penyelesaian perselisihan
perdagangan antar negara WTO yang terkait dengan Technical
Barrier Trade
TBT dan Sanitary and Phytosanitary
SPS 14
Tim penyusun Panitia teknis: Pemerintah instansi
teknis, industri, konsumen, akademisi; dan MASTAN
BPOM, industri, konsumen, dan akademisi
Codex committee: Pemerintah negara anggota dan NGO
15 Tim pengkaji
risiko Gugus kerjaPanitia teknis?
tidak eksplisit dijelaskan Tim mitra bestari?
tidak eksplisit dijelaskan Joint FAO WHO misal JECFA
- Joint FAOWHO Expert Committee on Food Additives
, JEMRA - Joint FAOWHO Expert
Meetings on Microbiological Risk Assessment
, -JMPR - Joint FAOWHO Meetings on Pesticide
Residues 16
Target penyelesaian
19 bulan berdasarkan PSN 01- 2007
Tidak eksplisit dijelaskan ≤ 5 tahun
17 Waktu kaji ulang
5 tahun Tidak eksplisit dijelaskan
Maksimal 6 tahun CAC, 2010
III. METODE PENELITIAN