Strategi Customer Service dalam Melayani Pengguna Jasa Bandara

• Anak ke : 1 dari 3 bersaudara • Tempat Tinggal : Batang Kuis • Status : Belum Menikah • Ciri-ciri : Badan langsing dengan tinggi 180 cm, memiliki gigi gingsul, kulit sawo matang, rambut sedikit cepak, wajah tirus dan mata sedikit besar Sumber: Hasil Wawancara Penelitian .

4.1.4 Strategi Customer Service dalam Melayani Pengguna Jasa Bandara

Berdasarkan tujuan penelitian yakni strategi customer service Bandara Internasional Kualanamu dalam melayani wisatawan asing dan wisatawan domestik, tentu saja peneliti melakukan pengamatan langsung dan wawancara secara mendalam kepada setiap informan utama yang menjadi subjek penelitian dalam penelitian ini. Adapun strategi komunikasi yang digunakan pengasuh akan peneliti sajikan dalam bentuk narasi maupun mendeskripsikan segala sesuatu yang menjadi hasil wawancara dan pengamatan peneliti yang dimulai dari informan I sampai kepada informan ke VII. Informan I Nama : Dwi Firma Sari Tanggal Wawancara : 5 Maret 2015 dan 9 Maret 2015 Tempat : Counter Informasi Keberangkatan Lantai 2 Pukul : 09.00 WIB Dwi Firma Sari atau panggilan akrabnya adalah Uni Dwi, merupakan salah satu customer service yang ramah dan sangat cooperative dengan peneliti. Pada saat melakukan tahap pra penelitian, peneliti telah berkenalan dengan Uni Dwi melalui Kak Cahaya yang merupakan salah satu Customer Service Office CSO di Bandara Kualanamu. Peneliti awalnya sudah kenal terlebih dahulu dengan Kak Cahaya melalui kakak kandung peneliti yang kebetulan bekerja di bandara kualanamu juga. Kesibukan Kak Cahaya yang memiliki tugas ganda sebagai customer service dan staff landside service, membuat peneliti mengurungkan niatnya menjadikan Kak Cahaya sebagai informan utama dalam penelitian ini. Kak Dwi merupakan gerbang pembuka jalan bagi peneliti untuk menjalin komunikasi dan mengakrabkan diri dengan customer service lainnya. Peneliti mengungkapkan maksud dan tujuan penelitian ini kepada Uni Dwi dan ia dengan senang hati membantu peneliti. Peneliti berbagi informasi dengan Uni dwi seputar persyaratan menjadi informan utama dalam penelitian ini. Kemudian Uni Dwi memberikan rekomendasi beberapa nama yang cocok dan pantas untuk menjadi informan utama. Pada saat awal hijrah ke Medan dan bekerja sebagai customer service di Bandara Polonia selama kurang dari dua bulan, belum memberikan pengalaman yang berarti dengan penumpang. Hal itu disebabkan pada saat masih bekerja sebagai customer service officer CSO di Polonia ia tidak banyak melakukan interaksi dengan penumpang ataupun pengguna jasa bandara. Aktivitas customer service di Polonia tidak begitu aktif. Hal berbeda dirasakan oleh Uni Dwi saat peralihan Bandara Polonia ke Bandara Kualanamu. Di Kualanamu CSO memiliki tiga tempat kerja, yang pertama adalah ruangan yang sering di sebut kantor FIDS, yang kedua counter informasi keberangkatan lantai satu dan counter informasi keberangkatan lantai dua. Sedangkan selama di Polonia, menurut Uni CSO hanya memiliki satu ruangan kerja yang berfungsi sebagai kantor untuk mengatur sistem informasi seperti FIDS sekaligus tempat pelayanan pelanggan. “Ada, dan range-nya itu sangat jauh berbeda. Dari segi transportasi untuk access ke Bandara Kualanamu kita punya Bus yang melewati tol, ada taksi resmi, kereta api, dan pesawat yang bisa take off dari Lanud Suwondo langsung mendarat di Kualanamu, dan yang membuat tertib kita tidak ada becak seperti Polonia dulu. Dari segi builing, bangunannya megah dan besar serta bergaya moden, runway-nya luas, parking stand-nya banyak. Dari segi fasilitas, kita ada shopping center, food court, wi-fi, komputer gratis, drinking water, ada BHS yang pake konsep public area, ada x-ray OOG, charger service dan banyak lagi fasilitas yang gak ada di Polonia tapi kita dapatkan di Kualanamu. Kalau dari segi pelayanan customer service juga jauh berbeda antara KNIA dan Polonia dimana kami memakai konsep center building yang dimana counter informasi langsung berhadapan dengan customer secara nyata sehingga menarik perhatian customer untuk bertanya, tidak seperti Polonia yang counternya tertutup dan berada dipojok bangunan sehingga penumpang sulit menemukannya sehingga sedikit ada customer yang berkunjung untuk meminta pelayanan. Dan satu lagi peningkatan pelayanan kami sekarang airport tax sudah include dalam ticket mulai dari keberangkatan bulan maret 2015 untuk penerbangan domestik.” Berdasarkan pengamatan peneliti, Uni Dwi merupakan pribadi yang berwawasan luas dan mau belajar. Ia mengaku, membutuhkan waktu sekitar dua minggu untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitar dia bekerja, baik dengan penumpang maupun dengan semua pekerja di Kualanamu. “Kalau untuk penyesuaian diri, yang pertama kali harus kalian jaga itu adalah etika. Kita harus memperkenalkan diri siapa kita dengan cara menegur, menyapa, menyalami, memberikan senyuman. Pokoknya perkenalin dulu deh, gue ini siapa. Jadi hal pertama yang harus dimiliki yaitu etika, dimana kita itu harus memperkenalkan diri kita, siapa sih kita di dunia kerja itu, siapa diri kita, darimana asal kita, dengan cara menyalami orang yang kita temui, memberi salam, menegur memberikan senyuman. Pokoknya etika deh yang terpenting. Yang kedua itu emotional