teknis dihadiri oleh seluruh perwakilan lembaga dan pengambilan keputusan di dalam rapat tersebut telah memenuhi prinsip konsensus.
Hasil dari rapat teknis adalah RSNI 2. Jika di dalam rapat teknis telah terjadi konsensus dari semua perwakilan lembaga yang hadir, maka akan langsung
diperoleh RSNI 3. RSNI 3 kemudian diajukan kepada BSN untuk dilakukan jajak pendapat. Jajak pendapat dilakukan kepada anggota PTSPT dan anggota
Masyarakat Standardisasi Indonesia MASTAN kelompok minat yang relevan. Hasil dari jajak pendapat adalah RSNI 4 atau Rancangan Akhir SNI RASNI.
Jika saat jajak pendapat tidak diperoleh suara yang seluruhnya menyetujui, maka dihasilkan RSNI 4 yang perlu diperbaiki dan dilakukan jajak pendapat kembali
hingga diperoleh keputusan yang merupakan kesepakatan bersama dengan minimal 23 suara setuju dan maksimal ΒΌ suara tidak setuju dengan alasan yang
jelas. RASNI kemudian diberikan kepada BSN untuk ditetapkan sebagai SNI. Mekanisme perumusan suatu standar yang saat ini berlaku di Badan
Standardisasi Nasional BSN, 2007a dapat dilihat pada Gambar 5.
4.1.2. Perumusan Peraturan dan Pemberlakuan Wajib Standar oleh BPOM
Badan Pengawas Obat dan Makanan BPOM RI yang merupakan salah satu instansi teknis menurut PP No. 1022000 tentang Standardisasi Nasional,
berwenang dalam memberlakukan wajib suatu SNI yang dituangkan dalam suatu peraturan melalui surat keputusan SK kepala BPOM RI. Saat ini, BPOM RI
juga menetapkan suatu peraturan berupa ketentuan, pedoman, dan kode praktis yang terkait dengan keamanan pangan tanpa melalui prosedur yang ditetapkan
oleh BSN. Penyusunan suatu peraturan, pedoman, dan kode praktis di BPOM RI
dimulai dengan melakukan pengumpulan materi dan kajian pustaka. Kemudian dilakukan pemetaan dan kaji banding dengan peraturan yang berlaku baik di
dalam maupun luar negeri. BPOM RI kemudian mengundang narasumber dan stakeholder untuk memberikan masukan dan dimintai pendapatnya. Pembahasan
draf peraturan, pedoman, dan kode praktis dilakukan sebanyak 3 kali untuk meng-
Penyusunan Standar
PELAKSANA PESERTA HASIL
PROSES
Penyusunan konsep
Rapat teknis RSNI1
RSNI2
Rapat konsensus
Perbaikan RSNI2 RSNI3
Jajak pendapat disetujui
Perbaikan RSNI3 RASNI
RSNI4
Penetapan + penomoran Pemungutan
suara disetujui RASNI
SNI Publikasi
Rapat teknis DT
Konseptor dan PTSPT
PTSPT dan TAS
QC QC
PTSPT dan TAS
PTSPT BSN, MASTAN, PT
SPT BSN
PTSPT BSN, MASTAN, PT
SPT BSN
BSN BSN
PT Tidak
Tidak
Tidak Ya
Ya
Ya 100
100
Keterangan: PT
: Panitia Teknis SPT
: Sub Panitia Teknis TAS
:Tenaga Ahli Standardisasi sebagai pengendali mutu yang ditugaskan oleh BSN untuk memantau pelaksanaan rapat teknis
BSN : Badan Standardisasi Nasional
MASTAN : Masyarakat Standardisasi Indonesia RSNI
: Rancangan Standar Nasional Indonesia DT
: Dokumen Teknis
Gambar 5. Mekanisme Perumusan Suatu Standar di Indonesia BSN, 2007a
hasilkan rumusan yang baik BPOM, 2010. Mekanisme perumusan suatu peraturan dan pemberlakuan wajib standar yang saat ini berlaku di BPOM RI
dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Mekanisme Perumusan Suatu Peraturan dan Pemberlakuan Wajib Standar di BPOM RI BPOM, 2010
Instansi teknis misal BPOM RI, Kemenkes, Kementan, KKP, Kemenperin, Kemenhut dapat memberlakukan wajib SNI yang terkait dengan kesehatan
masyarakat, keamanan, keselamatan atau pelestarian lingkungan hidup danatau pertimbangan ekonomi. Intansi teknis dapat memberlakukan wajib keseluruhan
atau sebagian danatau sebagian parameter di dalam suatu SNI. Jika instansi teknis, misalnya BPOM RI ingin memberlakukan wajib SNI,
maka perlu mengajukan usulan kepada BSN terlebih dahulu. Usulan tersebut diberikan setahun sebelum rencana penetapan regulasi teknis yang akan
memberlakukan wajib SNI. BSN memasukkan usulan pemberlakuan regulasi teknis di dalam Program Nasional Regulasi Teknis. Kemudian perumusan
regulasi teknis dilakukan oleh instansi teknis dengan memperhatikan berbagai faktor agar regulasi tersebut efektif dijalankan dan tidak memberikan hambatan
yang berarti bagi perkembangan dunia usaha dan pertumbuhan ekonomi nasional. Draf regulasi teknis yang akan diberlakukan terlebih dahulu dilakukan notifikasi
kepada World Trade Organization WTO untuk mendapatkan tanggapan dari anggota WTO. Notifikasi dilakukan melalui BSN. Jika draf regulasi teknis
tersebut dianggap tidak memberatkan bagi negara anggota WTO, instansi teknis dapat menetapkan regulasi teknis tersebut.
