Pembahasan HASIL DAN PEMBAHASAN

pelayanan yang baik sesuai dengan standar perusahaan. Kak Cahaya juga menambahkan, kalau syarat dari suatu bandara bisa beroperasi ketika memiliki jasa customer service sebagai pemandu wisatwan. Itu merupakan bentuk peayanan demi kepuasan pelanggan.

4.3 Pembahasan

Berdasarkan analisis hasil dan pengamatan peneliti, maka peneliti membuat pembahasan adalah sebagai berikut: Peneliti telah mengambil ketujuh informan utama penelitian ini untuk memaparkan penjelasan yang mampu menjawab tujuan penelitian ini yakni untuk mengetahui strategi komunikasi customer service Bandara Internasional Kualanamu dalam melayani wisatawan serta untuk mengetahui perbedaan wisatawan asing dan wisatawan domestik dalam menggunakan jasa customer service. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa strategi komunikasi merupakan suatu bentuk perencanaan suatu management dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Strategi komunikasi yang dimaksudkan diharapkan dapat menjadi peta jalan dalam melaksanakan suatu perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Hal ini juga dapat dikatakan bahwa berhasil tidaknya suatu kegiatan atapun proses komunikasi ditentukan oleh strategi komunikasi itu sendiri. Begitu pula yang terjadi pada para customer service officer CSO Bandara Internasional Kualanamu dalam melayani pengguna jasa bandara atau wisatawan disadari atau tidak sesungguhnya mereka telah melakukan strategi komunikasi tersendiri. Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara peneliti, dalam melaksanakan tugasnya customer service officer sebagai petugas informasi yang salah satunya memiliki fungsi melayani para wisatawan saat mereka berjaga standby di counter informasi baik dalam hal memberikan informasi pada wisatawan dan melayani keluhan atau komplain wisatawan. Melihat situasi di lapangan saat para CSO bekerja di counter informasi, mereka menggunakan strategi komunikasi dalam bentuk komunikasi tatap muka face to face communication. Para CSO dituntut untuk memiliki kemampuan komunikasi yang baik, baik dari segi bahasa maupun etika dalam berkomunikasi sehingga proses komunikasi yang terjalin dapat memuaskan pelanggan yang dalam hal ini adalah wisatawan. Para customer service yang memiliki peran sebagai komunikator diharapkan mampu memberikan pelayanan dalam menyampaikan informasi yang dibutuhkan oleh wisatawan yang memiliki kedudukan sebagai komunikan. Untuk strategi komunikasi yang memadai baiknya untuk dijadikan pendukung strategi komunikasi ialah apa yang dikemukakan oleh Harold D. Lasswell Effendi, 2006: 10 ; who, says what, in which channel, to whom, with what effect. hal inilah yang dilakukan customer service bandara ketika memberikan pelayanan pada wisatawan. Fungsi Komunikasi yang terjadi pada proses komunikasi antara customer service dengan pengguna jasa bandara pada umumnya sekedar memberikan informasi yang dibutuhkan wisatawan to inform. Namun, pekerjaan customer service pada prakteknya tidak hanya memberikan informasi, namun melayani komplain atau keluhana pengguna jasa bandara, di sinilah fungsi komunikasi yang berbeda terjadi. Fungsi komunikasi pada tahap menangani komplain akan bersifat mempengaruhi to persuade. Seorang wisatawan yang merupakan pengguna jasa bandara, akan komplain ketika mereka menemukan rasa tidak nyaman atau kecewa pada suatu pelayanan. Di sini akan seorang customer service dituntut untuk meyakinkan wisatawan agar mereka mau mendengarkan penjelasan dari customer service dan mempengaruhi wisatawan untuk mengikuti instruksi dari mereka apabila proses perbaikan ingin ditangani segera oleh pihak perusahaan. Untuk itulah, proses komunikasi pada tahap memberikan informasi memiliki perjalanan seperti berikut ini: • Komunikator : Dalam hal ini komunikator merupakan orang yang memegang kendali, apakah suatu proses komunikasi dapat berjalan lancar atau tidak. Customer service dalam konteks ini, memiliki peranan sebagai orang yang memiliki tanggung jawab untuk memberikan informasi kepada wisatawan. Dalam hal ini, model komunikasi dapat dinyatakan sebagai komunikasi linier one-way view of communication • Pesan : Pesan merupakan informasi yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. Dalam hal ini, pesan yang disampaikan oleh komunikator tergantung pada pertanyaan atau kebutuhan akan informasi apa yang dibutuhkan oleh wisatawan. Customer service juga memberikan pelayanan yang bersifat langsung kepada wisatawan. • Media : Selain menyampaikan informasi secara langsung kepada wisatawan, para customer service juga melayani kebutuhan informasi wisatawan melalui saluran telepon. Dimana para customer yang juga termasuk wisatawan dapat menggunakan call center untuk mencari informasi seputar penerbangan atau informasi tentang bandara. • Komunikan : Di sini yang menjadi komunikan sebenarnya bukan hanya wisatawan saja, namun juga para pengguna jasa dan pengunjung bandara juga tidak luput dari pelayanan customer service. Siapapun mereka yang datang ke counter informasi, para customer service wajib memberikan pelayanan. • Efek : Pada proses pemberian informasi, customer service mengharapkan adanya perubahan tingkah laku dari wisatawan. Karena customer yang harus dilayani oleh para CSO merupakan wisatawan yang tidak tahu akan suatu