questions, dimana kita harus bisa mengendalikan emosi kita, mengamati situasi, melihat objek-objek di sekitar kita, memahami karakter orang di sekitar kita, bisa menahan diri agar tidak bersikap berlebihan. Kalau bisa kita lebih aktif, kalau misalnya ada orang butuh bantuan kita harus cepat tanggap, pokoknya action deh. Karena saya dari Sumatera Barat, awalnya beda banget karakter penduduknya. Kalau di Sumatera Barat mungkin norma-norma kesopanannya lebih tinggi, maaf gitu bukan maksudnya menjelekkan orang Medan. Satu hal pertama itu adalah kaget, dan yang kedua karena kan orang Sumatera Utara itu agak cuek dan gak peduli, kalau orang Sumatera Barat itu itu peduli, lebih care. Contohnya aja kalau satu perusahaan deh, kalau yang namanya kita kerja di perusahaan yang sama dan melihat ID yang sama karena sesama Angkasa Pura kita saling senyum, itu kalau di Sumatera Barat, Tapi kalau di Medan, walaupun uda tahu kita sama-sama punya ID Angkasa Pura II, tapi karena nggak kenal ya masa bodoh. Yang penting loe gak kenal gue, dan gue gak kenal loe. Dan jadi ya sekarang sudah menyesuaikan diri juga, namanya kita datang ke tempat orang jadi harus cepat beradaptasi.” Uni memaparkan kalau pekerjaan yang digelutinya saat ini sangat sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Customer service yang kegiatan pekerjaannya adalah komunikasi, dan komunikasi menggunakan bahasa, sehingga kemampuan Bahasa Inggris dan Bahasa Jepang yang ia miliki bisa diaplikasikan. Hal pertama yang dirasakan Uni ketika pertama sekali stand by di counter informasi adalah gugup nervous. Uni berasalan kalau perasaan itu datang karena pertanyaan penumpang takut out of contexts dan nggak bisa ditebak. Jadi waktu awal ia banyak berdoa agar dimudahkan dalam bertugas. Peneliti menyadari bahwa pekerjaan sebagai CSO memiliki beban tersendiri, banyak hal menantang dan tidak terduga terjadi saat mereka bekerja. Uni mengatakan kadang kala saat rasa jenuh menghampiri mereka ketika sedang standby di counter informasi, tingkah laku para pengguna jasa bandara yang beraneka ragam menjadi obat penghibur tersendiri. Saat peneliti menanyakan bagaimana cara customer service menghadapi tingkah laku para pengguna jasa bandara yang berbeda setiap harinya, Uni memiliki strategi sendiri. “Yang pastinya tetap dengan konsep 3A yaitu Attention, Attitude, and Action. Yang pertama yaitu Attention dimana yang namanya kita bekerja di bidang pelayanan kita harus menunjukkan perhatian kita, seperti “Selamat siang Bapak, ada yang bisa saya bantu?”. Kalau attitude yang kita melayani dengan sopan, seperti pada saat sedang menyapa dan berbicara dengan pelanggan sebaiknya kita berdiri apalagi kalau penumpang keliatan sedang bingung kemudian berbicara dengan ramah atau menjelaskan dengan gerak tubuh atau body language agar lebih paham. Dan terakhir itu action, yaitu kita nggak segan untuk langsung ikut membantu mereka dengan mengantar mereka ke tujuan yang dimaksud. Seperti kalau misalnya mereka sedang ada masalah dengan pihak maskapai airline dan bingung mencari jalan keluar, ya kita bantu antar ke tempat maskapai yang dimaksud karena umumnya penumpang kalau sudah bingung mereka nggak bisa lagi berpikir secara jernih jadi harus bantu diarahkan.” Menurut Uni seorang CSO hal utama yang harus memilikinya adalah kemampuan tentang kebandarudaraan. Semua ilmu yang diajarkan selama masa trainning harus diterapkan di sini. Jangan sampai, seorang customer service bandara tidak pernah naik pesawat dan tidak tahu tata cara naik pesawat dari bandara tempat dia bekerja. Semakin banyak pengalaman, semakin mudah CSO dalam melayani penumpang. Uni menjelaskan bahwa seorang CSO juga harus smart dan cekatan. “Hal yang buruk ketika kita nggak cepat tanggap, ketika kita di back office, atau sedang bertugas di dalam untuk mengatur boarding pesawat, ternyata karena kerja yang monoton di dalam, kita jenuh dan lelah terus salah klik di sistem komputer, harusnya masuk waiting room, kita klik boarding, otomatis yang ter-announce jadi boarding pesawat dan menimbulkan miss communication antara pihak airline dan penumpang. Jadi kita harus segara mintak maaf ke pihak maskapai atas kekeliruan dan mengulang announce yang sebenarnya.” “Kita harus tenang. Karena umunya mereka yang mengunjungi counter informasi adalah penumpang yang mengalami masalah ketinggalan pesawat. Ketika dia ketinggalan pesawat dia bakalan marah dan mencari pelampiasan. Disini kita bakalan jadi ‘Tong Sampah’ curhatan atas kekesalan mereka. Mereka akan menyalahkan pihak informasi karena tidak mengumumkan. Padahal harusnya itu sudah menjadi pengetahuan umum penumpang mereka sudah bisa check-in 2 jam sebelum keberangkatan, paling telat setengah jam sebelum keberangkatan dan harus berada di waiting room saat panggilan pertama boarding pesawat.” Itulah jawaban yang dipaparkan Uni ketika ditanya bagaimana cara menangani wisatawan yang tidak memiliki tata krama. Pada umumnya, hal terberat yang harus dilalui oleh seorang CSO adalah menangani pelanggan yang tidak bisa menghargai orang lain. Dibutuhkan kesabaran dan jiwa besar ketika pekerjaan kita adalah melayani orang banyak. Setiap orang memiliki sifat, karakteristik, serta latar belakang yang berbeda-beda sehingga seorang CSO harus pandai memposisikan