Regulasi teknis kemudian dapat diimplementasi dengan mempertimbangkan waktu bagi pelaku usaha untuk menyesuaikannya. Waktu implementasi regulasi
tersebut minimal 6 bulan setelah ditetapkan. Setelah diimplementasikan, instansi teknis melakukan pengawasan pra pasar, pasar, dan didukung dengan pengawasan
oleh masyarakat. Misalkan untuk BPOM RI, melakukan pengawasan pra pasar pada saat registrasi produk dari pelaku usaha. Pengawasan pasar dilakukan
melalui surveilan. Pengawasan oleh masyarakat dapat dilakukan oleh lembaga konsumen.
Gambar 7. Skema Framework Regulasi Teknis BSN, 2011b
Setelah beberapa waktu pemberlakuan berjalan, regulasi teknis perlu dievaluasi dan dikaji ulang mengenai efektifitas pelaksanaannya. Evaluasi dan
kaji ulang minimal dilakukan setelah 5 tahun regulasi teknis berjalan. Jika ada hal yang perlu diperbaiki, maka instansi teknis dapat menyusun kembali draf regulasi
teknis yang baru atau perbaikan regulasi teknis yang lama agar dapat diimplementasi secara efektif.
Tata cara pemberlakuan SNI secara wajib
Waktu Pelaksana
Proses
Rencana SNI yg akan diberlakukan secara wajib tahun X+1
Kompilasi rencana SNI yg akan diberlakukan secara wajib tahun X+1
Publikasi rencana SNI yg akan diberlakukan secara wajib tahun X+1
Masukan thd rencana SNI yg akan diberlakukan secara
wajib tahun X+1 Rapat musyawarah penyelesaian
duplikasi wewenang
Program Nasional Regulasi Teknis tahun X+1
Penyampaian Program Nasional Regulasi Teknis tahun X+1 kpd Instansi Teknis
Publikasi Program Nasional Regulasi Teknis tahun X+1
Perumusan Rencana Regulasi Teknis dan persiapan infrastruktur pendukungnya
Notifikasi Rancangan Regulasi Teknis ke WTO
Penetapan Regulasi Teknis Pemberlakuan Regulasi
Pembahasan thd tanggapan Negara
anggota WTO Masukan terkait
duplikasi kewenangan
Masukan tdk terkait duplikasi
kewenangan
Ada tanggapan Instansi Teknis
BSN c.q. Pusat yang terkait dengan
penerapan standar BSN
Pejabat Es. I dari instansi terkait
Pihak yang berkepentingan
BSN BSN
BSN Instansi Teknis
Notification body
Instansi Teknis Instansi Teknis
Selambatnya bulan April tahun X
Minggu kedua bulan Mei tahun X
14 hari setelah publikasi
Tergantung kesiapan Instansi Teknis
Peling singkat 60 hari setelah disampaikan
kepada sekretariat WTO
Paling singkat 6 bulan setelah ditetapkan
Tidak ada tanggapan Tidak ada masukan
Gambar 8. Tata Cara Pemberlakuan SNI Secara Wajib BSN, 2011b
Berdasarkan keputusan kepala Badan Standardisasi Nasional dalam Peraturan Kepala BSN Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pedoman Standardisasi
Nasional Nomor 301 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Secara Wajib, setiap intansi teknis seperti BPOM yang akan
memberlakukan standar secara wajib harus mengikuti prosedur seperti Gambar 7 dan Gambar 8.
Beberapa contoh standar yang diberlakukan wajib di bidang pangan dan pertanian oleh instansi teknis dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Di sektor
industri makanan dan minuman terdapat 440 SNI, dan 428 SNI di antaranya memiliki relevansi dengan CAFTA China-ASEAN Free Trade Agreement
sementara 12 SNI lainnya tidak terkorelasi BSN, 2010. Dari 428 SNI makanan dan minuman tersebut, 9 SNI di antaranya telah ditetapkan sebagai SNI wajib
melalui regulasi pemerintah, dengan perincian pada Tabel 6. Tabel 6. Regulasi Teknis Pemberlakuan Wajib SNI Bidang Pangan BSN, 2010
No SNI
Regulasi Pemerintah
1 SNI 01-3751-2006, Tepung
Terigu Peraturan Menteri Perindustrian No.