informasi dan meminta bantuan, sehingga apabila kebutuhan informasi itu telah terpenuhi pada umumnya akan mengahsilkan perubahan sikap atau tingkah laku wisatawan yang tadinya tidak tahu menjadi tahu. Sebenarnya Komunikasi tatap muka digunakan apabila komunikator mengharapkan efek perubahan tingkah laku behavior change atau untuk komunikasi persuasif Effendy, 1993:300. Namun pada suatu pengamatan yang didapat peneliti, apabila seorang wisatawan hanya membutuhkan informasi yang bersifat data, pastinya tidak akan terdapat perubahan tingkah laku, karena tujuan dari komunikasi itu terjadi hanya sampai pada batas wisatawan telah mendapatkan informasi yang dia inginkan. Namun ketika informasi yang dibutuhkan oleh wisatawan membutuhkan tindakan darinya untuk memperoleh informasi tersebut, pastinya akan terjadi perubahan tingkah laku wisatawan. Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa dalam proses kerjanya, seorang customer service tidak hanya memiliki fungsi to inform, namun juga sampai pada tahap to persuade. Fungsi customer service mencapai pada tahap to persuade ketika para customer service harus melakukan menangani konflik dan melayani komplain atau keluhan yang disampaikan oleh wisatawan. Pada kejadian ini, wisatawan dan customer service akan melakukan komunikasi dua arah, dimana seorang customer service dapat menjadi komunikan dan juga komunikator sekaligus. Proses tahap awal, pada saat melayani kompalin dan menangani konflik akan dimulai oleh wisatawan yang bertindak sebagai komunikator. Berikut adalah proses komunikasinya menurut lasswell : • Komunikator: Wisatawan menjadi komunikator karena pada kejadian komplain terjadi, ada suatu proses dimana wisatawan hanya memberikan keluhan dan komplainnya. Pada tahap ini, kepuasaan pelanggan merupakan tujuan dari komunikasi ini berlangsung. Sehingga untuk memberikan kepuasaan dan menindak lanjuti keluhan wisatawan, seorang customer service membutuhkan proses dan biasanya tidak bisa terpecahkan segara. • Pesan: Pesan yang disampaikan pada tahap melayani keluhan dan menangani konflik, pesan yang disampaikan biasanya sudah dilandasi oleh rasa kecewa dan bingung. Pada tahap inilah informasi yang disampaikan berbentuk keluhan atau kritikan dan masalah yang di hadapi ketika konflik terjadi. • Media : Sama halnya seperti saat fungsi komunikasi masih pada tahap to inform, media yang digunakan adalah media telepon, dimana para wisatawan akan menelpon ke nomor call center kantor cabang Bandara Kualanamu atau langsung kepada customer care perusahaan PT Angkasa Pura II. Begitu pula ketika wisatawan ingin menyampaikan keluhan atau kritikan via telepon. • Komunikan: Di sini, customer service diharapkan menjadi pendengar yang baik untuk mendengarkan segala keluhan, kritikan dan kekecewaan yang dirasakannya ketika berada di Bandara Kualanamu. Sehingga, komunikasi yang terjadi masih pada tahap komunikasi satu arah saja. Namun ketika menangani konflik terjadi, customer service kembali mengambil peranan sebagai komunikator agar bisa memberikan pelayanan yang diinginkan wisatawan. • Efek: Perubahan tingkah laku biasanya berupa harapan wisatawan kepada pihak perusahaan yang diwakili oleh customer service. Tentu saja efeknya tidak akan langsung terlihat, sehingga customer service hanya menjadi good listener. Sedangkan untuk menangani konflik, customer service akan berubah posisi menjadi komunikator setelah masalah yang menjadi konflik itu terjadi. Customer service harus melakukan tindakan untuk menyelesaikan konflik atau sekedar mencari jalan keluar sementara. Dengan demikian, komunikasi yang berlangsung pada saat menangani konflik adalah model komunikasi dua arah two-way. Dimana dalam proses penanganannya, customer service dan wisatawan akan saling melakukan perputaran arah cylical process, sedangkan setiap partisipan memiliki peran ganda, dimana pada satu waktu bertindak sebagai sender, sedangkan pada waktu lain bertindak sebagai receiver, terus seperti itu dan berlaku sebaliknya. Pada saat melakukan tugasnya yakni melayani keluhan dan menangani konflik, seorang customer service bandara harus menunjukkan bagaimana taktik operasional dalam strategi komunikasinya, dalam arti kata bahwa pendekatan approach bisa berbeda sewaktu-waktu bergantung dari situasi dan kondisi. Dalam hal ini, strategi komunikasi yang terjalin antara customer service dan wisatawan sesuai bersifat situasional dan personal. Tiap-tiap customer service memiliki cara masing-masing untuk melayani wisatawan. Pendekatan yang dilakukan umumnya kepada pendekatan interpersonal customer service itu sendiri. Bagaimana proses komunikasi interpersonal di antara mereka saat melayani keluhan atau kritikan dan menangani konflik yang berlangsung. Dalam melayani wisatawan di counter, diakui oleh para informan kalau mereka membutuhkan bantuan atau dukungan sesama customer service officer CSO, karena berdasarkan hasil wawancara sebelumnya telah diketahui bahwa area kerja para CSO Bandara Kualanamu sebanyak tiga area, dan yang menjadi pusat segala informasi masi adalah di Ruang FIDS back office. Namun tetap saja, dalam proses komunikasi yang terjalin, yang menjadi pemeran utama adalah customer service dan wisatawan yang sewaktu-waktu bisa berubah peranan, menjadi komunikator atau komunikan tergantung situasi