dirinya harus berada dimana dan bersikap seperti apa. Akibat keanekaragaman itulah, tidak jarang CSO tidak luput dari serangan amukan penumpang dan konflik tidak terhindarkan. “Yang paling buat sakit hati dan malu ya itu waktu saya pernah dimaki oleh orang Chinese. Saya nggak tahu dia ini Cina-Indonesia kah, Cina- hongkong, Cina-Mandarin, ya pokoknya kalau sudah Cina ya persepsi saya, saya harus using English, tapi saat itu karena saya lagi nggak fokus saat kerja karena ada sedikit masalah pribadi, saat menjawab pertanyaan dia, saya beberapa kali merevisi kata-kata saya ’That is airplane from Kuala Lumpur, sorry that plane from Surabaya oh no I mean from…’ terus dia potong perkataan saya dan bilang ‘Kita sama-sama orang Indonesia, You kalau nggak bisa speak English nggak usah speak English, nanti I speak English You nggak connect’ itu kata yang paling sakit yang pernah saya dengar. Karena kasarnya kan saya bukannya bodoh, saya kerja disini juga melewati tahap testing, jangan memandang rendah saya dong. Sakitlah pokoknya.” Setelah panjang lebar bercerita, penelitipun sampai kepada pertanyaan, apakah tantangan terberat yang harus dihadapi seorang CSO ketika sedang bekerja, sembari menghela nafas, Uni mengatakan bahwa mereka dituntut untuk selalu terlihat ‘fresh’ karena objek kerja mereka adalah penumpang yang merupakan manusia yang ingin dihargai. Sistem kerja CSO adalah operasional yang memilki jatah kerja 12 jam perhari dan tidak mengenal tanggal merah. Semua waktu mereka tercurahkan untuk kehidupan di bandara, Uni berbagi tips and trick yang ia lakukan selama menjadi CSO di kualanamu.menurut Uni, tipsnya adalah kita harus “ Just look like smart “ berikan kesan kalau kita mengetahui segalanya di bandara karena CSO merupakan staff yang dibentuk perusahaan untuk membagikan informasi kepada seluruh pengguna jasa bandara. Trick yang harus dilakukan oleh seorang CSO adalah ketika seorang CSO tidak mampu menjawab pertanyaan dari penumpang hal utamanya adalah jangan sekali-sekali berkata ‘Tidak tahu’ karena kata tersebut dapat membangkitkan emosi penumpang karena kita dianggap tidak bisa bekerja dengan baik, padahal seorang CSO juga memilki keterbatasan wawasan dalam melayani penumpang. Jalan keluar yang harus dilakukan seorang CSO adalah harus tetap mencari jawaban atas pertanyaan tersebut. Carilah di google seputar informasi itu atau bertanya pada staff CSO yang diyakini mengetahaui jawabannya. CSO harus mampu menenangkan penumpang saat panik dan segera mencari tahu jawabannya pada penumpang. itu merupakan kewajiban bagi seorang CSO untuk mencari jalan keluar atas permasalahan penumpangnya dan mendapatkan jawaban yang memuaskan merupakan hak penumpang. Uni juga menuturkan, sering kali ketika sedang melayani wisatawan atau pengguna jasa bandara, ia dihadapkan pada situasi dan kondisi yang membuatnya harus berpikir cepat. Dalam mengandle penumpang, dibutuhkan rasa percaya diri agar penumpang tidak memandang kita sebelah mata. Seorang penumpang harus menyakinkan penumpang dengan semua jawaban yang mereka lontarkan karena mereka bekerja dibidang jasa, dimana kepuasaan pelanggan terukur dari bagaimana cara kita melayani mereka. Sehingga banyak pengalaman menarik yang dijadikan sebagai pelajaran untuk lebih baik kedepannya. “Kalau dalam konteks menarik, dan yang paling berkesan itu kita dituntut untuk cerdas dalam ‘Ngeles’ maksudnya kita dituntut untuk cepat tanggap dan berpikir. Karena yang namanya manusia kita pasti pernah salah ngasih informasi sama orang dan itulah hal yang paling ditakutkan sama semua petugas informasi. Dan kalau kita udah salah, nah disitu kita harus ngeles, tapi memang kalau kita nggak bisa ngeles, kita harus minta maaflah pastinya. Misalnya kayak “Mohon maaf Pak, tadi salah memberi informasi”. Paling tidak kita udah mengakui kesalahan. Tapi kalau seandainya masih bisa ditutupin dengan ‘ngeles’ ya ngeles aja. Soalnya kan takut nantinya mereka nggak percaya lagi sama kita.” Informan 2 Nama : Ilham Saputra Tanggal Wawancara : 5 Maret 2015 Tempat : Counter Informasi Keberangkatan Lantai 2 Pukul : 14..00 WIB Ilham merupakan infroman kedua dalam penelitian ini. Selain memenuhi syarat menjadi informan, alasan lain peneliti memilih Bang Ilham Sapaan akrab peneliti kepada informan adalah karena Bang Ilham direkomendasikan oleh Uni Dwi dan karena menurut penuturan Uni, Bang Ilham memiliki kepribadian yang manarik, sehingga Uni yakin kalau Bang Ilham akan memberikan informasi yang beragam. Benar saja, setelah peneliti berkenalan dengan Bang Ilham, ia merupakan orang yang langsung akrab dan banyak bicara sehingga peneliti tiak canggung untuk melakukan wawancara bersama pria hitam manis ini. Saat disinggung tentang pengalamannya bekerja di sini, Bang Ilham mengaku ia sama seperti yang lainnya pasti ia merasa gugup. “The first time when I was sitting here, I felt nervous actually to serve the customers. Apalagi kan saat itu bandara baru dibuka, jadi pengetahuan saya juga belum banyak tapi sudah harus melayani berbagai banyak pertanyaan penumpang padahal posisinya saya juga masih dalam belajar, karena masalah penumpang kan umumnya bervariasi. Kita nggak bisa tebak apa yang ditanyakan sama mereka ke kita, ketakutan untuk nggak bisa jawab pertanyaan customer itu yang paling