49M-INDPER72008 2
SNI 01-3747-1995, Kakao Bubuk
Peraturan Menteri Perindustrian No. 45M-INDPER52009 diubah menjadi
No. 157M-INDPER112009
3 SNI 01-3553-2006, Air
Minum dalam Kemasan Peraturan Menteri Perindustrian No.
69M-INDPER72009 4
SNI 01-3556-1994, Garam Konsumsi Beryodium
Surat Keputusan Menteri Perindustrian No. 29MSK21995
5 SNI 01-3140.22006, Gula
Kristal Rafinasi Peraturan Menteri Perindustrian No.
27M-INDPER22010 6
SNI 01-3140.12001, Gula Kristal Mentah raw sugar
Keputusan Bersama No. 03Kpts KB.41012003
7 SNI 01-6993-2004, Bahan
Tambahan Pangan Pemanis Buatan - Persyaratan
Penggunaan dalam Produk Pangan
Surat Keputusan Kepala BPOM No.00.05.5.1.4547
8 SNI 01-0222-1995, Bahan
Tambahan Makanan Peraturan Menteri Kesehatan No.722
MenkesPERXI88 9
SNI 01-0219 -1987, Kodeks Makanan Indonesia
Surat Keputusan Kepala BPOM No.HK.00.05.5.00617 dan Keputusan
Menteri Kesehatan No. 43MENKESSKII1979
Di sektor industri pertanian dan produk pertanian terdapat 121 SNI, dan 117 SNI di antaranya memiliki relevansi dengan CAFTA sementara 4 SNI lainnya
tidak terkorelasi BSN, 2010. Dari 121 SNI pertanian dan produk pertanian
tersebut, 81 SNI di antaranya telah ditetapkan sebagai SNI wajib melalui 21 regulasi pemerintah seperti pada Tabel 7.
Tabel 7. Regulasi Teknis Pemberlakuan Wajib SNI Bidang Pertanian BSN, 2010
No Nomor Regulasi
Tentang
1 UU No. 12 Tahun 1992
Sistem budidaya tanaman 2
UU No. 16 Tahun 1992 Karantina hewan, ikan dan tumbuhan
3 UU No. 18 Tahun 2004
Perkebunan 4
UU No. 18 Tahun 2009 Peternakan dan kesehatan hewan
5 UU No. 22 Tahun 1983
Kesehatan masyarakat veteriner 6
UU No. 82 Tahun 2000 Karantina hewan
7 UU No. 14 Tahun 2002
Karantina tumbuhan 8
Keputusan Bersama No. 881MENKES
SKBVIII1996 dan Nomor 711Kpts TP.27081996
Batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian
9 Peraturan Menteri No.
58Permentan OT.14082007
Pelaksanaan sistem standardisasi nasional di bidang pertanian
10 Keputusan Menteri No.
469Kpts HK.31082001 Tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran
media pembawa organisme pengganggu tumbuhan karantina
11 Keputusan Menteri No.
380Kpts OT.130 102005 Penunjukan direktorat jenderal pengolahan
dan pemasaran hasil pertanian sebagai otoritas kompeten competent authority
pangan organik
12 Keputusan Menteri No.
381 KptsOT.140 102005 Pedoman sertifikasi kontrol veteriner
unit usaha pangan asal hewan 13
Keputusan Menteri No. 37 KptsHK.060 12006
Persyaratan teknis dan tindakan karantina tumbuhan untuk pemasukan buah-buahan
dan sayuran buah segar ke dalam wilayah negara RI
14 Peraturan Menteri No. 18
Permentan OT.14022008 Persyaratan dan tindakan karantina
tumbuhan untuk pemasukan hasil tumbuhan hidup berupa sayuran umbi lapis segar
15 Peraturan Menteri No. 22
Permentan OT.14042008 Organisasi dan tata kerja unit pelaksana
teknis karantina pertanian 16
Peraturan Menteri No. 35Permentan
OT.14072008 Persyaratan dan penerapan cara pengolahan
hasil pertanian asal tumbuhan yang baik good manufacturing practices
17 Peraturan Menteri No. 51
Syarat dan tata cara pendaftaran pangan
No Nomor Regulasi
Tentang
Permentan OT.140 102008
segar asal tumbuhan 18
Peraturan Menteri No. 27 Permentan PP.34052009
Pengawasan keamanan pangan terhadap pemasukan dan pengeluaran pangan segar
asal tumbuhan
19 Peraturan Menteri No.
38Permentan PP.34082009
Perubahan peraturan menteri pertanian nomor: 27 PermentanPP.34052009
tentang pengawasan keamanan pangan terhadap pemasukan dan pengeluaran
pangan segar asal tumbuhan
20 Peraturan Menteri No.
20Permentan OT.14042009
Pemasukan dan pengawasan peredaran karkas, daging, danatau jeroan dari luar
negeri
21 Peraturan Menteri No.
09Permentan OT.14022009
Persyaratan dan tatacara tindakan karantina tumbuhan terhadap pemasukan media
pembawa organisme pengganggu tumbuhan karantina ke dalam wilayah negara RI
4.1.3. Perumusan Standar oleh CAC