dan kondisi yang terjadi sedangkan customer service yang standby di FIDS hanya menjadi perantara dan pendukung proses komunikasi. Sebagai contoh, suatu hasil wawancara dengan salah satu infroman, ketika seorang wisatawan mendatangi counter informasi dan komplain kalau dia ketinggalan pesawat karena tidak mendengar announcemet boarding pesawat. Mengatur boarding pesawat memang merupakan bagian dari pekerjaan seorang customer service yang standby di ruang FIDS, walaupun sebenarnya masalah ketertinggalan pesawat bukanlah kendali dari pihak CSO bandara melainkan petugas maskapai itu sendiri, karena tugas seorang customer service hanya mengumumkan melalui sistem ke seluruh area terminal bandara. Namun ketika wisatawan itu tidak menerima penjelasan dari customer service yang bertugas standby di counter, ia menghubungi customer service yang berjaga di dalam, untuk memberikan catatan penerbangan pesawat, mulai dari menit ke berapa penumpang memasuki waiting room, menit ke berapa panggilan boarding, second call, dan last call boarding pesawat. Pemaparan penjelasan itu mampu mengklarifikasi semua tuduhan wisatawan yang menyalahkan pihak CSO atas ketertinggalannya, dalam pemaparan informasi itu dibutuhkan kordinasi antara CSO yang standby di counter informasi maupun CSO yang standby di ruang FIDS. Team work dibutuhkan saat para CSO melayani wisatawan walaupun sebagian besar proses komunikasi interpersonal merupakan teori yang mendukung pelayanan mereka terhadap wisatawan. Dalam Arni Muhammad 2005:168 , dijelaskan bahwa tujuan komunikasi interpersonal itu ada enam poin yaitu untuk menemukan diri sendiri, menemukan dunia luar, membentuk dan menjaga hubungan yang penuh arti, untuk merubah sikap dan tingkah laku, untuk bermain dan kesenangan serta untuk membantu. Sehingga tujuan komunikasi interpesonal yang terjadi dalam proses melayani wisatawan adalah untuk merubah sikap dan tingkah laku wisatawan yang tadinya tidak tahu dan menyalahkan CSO atas kejadian yang menimpanya menjadi tahu kalau kesalahan ada pada dirinya dan membuat wisatawan yang tadinya tidak menghargai CSO dan marah-marah, meminta maaf atas kekeliruannya. Tujuan lainnya yang terpenuhi dalam proses komunikasi interpesonal antara CSO dan wisatawan itu untuk membantu. Setelah komplain itu terjadi, CSO menindak lanjutinya dengan mengarahkan wisatawan untuk mengkonfirmasi masalah ketertinggalan pesawatnya kepada pihak maskapai bukan kepada petugas informasi. CSO juga bisa membantu dalam hal memberikan daftar flight schedule yang bisa dinaiki wisatawan pada penerbangan berikutnya dengan tujuan yang sama. Komunikasi secara pribadi yang bersifat informatif, instruktif dan persuasif merupakan suatu bentuk cerminan sebuah strategi komunikasi yang berfungsi ganda sekaligus mewujudkan suatu bentuk pencapaian secara optimal khususnya dalam melayani wisatawan saat menangani konflik. Dikatakan menangani konflik oleh peneliti karena berdasarkan pengamatan peneliti, pada saat customer service melayani wisatawan yang berupa komplain, wisatawan akan menunjukkan dua bentuk komplain. Yang pertama adalah komplain yang berisi hanya keluhan dan keinginan hanya untuk di dengarkan. Yang kedua adalah komplain yang disertai keluhan dan menuntut adanya perbaikan. Pebaikan sendiri membutuhkan jangka waktu panjang dan jangka waktu pendek. Berkaitan dengan komunikasi yang efektif dalam komunikasi antarpribadi sebagai sebuah strategi komunikasi tentu saja seorang customer service harus melihat ciri-ciri komunikasi sebagai jalan evaluasi sebuah strategi yang lebih baik lagi dan terciptalah suatu pengembangan sebuah hubungan yang baik. Seorang customer service harus tetap menunjukkan rasa positif positiveness dalam melayani wisatawan dan menunjukkan kesetaran equality baik melayani wisatawan asing dan wisatawan domestik tidak boleh dibedakan demi menjaga hubungan yang baik dan menghindari konflik ketika proses komunikasi berlangsung. Walaupun informan III, V, IV mengakui, sikap mereka dalam melayani wisatawan tergantung pada bagaimana cara wisatawan itu menyampaikan pertanyaanpesan kepada mereka. Berdasarkan hasil penelitiam, informan I,II,III,IV,V,VI,dan VII serempak menjawab kalau wisatawan domestik memiliki sikap yang cenderung kasar, intonasi suara kuat dan to the point termasuk gaya komunikasi yang ditinjau dari segi paralinguistik yakni karakteristik non verbal yang menyertai pesan verbalnya. Paralinguistik sesorang jelas akan memberi kesan tertentu pada pendengarnya. Suara memberikan kesan tentang kepribadian yang boleh jadi benar. Karakteristik wisatawan domestik inilah yang mendominasi wisatawan di Bandara Kualanamu. Dalam menyikapi hal ini, diharapkan seorang customer service mampu menunjukkan rasa positifnya terhadap tindakan wisatawan domestik itu dengan kesabaran. Bahkan informan III, V, dan VI setuju untuk berbalik memberikan tindakan cuek kepada para wisatawan agar menunjukkan tingkat kesetaran mereka dengan wisatawan. Sehingga tidak ada yang akan merasa disakiti atau menyakiti. Namun dalam hal ini, tetap saja seorang customer service harus tetap memiliki kontrol diri yang baik demi profesionalistas pekerjaan mereka dalam melayani wisatawan demi pembentukan citra perusahaan yang baik di mata mereka. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, wisatawan asing lebih ekspresif dan atraktif dalam berkomunikasi. Isyarat gesture, gerakan tubuh, gerakan kepala, ekspresi wajah, dan kontak mata adalah perilaku-perilaku yang kesemuanya disebut bahasa tubuh yang mengandung makna pesan yang potensial. Hal itu semua yang diterapkan oleh wisatawan asing ketika berhadapan dengan CSO. Sehingga walaupun CSO terkendala bahasa dalam berkomunikasi dengan mereka, namun berkat dukungan simbol non verbal itu CSO bisa menebak dan cepat mengambil tindakan menolong mereka. Customer service juga akan memusatkan perhatian mereka ketika menghadapi para wisatawan yang memiliki latar belakang pendidikan rendah dan latar belakang ekonomi yang rendah. Efektivitas komunikasi antarpribadi yang mereka lakukan adalah dengan memberikan dukungan supportiveness serta berempati emphaty pada wisatawan yang membutuhkan bantuan dan partisapasi mereka dalam melayani wisatawan. Semua informan mengatakan kalau mereka harus all out dalam melayani wisatawan yang sangat membutuhkan bantuan mereka. Kewajiban bagi customer service untuk melayanin wisatawan dan hak bagi wisatawan untuk mendapat pelayanan dari para customer service, sehingga sekali lagi, di sini harusnya tercipta kesetaran equality yang harusnya menunjukkan ciri efektivitas komunikasi antarpribadi. Proses empati emphaty yang ditunjukkan oleh para CSO Bandara Internasional Kualanamu telah meliputi Kelayakan decentering, Pengambilan peran role taking, Empati komunikasi empathic communication terhadap para wisatawan yang memiliki latar belakang ekonomi kelas bawah dan pendidikan yang rendah. CSO Bandara Kualanamu juga sepakat mengatakan kalau sesungguhnya masyarakat pengguna jasa bandara Kualanamu termasuk di dalamnya wisatawan, masih sangat membutuhkan bantuan mereka dalam memperoleh informasi terkecil sekalipun. Di situlah rasa empati para CSO diuji untuk memberikan yang terbaik. Menggantikan posisi mereka untuk pergi ke check-in counter, mengantarkan mereka ke waiting room dan mengarahkan mereka untuk jangan duduk di lantai merupakan bentuk empati CSO terhadap fenomena masyarakat yang masih awam tentang dunia kebandarudaraan. Telah diuraikan sebelumnya di atas, bahwa dalam melayani wisatawan, customer service akan melakukan komunikasi antarpribadi sebagai strategi untuk menciptakan komunikasi yang bersifat efektif dan bisa mengubah sikap, pendapat, dan perilaku orang lain. Seorang customer service harus mampu membaca dan memposisikan dirinya sebaik mungkin. Seperti yang diungkapkan oleh informan ke IV, bahwa tidak pada semua wisatawan mereka bisa menerapkan etika yang harus dilakukan oleh seorang customer service. Secara umum, etiket pelayanan seorang customer service dalam melayani pelanggan adalah; 1 mengucapkan salam, 2 mempersilahkan pelanggan, 3 bertanya tentang maksud pelanggan, 4 tidak segan mengucapkan kata tolong atau maaf apabila ingin menyuruh pelanggan melakukan suatu instruksi, 5 mengucapkan terima kasih Majid, 2009: 35. Untuk itulah mereka harus mampu membaca penampilan dan karakter penumpang. Karakter wisatawan domestik yang di dominasi oleh penduduk lokal kota Medan, memiliki sifat yang to the point dan tidak beramah-ramah serta lugas. Wisatawan domestik sering kali tidak mengucapkan salam greeting pada saat melakukan komunikasi dengan pihak customer service. Sehingga tidak mungkin seorang customer service mengucapkan salam ketika wisatawan tidak mengucapkan salam, karena pada umumnya ada tipe orang yang akan tersinggung karena mereka merasa ditegur. Pemantapan pelayanan customer service ditentukan oleh karakter yang ditunjukkan oleh wisatawan atau pengguna jasa bandara itu sendiri. Informasi dan bentukan hubungan yang baik dengan konsumen harus diciptakan antara CSO dengan wisatawan, karena citra perusahaan berada di tangan para customer service sebagai gerbang informasi bagi para wisatawan yang langsung dalam melayani pelanggan. Wisatawan akan mengenaralisasikan customer service sebagai perwakilan perusahaan untuk menilai kinerja pegawai bandara lainnya. Memberikan pelayanan dan bukti pada wisatawan merupakan tugas pokok dari CSO bandara apalagi dalam menyangkut fungsi komunikasi to inform. Sebagaian besar pelayanan yang diberikan oleh customer service bandara dapat dirasakan saat itu juga saat interaksi sedang berlangsung. Misalnya saja dalam hal memberikan informasi mengenai check-in counter. Wisatawan yang tidak tahu dapat langsung bertanya ke counter informasi dan para customer service yang standby akan mengarahkan wisatawan kepada tujuan counter maskapai yang dimaksud. Pada peristiwa itu wisatawan dapat langsung merasakan bukti nyata dari pelayanan customer service karena proses komunikasi yang terjalin antara CSO bandara dan wisatawan hanya berlangsung dalam hitungan menit saja. Setelah wisatawan mendapatkan informasi yang mereka inginkan, kadang kala mereka akan menemui hal-hal yang mereka kecewakan. Pada saat mereka datang terlalu cepat, dan belum saatnya waktu check-in tiba sehingga counter informasi belum dibuka. Para wisatawan pasti mengeluhkan hal tersebut pada pihak informasi bandara dalam hal ini customer service. Mereka akan mengeluh dan bertanya mengapa bandara bagus dengan airport tax yang tinggi tidak menyediakan jasa self check-in. Pada saat proses komunikasi yang terjalin diantara