buat kita nervous. Walaupun sebelum bandara ini terbuka untuk umum, kita sudah diberi bekal penegtahuan seputar Kualanamu dan mobile ke seluruh sudut bandara.” Bang Ilham juga mengaku kalau sebenarnya latar belakang pendidikannya itu tidak sesuai dengan pekerjaannya saat ini. Ia merupakan lulusan Diploma Teknik, yang sebenarnya bekerja dengan angka-angka, namun sekarang bekerja dengan objek kerja manusia. Di situlah titik kesulitan Bang Ilham, jadi dia harus belajar dari nol. Beberapa penumpang menonton proses wawancara peneliti dengan Bang Ilham. Namun Bang Ilham tetap melanjutkan saja, tampak tidak peduli dan risih ketika beberapa pasang mata menonton melihatnya. Itu semua terjadi mungkin karena Bang Ilham merupakan tipe orang yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Diakui peneliti bahwa tantangan yang dihadapi peneliti ketika harus mewawancarai para customer service, peneliti tidak bisa meminta waktu mereka secara khusus karena mereka harus tetap bekerja. Jadi peneliti mewawancarai mereka sembari menemani mereka bekerja sembari mengobrol santai. Bang Ilham sangat menikmati pekerjaannya ini, karena dia menghargai jeri payahnya untuk bisa menjadi pegawai BUMN itu sulit. Selain itu, bidang pekerjaan yang ia geluti juga memberikan kesempatan baginya untuk bertemu dengan orang banyak dari daerah berbeda dan belahan dunia yang berbeda pula. “Interesting experience I got here is sometimes I can speak English with tourist everyday. That makes me happy. Tapi pernah ada suatu kejadian itu penumpang dari Cina, dia nggak bisa bahasa inggris dan juga bahasa Indonesia jadi dia ngomong itu pakai bahasa isyarat. Sebenarnya itu hal yang lucu bagi saya, namun saya tetap professional dan tetap berusaha menjelaskan dengan body language juga.” Sama seperti perusahaan yang bergerak di bidang jasa lainnya, PT Angkasa Pura II juga memiliki standar dalam memberikan pelayanan kepada penumpang. “Attitude yang pertama ketika ada penumpang yang menghampiri kita itu kita mesti senyum ke mereka, terus dikasih eye contact sebagai pertanda kalau kita care dengan customer. Terus ya kita gak boleh makan di counter, nggak boleh teleponan apalagi ketika customer datang, kita mesti berdiri kan seharusnya, kemudian mengucapkan greeting ke pasangger seperti ‘Selamat pagi, selamat siang, selamat malam’, intinya sih harus sopan. Kalau seandainya peraturan itu dilanggar, kita langsung ditegur kok sama Kadin kita, apalagi kalau makan di counter, pasti langsung ditegur. Kecuali mungkin kalau kita lagi sakit, keadaan darurat mungkin diperbolehkan nge-meal selama nggak mengganggu kinerja kita ketika melayani customer. Ya itu, balik lagi karena kita manusia juga yang butuh makan kan, dan kadang lapar gak datang di saat yang tepat ya di saatitu kita nge-meal aja asal jangan sampai jadi kebiasaan.” Sesekali peneliti merasa sedikit bingung dengan istilah-istilah yang diucapkan oleh Bang Ilham. Seperti singkatan Kadin, PTO, atau AMC merupakan istilah baru yang asing di telinga peneliti. Wawancara bersama customer service juga menambah wawasan peneliti tentang pelayanan jasa bandara berserta staff yang berada dibelakang. Kadin merupakan singkatan dari Kepala Dinas, dalam hal ini setara dengan Junior Manager pada perusahaan lainnya. PTO merupakan singkatan dari Pengawas Tugas Operasional, dan istilah AMC yang merupakan singkatan dari Apron Movement Control adalah Unit Sisi Udara yang mengatur tempat mendarat pesawat dan kepengurusan data penumpang. Bang Ilham mengaku ia tidak sulit dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan kerjanya saat ini, ia hanya butuh waktu lebih dari seminggu untuk terbiasa dengan pekerjaan di sini dengan semua peraturan dan bidang ilmu yang baru ia pelajari. Saat ditanyakan, apa pentingnya jasa customer service bagi jasa pelayanan transportasi udara, Bang Ilham menjawab dengan santai. “Pastinya penting. Apalagi sekarang kita menerapkan konsep-konsep modern demi ‘service exellent’ dari yang dulu ruangannya tertutup sekarang ruangan kita terbuka. Dulu kayaknya kita tertutup untuk masalah penumpang, padahal sebenarnya enggak. Semuanya demi kepuasan pelanggan. Ada juga customer care yang bisa penumpang hubungi melalui telepon untuk menyampaikan keluhannya, itu langsung ke pusat. Di sini ada juga nomor telepon customer service yang bisa dihubungi penumpang yang butuh informasi, namun yang lebih umum penumpang menelpon ke pusatnya kalau mau ngeluh. Tapi ada juga kok yang mengeluh di line telepon Kualanamu setiap harinya.” Seperti yang dipaparkan Bang Ilham sebelumnya, bahwa Bandara merupakan tempat yang paling memungkin untuk bertemunya semua orang dari berbagai belahan dunia dan latar belakang budaya yang beranekaragam dalam satu waktu yang bersamaan. Sehingga, kemampuan dalam segi berkomunikasi yang baik dan keahlian dalam berbahasa asing atau Bahasa Inggris adalah hal yang terpenting. Namun Bang Ilham mengakui bahwa ia juga pernah terlibat konflik atau mengalami miss communication dengan penumpang. “Pernah dan sering kali. Dan yang paling sakit itu biasanya kalau penumpang sudah ketinggalan pesawat, mereka marahnya langsung ke kita dan seketika attitude mereka nggak ada ke kita, marah-marah nggak karuan, sampai banting meja dan bilang ‘apa-apaan ini kok saya