customer service officer CSO terjadi, baik dalam konteks melayani wisatawan dalam kegiatan memberikan informasi ataupun melayani keluhan wisatawan, secara nyata telah terjadi proses komunikasi antarbudaya intercultural communication di dalamnya. Berdasarkan hasil wawancara dari ketujuh informan utama, mereka merasa proses tersulit ketika harus menghadapi wisatawan yang tampak jelas perbedaan budayanya yakni wisatawan asing. Hambatan yang paling sering dirasakan adalah ketika perbedaan bahasa linguistic menjadi permasalahan utama. Seorang CSO memang sudah dibekali kemampuan Bahasa Inggris aktif terutama dalam hal melakukan percakapan conversation. Namun hal tersulit ketika, lawan bicara mereka dalam hal ini adalah wisatawan asing yang kebetulan tidak bisa berbahasa inggris dan hanya bermodalkan bahasa ibu bahasa negera asalnya. Diakui oleh para informan I, kalau wisatawan Chinese asal Tiongkok adalah yang paling sulit dilayani. Pada awalnya karena para CSO tidak bisa membedakan mana Chinese asal Tiongkok, mana Chinese asal Singapura, Chinese asal Indonesia bahkan Chinese Malaysia juga memiliki ciri fisik yang sama. Di sini telah terjadi Hambatan Fisik Physical barrier. Kesulitan CSO untuk mendeteksi asal wisatawan Chinese. Salah menggunakan bahasa, mereka kadang kala tersinggung dan marah para CSO. Proses komunikasi yang terjalin diantara keduanya tidak hanya bersifat verbal namun juga non verbal dalam hal ini body language sangat dibutuhkan untuk mempertegas dan mengukuhkan maksud kata kata verbal yang diucapkan oleh CSO. Bahkan, komunikasi non verbal menjadi andalan utama ketika wisatawan Chinese asal Tiongkok sama sekali tidak bisa berbahasa inggris dan bahasa indonesia. Dalam proses komunikasi non verbal yang terjadi, komunikasi bermedia menjadi alternatif yang paling berguna. Bentuk bantuan aplikasi google translate menjadi pilihan wisatawan Chinese tersebut untuk menerjemahkan maksud yang diinginkannya. Namun bagi informan V tentu tidak masalah apabila Wisatawan Chinese Tiongkok datang dam meminta pelayanan darinya. Informan V juga menjadi CSO yang paling diandalkan ketika fenomena Chinese Tiongkok datang menghampiri para CSO mengingat sebagian besar pengguna jasa Bandara Kualanamu merupakan wisatawan etnis Cina. Bukan berarti hanya wisatawan Chinese yang menjadi momok yang paling menakutkan bagi para CSO, wisatawan asal Jepang, Malaysia bahkan Jerman sekalipun dapat membuat para CSO kewalahan, tetap saja permasalahan utama terletak di bahasa. Wisatawan asal Jerman umumnya bisa berbahasa inggris namun dengan accent yang kurang jelas, sehingga para CSO harus berpikir keras dan membutuhkan komunikasi nonverbal untuk mendukung arti dari komunikasi non verbal yang dimaksud. Begitu pula dengan wisatawan asal Jepang yang sulit berbahasa inggris, namun mereka memahami dan memaklumi kalau CSO tidak bisa melayani mereka dengan maksimal karena Jepang termasuk anggota budaya konteks tinggi. Hal paling menarik selama pengamatan yang dilakukan peneliti, ketika para CSO juga sering terkendala bahasa dengan wisatawan asal Malaysia. Malaysia merupakan wisatawan yang ketus dan cepat tersinggung ketika para CSO tidak memahami maksud mereka. Emosi mereka sering tidak terkontrol dan pada akhirnya memunculkan sentimen pribadi diantara CSO dan wisatawan Malaysia, padahal antara Indonesia dan Malaysia merupakan negara serumpun yang harusnya bisa meminimalisir hambatan komunikasi antarbudaya yang sering menimbulkan miss understanding. Dalam konteks komunikasi antarbudaya, seorang CSO juga mengalami hambatan persepsi perceptual barrier. Hal ini terjadi ketika CSO yang berasal dari luar Sumatera Utara atau Kota Medan memiliki persepsi yang berbeda terhadap suatu kata. Di sini miss communication akan terjadi. Ketika persepsi pasar bagi orang yang berasal dari pulau jawa adalah tempat dimana terjadi interakasi jual beli antara pedagang tradisional dengan membeli dan terjadi peristiwa tawar-menawar di dalamnya sedangkan persepsi kata pasar bagi orang Medan dapat berarti adalah jalan raya yang dilalui oleh kendaraan besar. Pada akhirnya, penghubungan antara teori pengurangan ketidakpastian dalam proses komunikasi antara customer service bandara dengan wisatawan tekah terjadi. Tujuan Charles Berger, William Gudykunst dan para kolega menciptakan ini adalah untuk menjelaskan bagaimana suatu komunikasi itu digunakan sebagai alat untuk mengurangi suatu ketidakpastian diantara orang asing yang saling berkomunikasi pertama kali diawal perjumpaan Littlejohn dan foss, 2011: 217-219. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, teori ini diterapkan pada proses komunikasi antara CSO dengan wisatawan asing. Dalam suatu kondisi perjumpaan di bandara antara CSO dan wisatawan asing umumnya merupakan kejadian yang baru pertama kali terjadi. Setiap orang pasti berkeinginan untuk mengurangi ketidakpastian, tahap awal interaksi manusia untuk mengurangi ketidakpastian itu biasanya cenderung dengan banyak berbicara agar mendapat informasi. Ketika ketidakpastian dihilangkan, strategi pertanyaan dan pencarian informasi lainnya akan berkurang. Semua itu terlihat, ketika dalam menggunakan jasa customer service, seorang wisatawan asing akan banyak melakukan percakapan dengan pihak CSO, selain budaya mereka yang memang terbiasa untuk mengcapkan salam greeting, melalui sapaan awal tersebut mereka mulai membaca karakter dari para CSO sebagai pedoman awal mereka untuk berkomunikasi pada tahap selanjutnya dengan masyarakat setempat. Para informan juga mengatakan, kalau mereka lebih panjang melakukan komunikasi dengan wisatawan asing daripada wisatawan domestik, ketika mereka meminta pelayanan jasa. Terutama wisatawan bule yang jelas mempercayai customer service sebagai pusat informasi legal dan mengabaikan informasi yang disampaikan orang di sekeliling mereka dalam hal ini adalah sopir taksi yang mengincar keberadaan mereka. Bule-bule tersebut umumnya akan meminta perhatian attention dan tindakan action dari pada CSO untuk membantu mereka, ‘karena kami percaya kalian’. Itulah setidaknya hal yang dapat mengungkapkan situasi para wisatawan asing khususnya bule berkunjung ke Sumatera Utara. Hampir menjadi keharusan bagi mereka untuk memijakkan kaki ke counter informasi untuk sekedar bercakap-cakap dengan para CSO. Hal ini dilakukan oleh wisatawan bule tersebut karena dia ‘Sadar bahwa tidak mampu’ yang membuat para CSO lebih respect pada mereka. Berdasarkan hasil wawancara peneliti, sehubungan terjadinya pengurangan ketidakpastian yang dilakukan oleh wisatawan asing terhadap CSO sangat nyata. Dimana pertama kali mereka akan melakukan komunikasi non verbal denga CSO melalui senyuman atau lambaian tangan, kemaudian mereka mengucapkan salam. Obrolan kecil yang terjadi diantara mereka akan merembet pada pertanyaan inti yang ingin ditanyakan wisatawan. Biasanya mereka bertanya rekomendasi tempat wisata, bagaimana caranya kesana, apakah kendaraan yang paling murah dan aman serta apa penginapan di sana. Kemudian CSO akan menjelaskan kepada mereka melalui catatan kecil, untuk pedoman mereka. Merasa tersanjung akan bantuan CSO yang luar biasanya akhirnya mereka membuka diri dan mau berkenalan memberitahu nama dan asal mereka. Pada tahap ini sudah terjadi pernyataan dari mereka. Kemudian setelah merasa akrab dan nyaman dengan pelayanan CSO mereka akan pergi dan mengatakan para CSO memiliki kepribadian yang baik, penjelasan yang sangat luar biasa dan terimakasih banyak. Hal itu merupakan penilaian subjektif kepada seseorang yang berkomunikasi dengannya mereka pada awal perkenalan pertama terhadap penduduk lokal yang diwakili oleh para CSO. Ketika memasuki tahap pembahasan pengurangan ketidakpastian, seorang customer service juga melakukan hal serupa. Ketika menghadapi wisatawan yang berbeda budaya, baik wisatawan asing ataupun wisatawan domestik, para CSO harus bisa menentukan hubungan antara kesadaran dan kemampuan berkomunikasi antarbudaya. Seorang CSO harus mampu menetapkan dirinya ‘Sadar bahwa tidak mampu’ ketika menghadapi wisatawan yang berbeda budaya. Seperti yang dialami oleh informan VI bahwa ia sadar tidak mampu berbahasa batak ketika melayani wisatawan domestik yang tidak bisa berbahasa Indonesia. Informan VI memilih untuk menghindari percakapan dengannya. Dalam proses inilah menyentuh teori mengelola ketidakpastian-kecemasan. Hal ini merupakan tindakan informan VI untuk menghindari miss understanding diantara mereka. Hal ini terkait karena informan menyadari ambang batas ketidakpastian- kecemasan yang dialaminya. Level ketidakpastian informan melampaui batas yang ia miliki, maka kepercayaan ia akan berkurang, dan jika level kecemasan yang ia rasakan terlalu tinggi maka ia bahkan menghindari komunikasi sama sekali. Berdasarkan pembagian kesadaran dan kemampuan berkomunikasi antarbudaya, customer service memposisikan diri mereka sebagai orang ‘Sadar bahwa mereka tidak mampu’ sehingga mereka memilih melakukan strategi ‘Ngeles’ ketika tidak mampu memaparkan jawaban yang diinginkan wisatawan. Sedangkan wisatawan domestik Bandara Kualanamu ‘Tidak sadar bahwa mereka tidak mampu’ terlihat dari sikap cuek dan sok tahu yang ditunjukkan mereka berdasarkan hasil wawancara dengan para informan. Peristiwa kebudayaan yang terjadi antara CSO dan wisatawan dilatar belakangi oleh kebudayaan yang berbeda diantara keduanya. Dimana, budaya konteks tinggi dimiliki oleh para CSO yang merupakan orang timur. Sedangkan budaya konteks rendah yang dimiliki para wisatawan asal belahan dunia barat akhirnya menimbulkan geger budaya atau culture shock diantara mereka. Wisatawan asal belahan dunia barat cenderung lugas dan tegas apabila mereka merasa tidak nyaman. Mereka tidak peduli kalau mereka sedang berada di negera orang, mereka akan protes dan berkata secara eksplisit. Hal ini yang juga diungkapkan oleh informan utama ketika wawancara mendalam masih berlangsung. Fase masalah kultural sering kali dirasakan oleh para wisatawan asing ketika mereka sudah memasuki lingkungan baru yang mulai berkembang. Wisatawan asing akan merasa terganggu ketika para sopir taksi yang datang mengahmipiri mereka, mengajak mereka mengobrol dengan bahasa tubuh persuasif akan membuat mereka tidak nyaman. Mereka menganut paham liberal dimana kehidupan individual sangat dijunjung tinggi dan proses komunikasi berlangsung ketika adanya kepentingan. Cultur shock atau geger budaya tidak hanya dialami oleh wisatawan asing saja, namun juga wisatawan domestik. Penerapan teknologi canggih dan modern yang diterapkan di Bandara Kualanamu telah membuat wisatawan domestik bingung. Direction atau