bla….bla…bla’, padahal kan sebenarnya penumpang sudah bisa check-in dari 2 jam sebelum keberangkatan, dan paling telat check-in itu stengah jam sebelum boarding, dan dia datang 10 menit sebelum pesawat berangkat, ya sudah pasti dia yang salah dong dianya. Biasanya itu wisatawan domestik yang paling sering ketinggalan pesawat, biasalah orang kita dan itu yang umumnya komplain itu penumpang-penumpang Lion air.” Kalau sudah mengalami kejadian seperti itu, biasanya Bang Ilham lebih banyak bersabar dan diam. Membaca karater penumpang, kalau seandainya sifat penumpang masih bisa beritahu, para CSO akan memberikan penjelasan setelah kekesalannya mereda. Namun, apabila karakter penumpang itu arogan, para CSO bisanya lebih memilih untuk diam atau membenarkan saja segala ucapan penumpang untuk menhindari konflik besar yang dapat mengganggu kenyaman para penggunan jasa bandara lainnya. Bang Ilham mengatakan bahwa dalam melayani wisatawan atau pengguna jasa bandara kita harus bisa memecahkan masalah mereka baagimanapun caranya. Semua bisa kita lakukan dengan mencarai tahu lewat petugas informasi yang lain, bertanya ke atasan atau bahkan mencari di google. Wisatawan atau pengguna jasa bandara tidak boleh ragu dengan jawaban kita, kalau seandainya mereka terlihat masih ragu, kita harus berusaha meyakinkannya. “Rambu rambu penunjuk arahnya harus lebih diperbanyak dan diperjelas lagi, biar bisa ‘service exellent’ semaksimal mungkin. Kesannya yang pasti senang bisa bekerja d sini, bangga sebagai masyarakat Sumatera Utara yang punya Bandara sekelas Kualanamu ini. Kita adalag Echo Airport yaitu bandara yang ramah lingkungan. Terus sistemnya juga sudah high technology dan modern dan bisa jadi one of the best airport in Indonesia right now. Sejauh ini kita konsep bandaranya sama loh dengan Bandara di Singapura, Changi Airport yang merupakan the best airport in the world. Sama-sama canggih. Cuma karena kita masih dalam tahap inovasi aja, makanya masih ada kekurangan. Kesan terhadap wisatawannya sih wisatawan asing yang ke sini umumnya ramah-ramah ada juga yang cuek, kalau wisatawan domestic diharapkan untuk lebih menjaga fasilitas yang disediakan bandara. Tapi kalau memang pengetahuan mereka tentang bandara dengan konsep high technology ini nmasih kurang ya salah kita juga mungkin yang belum maksimal berbagi informasi dan pengetahuan seputar bandara ke mereka, biar mereka gak takut masuk ke bandara yang menurut mereka kayak mall. Intinya keep trying the best for customers.” Kalimat di atas merupakan petikan jawaban yang dituturkan oleh Bang Ilham ketika ditanyakan masalah kesan dan pesan terhadap para wisatawan dan pada perusahaan tempatnya bekerja saat ini. Bang Ilham menjawab semua pertanyaan dengan ringan dan santai tanpa beban. Menurutnya semua dijalanin saja dan jangan ambil pusing. Melayani penumpamg dengan ikhlas dan kesadaran kita untuk menempatkan diri mereka sebagai tempat pengaduan bagi para penumpang merupakan pekerjaan yang harus mereka nikmati. Informan 3 Nama : Devy Yunita Pratiwi Tanggal Wawancara : 8 Maret 2015 Tempat : Counter Informasi Keberangkatan Lantai 2 Pukul : 10..00 WIB Informan ketiga ini merupakan informan yang ingin sekali diwawancarai oleh peneliti. Devi merupakan lulusan STPI Curug yang merupakan sekolah penerbangan. Selama ini orang sering bepikiran bahwa dalam sekolah penerbangan hanya ada pilot, pramugari dan staff maskapai saja. Namun ternayata dibalik suatu proses penerbangan begitu banyak orang yang menjadi pekerja untuk menjalan kegitan pelayanan penerbangan. Mereka merupakan orang terpilih dan terpelajar di bidangnya untuk memberikan pelayanan pada pengguna jasa bandara. Devi mengaku, dulu tidak pernah membayangkan akan menjadi keluarga besar di perusahaan besar yang bergerak di bidang penerbangan. Namun seiring berjalannya waktu ia mulai menikmati profesinya ini, dan sedang melanjutkan kuliah di tingkat S1 untuk menunjang karirnya. Saat wawancara berlangsung dengan Kak Devi cukup menyita waktu karena kondisi bandara yang sedang ramai pengunjung dan peneliti datang pada saat jadwal penerangan sedang sibuk. Devi atau Kak Devi mengatakan dari jam 8.30 wib sampai jam14.00 wib merupakan jam neraka bagi para customer service di sini. Mereka harus bekerja dalam waktu penuh, dan mengkondisikan jadwal istirahan dan makan siang mereka sembari terus bertugas. Ditambah lagi, tiga area kerja yang mereka jalani di sini harus berganti-gantian dengan customer service lainnya. Hal ini tentu saja berbeda dengan saat Kak Devi dan teman-teman CSO lainnya masih bekerja di Polonia dimana saat masih di Polonia customer service hanya memiliki satu area kerja yaitu kantor informasi yang sekaligus merangkap menjadi counter pelayanan pelanggan. “Waktu di Polonia kan counter informasi itu nyempil kan terus agak gelap dan tertutup, jadi orang nggak tahu kalau itu pusat informasi. Kalau di sini kan kita langsung menghadapi penumpang dan berada di paling depan tuh, jadi dari jauh pun penumpang udah bisa lihat kita stand by di sini. Lebih suka kayak gini sih, kita langsung face to face sama penumpang.” Walaupun Kak Devi mengaku, dirinya bukan satu-satunya pegawai yang merantau di sini, namun dari dalam dirinya dia harus menyesuaikan diri dengan masyarakat Sumatera Utara. Saat ditanyakan oleh peneliti bagaimana rasanya ketika pertama kali standby di counter informasi Kak Devi menjawab sambil sumringah. “Perasannya pertama kali stand by di counter itu ‘Panik’, karena kan kita diletakkan di informasi, sedangkan informasi tentang bandara yang dikasi ke kita dan jadi pegangan buat kita itu masih minim. Tahu sendiri kan kemarin bandara masih baru dibuka, dan kita mesti duduk disini sebagai orang yang tahu segalanya.Tapi itu semua karena bandara masih baru jadi panik, takut salah, terus dimarahin penumpang, tapi ya kita kan uda latihan bagaimana cara melayani customer dengan baik, jadi ya sebisa mungkin kerja yang bagus, yang paling penting itu senyum.” Kak Devi juga mengakui, tidak mudah menjadi seorang customer service, apalagi customer service yang bergerak pada jasa transportasi penerbangan. Semua perhatian dan waktunya tercurah untuk pekerjaan. Lokasi kerja yang jauh dari perkotaan dan jam kerja 12 jam dengan sistem kerja operasional nyaris membuatnya lupa untuk mencari hiburan di luar seperti kebanyakan gadis single seusianya yang suka liburan, belanja, atau sekedar duduk-duduk di mall menghilangkan penat. “Menghadapi orang yang setiap harinya berbeda-beda itu sebenarnya uda merupakan suatu tantangan ya. Karena kita kerja di sini dituntunt untuk fokus, dalam keadaan mata setiap hari harus liat orang yang silih berganti, rame banget sampai mata ini ngerasa capek. Capek hati juga kalau uda mengahadapi tingkah mereka yang marah-marah atau maki kita, tapi kita nggak bisa membela diri dan marah marah balik ke dia, terus capek otak mikirin harus bisa menjawab semua pertanyaan mereka karena menanggung beban sebagai petugas info yang tahu segalanya kan. Terus capek tenaga, dimana kayak saya harus jauh dari orang tua, urus diri sendiri, kerja di kantor setiap hari dengan sistem shift selama 12 jam, itu uda cukup jadi tantangan saya. Terus lebih kayak control diri ke kita, menghadapi orang ribuan tiap harinya. Walaupun kita sedang ada masalah di rumah itu harus dikesampingkan dulu, karena orang yang dilayani nggak mau tahu kita sedang ada masalah atau enggak, yang penting maunya mereka kita melayani dengan baik.” Pekerjaan sebagai customer service juga memilki resiko seperti pekerjaan lain pada umumnya. Kak Devi mengatakan, banyak orang yang memandang sebelah mata pekerjaan mereka, dan tidak percaya kalau pekerjaan mereka itu santai. Diakui Kak Devi, secara kasat mata orang-orang beranggapan bahwa pekerjaan mereka hanya duduk dan berkomunikasi dengan penumpang. Mereka tidak menyadari bahwa hal terberat menjadi customer service adalah ketika mereka harus dihadapkan pada objek pekerjaan mereka adalah manusia. Dimana kesuksesan mereka dalam bekerja hanya dapat diukur dalam bentuk kepuasaan pelanggan kepada kinerja mereka. Tidak ada hasil yang dapat ditunjukkan kepada orang lain bahwa pekerjaan kita itu sukses karena kesuksesan kita hanya berbentuk pujian dan komentar bukan barang otentik yang dapat ditunjukkan. Menghadapi pengguna jasa bandara yang berbeda setiap harinya juga cukup membuat lelah para CSO bandara. Walaupun Kak Devi mengaku kalau mereka bekerja tidak memilki strategi khusus, semua berjalan apa adanya. Seperti kata pepatah learning by doing yang berarti belajar sambil bekerja, dan semakin banyak pengalaman mereka, semakin pula banyak ilmu dan wawasan yang dapat mereka kembangkan. Kesalahan fatal seorang CSO menurutnya adalah ketika mereka miss understanding dengan penumpang. “Salah kasih informasi dan miss understanding sama penumpang. Biasanya mereka marah banget tuh. Tapi yaudah didiamin aja kalau memang kita salah. Karena kan mereka merasa mereka customer, jadi kita yang harus minta maaf. Pernah itu kejadian salah nangkap bahasa ama negara tetangga kita tuh, sebelah Malaysia. Suka tuh wisatawan Malaysia banding-bandingin bandara kita dengan mereka terus pegawai juga dibanding-bandingin. Katanya kita nggak ramah atau apa, padahal coba deh ke bandara mereka, jauh lebih ramah dan bertanggung jawab customer service kita dibanding mereka. Customer service mereka aja jarang senyum.” Devi mengatakan, kesulitan terbesarnya saat baru pertama kali bekerja di sini adalah kendala di bahasa, menurutnya bahasa orang Medan cukup membuat bingung. bahkan begitu banyak istilah-istilah baru yang ia dengar di sini. Dan bahasa itulah yang pernah membuat Kak Devi terlibat konflik dengan penumpang. “Aku pernah terlibat konflik ama penumpang asal Malaysia gitu, ingat banget dan nggak akan pernah lupa, sakit bangetlah rasanya. Jangan sampai kejadian lagi. Itu kalau nggak salah kejadian bulan Mei tahun lalu, orang Malaysia gendut, baju merah, abang-abang dan kumisan. Itu kejadiannya saya sedang stand by di counter keberangkatan sendirian karena shift hari itu kita kurang karena ada yang cuti. Ya namanya kita sendiri banyak penumpang yang datang ke kita, pastilah kerja kita nggak maksimal. Jadi posisinya dia nanyak informasi ke saya, saya lupa dia nanyak apa, pokoknya kita terkendala di bahasa, mungkin dia salah nangkap bahasa yang saya sampaikan, dia itu kondisinya lagi buru-buru sambil nanyak ke saya, ya saya jawab, tapi belum selesai saya jawab dia langsung pergi aja, sedangkan saya nggak bisa manggil dia lagi karena uda ada penumpang lain yang nanyak ke saya. Terus rupanya dia