rambu-rambu petunjuk arah dan simbol perhatian warning yang dipasang oleh pihak bandara dimaksudkan untuk membuat pengguna jasa Bandara Kualanamu terbiasa dengan gaya hidup modern yang mandiri dan canggih. Namun hal ini belum dibarengi dengan kesiapan dari pola pikir masyarakat sendiri sehingga mereka masih merasa asing sehingga terkesan tidak peduli dan tidak maju. Wisatawan yang berasal dari budaya konteks tinggi, belum siap untuk mandiri, mereka masih terbiasa akan budaya dilayani. Wisatawan asing dalam hal ini wisatawan asal negara barat yang merasa terganggu dengan keberadaan sopir taksi yang mengikuti kemana langkah mereka telah menunjukkan mereka sebagai anggota dari budaya konteks rendah Low Culture Context yang melakukan interaksi berdasarkan task oriented sedangkan sopir taksi sebagai anggota budaya konteks tinggi High Culture Context melakukan interaksi berdasarkan social oriented. Perbandingan persepsi antara budaya konteks tinggi dan budaya konteks rendah yang terjadi dalam hubungan customer service dengan wisatawan di Bandara Kualanamu tidak semuanya berlaku secara umum. Hal lain yang menunjukkan adanya perbedaan wisatawan asing dan wisatawan domestik dalam menggunakan jasa customer service adalah berdasarkan penuturan dari para informan, bahwa wisatawan asing di Bandara Kualanamu khususnya mereka yang berasal dari negara belahan barat, mereka sangat menghargai waktu yang menunjukkan mereka monochronic. Mereka mengerjakan satu hal dalam satu waktu, menekankan tepat waktu dan berkonteks rendah serta membutuhkan informasi. Wisatawan asing di Bandara Kualanamu sangat membutuhkan wifi dalam memperoleh informasi, mereka akan bertanya kepada CSO jika sudah menemui kesulitan. Sedangkan wisatawan domestik merupakan anggota polychronic dimana melakukan banyak hal dalam satu waktu. Budaya timur sangat kental akan polychronic, sehingga tidak heran fenomena ketinggalan pesawat sering dialami oleh wisatawan domestik. Mereka berbelanja dan jugu makan dalam keadaan ingin berangkat naik pesawat. Wisatawan domestik cenderung cuek karena merasa sudah cukup informasi. Wisatawan domestik sangat terikat pada manusia dan hubungan antarsesama. Era modern yang banyak menggunakan mesin otomatis untuk mempermudah pekerjaan manusia belum sepenuhnya bisa diterima, inilah yang terjadi di Bandara Kualanamu. Senada dengan yang diungkapkan oleh para informan utama, keempat informan tambahan juga mengatakan hal tersebut. Dimana Bandara Kualanamu sangat modern dan classy berkonsep gaya internasional dengan desain bangunan yang megah telah membuat mereka bangga. Informan III dan IV mengakui kalau wisatawan domestik sangat memaksimalkan penggunaan jasa customer service dalam memperoleh informasi apapun. Hal ini dikarenakan sebagai suatu budaya yang modern dan canggih di Bandara Kualanamu belum mampu dicerna oleh para wisatawan domestik hanya melalui direction atau rambu-rambu saja. Penggunaan simbol masih belum mampu membentuk pemaham mereka. Masih dibutuhkan sosialisasi dan pengumuman yang berbentuk pendekatan instrukstif bagi mereka agar paham dan terbiasa dengan gaya modern khas negara maju untuk mendukung Indonesia menjadi bangsa yang besar dan intelektual. Budaya barat yang modern dan canggih diterapkan di bandara agar pengguna jasa Bandara Kualanamu yang didominasi wisatawan domestik mulai terbiasa, adat ketimuran yang selama ini masih melekat dalam masyarakat sedikit hilang demi mengikuti perkembangan zaman dan mewujudkan cita-cita Bandara Kualanamu menjadi salah satu Bandara Hub yang dapat bersaing dengan bandara lain di dunia.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian tentang strategi komunikasi customer service dalam melayani penelitian, akhirnya peneliti dapat menyimpulkan tentang beberapa hal, yakni: 1. Latar belakang pendidikan para ketujuh informan utama dalam penelitian ini berbeda-beda. Tidak ada keharusan khusus latar belakang pendidikan apa yang harus mereka miliki. Mereka diterima bekerja setelah memenuhi persyaratan internal yang ditetapkan oleh pihak PT. Angkasa Pura II Persero. Hal utama yang harus mereka miliki adalah kemampuan berkomunikasi yang baik dan keahlian dalam berbahasa asing. 2. Latar belakang daerah asal dan kebudayaan yang para informan miliki serta jenis kelamin customer service, jelas mempengaruhi cara dan sikap, serta tingkah laku para customer service untuk melayani wisatawan. Seperti yang diungkapkan informan II, IV,V,dan VI, mereka merasa tidak memiliki kesulitan dalam melayani pengguna jasa bandara khususnya wisatawan di Bandara Kualanamu. Pengguna jasa bandara yang didominasi oleh wisatawan domestik memiliki karakteristik watak dan budaya yang sama dengan keempat informan yang berasal dari kota Medan. Sedangkan hal sebaliknya justru diungkapkan oleh informan I,III,dan VII, mereka mengakui kesulitan dan kecemasan awalnya ketika harus melayani banyak wisatawan di Bandara Kualanamu karena mereka bukan berasal dari kota Medan. 3. Strategi komunikasi yang dilakukan ketika ketujuh informan melayani wisatawan harus memiliki taktik operasionalnya. Faktor personal dan faktor situasional sangat mempengaruhi para customer service saat melayani para wisatawan, sehingga komunikasi yang terjalin antara customer service dan wisatawan memiliki perbedaan masing-masing.