balik lagi ke counter dan marah-marah ke saya, karena katanya saya tipuin dia. Dia marah-marah sama saya dengan nada tinggi, merepet terus akhirnya dia bilang ke saya “You are bad information” wah itu rasanya sakit banget. Saya udah berusaha menjelaskan lagi, tapi dia nggak peduli dan ngomong terus sampai dilihatin orang banyak karena udah rame, terus ada penumpang yang kebetulan ada disitu saat kejadian sebelumnya dia membela saya katanya” Dia yang benar Pak, Bapak salah tangkap tadi” tapi dia gak peduli dan nunjuk-nunjuk saya berulang kali sambil bilang” Enggak, dia yang salah, dia yang salah, dia yang salah She’s bad information” berulang-ulang, sampai akhirnya AVSEC datang karena udah rame, terus istrinya mungkin udah malu kan soalnya awalnya istrinya diam aja, akhirnya istrinya bilang ”Udahlah ayo kita check-in” sambil narik suaminya pergi. Oh, saya ingat itu masalahnya miss communication masalah boarding pass. Katanya dia udah punya boarding pass terus mesti gimana lagi, karena dia merasas udah check-in online, di sini waktu itu masih harus lapor lagi ke check-in counter untuk ambil barding pass walaupun uda check- in online karena harus bayar airport tax. Jadinya dia kan belum punya boarding pass nggak bisa ke imigrasi dan masuk automatic gate kan, makanya dia marah ke saya, padahal saya belum selesai ngomong dia langsung pergi aja awalnya karena kelihatan buru-buru.” Kak Devi juga memaparkan bahwa bahasa merupakan hal terpenting yang wajib mereka kuasai karena pekerjaan mereka adalah menjalin komunikasi dengan orang lain dan dalam berkomunikasi itu, mereka menggunakan bahasa yang dapat menyamakan maksud dan tujuan antara CSO dan pengguna jasa bandara. “Sebenarnya perlu sih, kayak bahasa mandarin itu penting, karenakan penumpang di sini juga banyak orang Chinese. Dulu sempat ada announcement dalam 3 bahasa, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Bahasa Mandarin, terus lama-lama diilangin karena nggak efektif dalam segi waktu kan, karena toh bahasa internasional kan english. Jadi kitanya sih yang perlu belajar bahasa mandarin, bukan announcement dalam bahasa Mandarin. Informan 4 Nama : Wahyu Eko Wijaya Tanggal Wawancara : 12 Maret 2015 Tempat : Counter Informasi Keberangkatan Lantai 2 Pukul : 14..15 WIB Bang Wahyu merupakan informan keempat peniliti. Bang Wahyu awalnya bukanlah target wawancara peneliti, namun berkat rekomendasi dari Kak Devi, akhirnya peneliti setuju dan mencoba untuk menghubungi Bang Wahyu. Pada mulanya Bang Wahyu keberakatn diwawancarai oleh peneliti, namun setelah Kak Devi dan peneliti mencoba menjelaskan maksud dan tujuan wawancara ini dan akhan dari irnya Bang Wahyu setuju untuk membantu peneliti. Sebelumnya Bang Wahyu mengakui kalau dirinya minder atau tidak percaya diri untuk diwawancarai karena takut tidak bisa menjawab pertanyaan dari peneliti sebab ia baru enam bulan kerja di sini sehingga merasa belum pantas untuk diwawancarai. Sama halnya dengan Kak Devi, pada saat hari wawancara peneliti dan Bang Wahyu berlangsung, pada hari itu juga, ada jadwal para penumpang untuk umroh hingga tingkat pengunjung bandara yang hadir harini meningkat dua kali lipat. Suasana lantai 2 keberangkatan mendadak penuh sesak dengan jejalan manusia, Ada pengunjung yang duduk di lantai dan menganggu jalan masuknya penumpang ke automatic gate. Bentuk counter infromasi yang memilii meja bulat mengelili juga tidak luput jadi tempat menangkringnya para pengunjung bandara dan calo tiket yang mencari mangsa. Untuk saja Bang Wahyu setuju untuk diwawancarai. Ketika wawancara dengan Bang Wahyu terjalin dengan baik walau sedikit canggung karena awalnya peneliti sempat mengalami penolakan dari informan ini. Bang Wahyu mengatakan bahwa menjadi staff front liner bukan pengalaman pertama baginya. Sebelumnya ia pernah sebagai reseptionist di sebuah hotel ternama yakni Hotel Asean sehingga menjadi orang perwakilan perusahaan untuk menghadapi orang lain bukanlah sesuatu yang sulit baginya. Bang Wahyu sendiri sangat bangga bisa bekerja di sini. Dia merasakan suatu prestasi bagi dirinya bisa bergabung di Badan Usaha Milik Negara terlebih yang bergerak di bidang jasa penerbangan. Ia sangat menyadari tidak mudah baginya untuk bisa lolos menjadi salah satu pegawai di PT Angkasa Pura II, sehingga dia sangat menghargai pekerjaan ini. “Canggung, karena kalau di hotel ruangan kerjanya tertutup, nggak terlalu banyak orang yang mesti dihadapi sedangkan di sini kan ruang kerjanya terbuka untuk public banyak kali orang yang mesti dilayani setiap harinya, karakter dan sifat customer yang beragam itu yang buat abang canggung dan sedikit nervous. Tapi pelan-pelan abang terbiasa untuk duduk di sini dan menghadapi orang-orang.” Informan keempat ini mengakui bahwa tidak mudah memberikan pelayanan yang memuaskan semua pengguna jasa bandara dan wisatawan. Maka dari itu, ketika berhadapan dengan wisatawan atau penumpang yang tidak memiliki tata krama, Bang Wahyu lebih memilih untuk sabar karena baginya apabila terjadi sesuatu antara dirinya dan penumpang, kerugian terbesar pasti ada pada dirinya karena melalui jalur inilah ia mencari uang. Saat ditanya oleh peneliti, apa yang paling berkesan antara dirinya dengan penumpang, Bang Wahyu bercerita dengan serius. “Disalahkan Disalahkan