Dokumen yang terkait

Strategi Komunikasi Pemasaran Dalam Rangka Meraih Konsumen (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Pemasaran Marketing PT Railink “Kereta Api Bandara Internasional Kualanamu” dalam Upaya Meraih Konsumen)

13 136 138

LKP : Perancangan Strategi Komunikasi Desain Goods Identity Dalam Melayani Customer.

0 3 68

2. PROMOSI PENJUALAN - Strategi Komunikasi Pemasaran Dalam Rangka Meraih Konsumen (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Pemasaran Marketing PT Railink “Kereta Api Bandara Internasional Kualanamu” dalam Upaya Meraih Konsumen)

0 0 21

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 PerspektifParadigma Kajian - Strategi Komunikasi Pemasaran Dalam Rangka Meraih Konsumen (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Pemasaran Marketing PT Railink “Kereta Api Bandara Internasional Kualanamu” dalam Upaya Mera

0 0 27

Strategi Komunikasi Pemasaran Dalam Rangka Meraih Konsumen (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Pemasaran Marketing PT Railink “Kereta Api Bandara Internasional Kualanamu” dalam Upaya Meraih Konsumen)

0 5 15

Strategi Komunikasi Customer Service Dalam Melayani Pengguna Jasa Bandara (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Customer Service Bandara Internasional Kualanamu Dalam Melayani Wisatawan Asing Dan Wisatawan Domestik)

0 1 45

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 PerspektifParadigma Kajian - Strategi Komunikasi Customer Service Dalam Melayani Pengguna Jasa Bandara (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Customer Service Bandara Internasional Kualanamu Dalam Melayani Wisatawan Asi

0 0 18

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah - Strategi Komunikasi Customer Service Dalam Melayani Pengguna Jasa Bandara (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Customer Service Bandara Internasional Kualanamu Dalam Melayani Wisatawan Asing Dan Wisatawa

0 0 7

STRATEGI KOMUNIKASI CUSTOMER SERVICE DALAM MELAYANI PENGGUNA JASA BANDARA (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Customer Service Bandara Internasional Kualanamu dalam Melayani Wisatawan Asing dan Wisatawan Domestik) SKRIPSI TETTY MUTYA PASARIBU

0 0 15

TUGAS - TUGAS CUSTOMER SERVICE DALAM MELAYANI PELANGGAN PADA PT POS INDONESIA PALEMBANG

0 0 16