customer itu paling sering. Ceritanya itu saat abang stand by di counter keberangkatan, pesawat mereka kan delay, terus mereka marah-marah ke kami dan disalahkan ke kami semua customer service yang sedang stand by di counter. Tapi saat itu kita biarin aja dulu dia marah-marah ke kami, dengerin aja dulu apa kata dia, saat emosi dia uda mulai reda, baru kami ajak bicara dia dan kasih penjelasan kalau itu bukan kesalahan dari kami, jadi kalau mau complain langsung saja ke pihak maskapainya, jadinya ya kami langsung lempar permasalahan ke pihak maskapai, dan kami antar ke sana. Sejauh ini, apapun yang dikatakan customer abang nggak pernah ambil pusing, abang nggak sakit hati karena abang model orangnya ‘pecah di perut’.” Bang wahyu juga mengatakan, para customer service officer CSO di sini, juga memilki aturan dan etika baik dalam hal penampilan mereka ataupun cara mereka melayani penumpang. kalau dari segi penampilan, bagi para customer service pria, mereka wajib mngenakan seragam yang diberikan perusahaan pada saat sedang bertugas. Kemaja lengan panjang berwarna putih dengan motif garis- geris tipis vertikal berwarna biru dan celana panjang kain merupakan setelan yang harus mereka kenakan seriap hari, terlebih ketika sedang stand by di counter. Para CSO tidak dibernarkan memasuki area counter apabila tidak mengenakan seragam. Dasi warna biru dan orange mewarnai seragam mereka pada hari-hari tertentu yang telah ditetapkan. Sepatu hitam dan mengenakan ikat pinggang juga menjadi pelengkap penampilan mereka. Para CSO pria juga tidak diperkenakan berambut godrong. Saat melayani penumpang juga mereka wajib mengucapkan salam dan melayani dalam posisi berdiri dan apabila ingin menunjuk gunakanlah tangan kanan dengan jempol yang diacungkan. Mereka juga wajib tersenyum apabila sedang melayani penumpang. Sudah semestinya CSO memiliki penampilan yang dan menarik serta fresh karena CSO merupakan perwakilan pihak perusahaan yang langsung melayani para customer, sehingga citra perusahaan berada di tangan mereka. Para CSO juga dituntut untuk berpikir cepat dan tanggap dalam menghadapi suatu situasi dan kondisi “Misalnya saja, kadang sering itu ada penumpang yang marah-marah karena nggak kebagian troli, kami langsung calling pihak berwenang TIS TOS pakai HT, kalau seandainya kita nggak stand by sendirian di counter, salah satu dari kita langsung cari troli untuk penumpang tersebut biar dia nggak marah lagi dan mengganggu kenyaman penumpang yang lain. Intinya, kita harus pandai-pandai baca karakter penumpang, mana yang harus dilayani dengan segara harus dilayani. Kalau masalah delay biasanya langsung lempar dan mengantarkan mereka ke maskapai terkait, karena masalah ketinggalan atau delay pesawat itu bukan kesalahan dan kewenangan kami, tugas kami di sini cuma mengumumkan. Kalau di Kualanamu maskapai Lion itu yang paling banyak buat masalah dengan penumpang dan seringnya melampiasakannya ke kami. Kadang kala kami juga sampai mengeluarkan kursi di counter untuk berikan ke mereka kalau mereka complain terus bilang “Please chair” langsung kita kasih. Soalnya wisatawan asing terutama Malaysia yang sering komplain.” Bang Wahyu becerita bahwa sampai sekarang dia belum pernah terlibat konflik dengan wisatawan atau pengguna jasa bandara. Menurut Bang Wahyu, selama ini ia bekerja di sini merapkan strategi lebih banyak sabar dan mengalah. Ketika penumpang datang ke kita maah-marah dan komplain, lebih baik kita tidak usah membatah kalau memang penumpang tersebut termasuk orang yang memiliki sifat pemarah dan meledak-meledak. Jadi semaksimal mungkin strategi kita untuk sabar dan mengalah itu pada akhirnya akan meredamkan emosi mereka karena sesopan apapun kita berusaha menjelaskan pada customer ketika memang mereka sedang emosi, mereka akan tetap meyalahkan kita. Bang Wahyu malah mengatakan ia sering terlibat konflik dengan para sopir taksi gelap atau calo tiket yang suka ikut nagkring di sekitar area counter informasi. Menurut Bang Wahyu mereka suka ikut campur dan memotong pembicaran kita dengan penumpang sehingga terkadang informasi yang kita sampaikan kepada penumpang itu tidak sinkron kaena bercampur dengan informasi yang disampaikan oleh meteka. Dan akibatnya wisatawan jadi bingung harus mengikuti instruksi siapa. Padahal jelas CSO merupakan staff yang harus mereka percaya. Berdasarkan informasi yang disampaikan Bang Wahyu, walaupun calo tiket dan sopir taksi gelap itu tidak jarang mengganggu kinerja para CSO ketika bertugas, namun mereka tidak bisa marah secara langsung karena memang sampai sekarang belum ada peraturab resmi dari pemerintah kalau keberadaan mereka di bandara itu dilarang. Apalagi dengan konsep bandara yang saat ini merupakan public area, membuat para calo tiket dan taksi gelap bebas berkeliaran mencari pelanggan. Menurut Bang Wahyu, para wisawatan itu wajar komplain ketika mereka merasa tidak puas karena PSC yang ditetapkan oleh pihak Angkasa Pura II Cabang Bandar Udara Kualanamu adalah yang paling mahal di Indonesia sehingga sudah seharusnya perusahaan memberikan pelayanan dan fasilitas terbaik. Hal utama yang harus dikuasai oleh seorang customer service adalah mampu melayani dari hati dan kemampuan berbahasa dan berkomunikasi yang baik itulah yang diungkapkan Bang Wahyu. “Sebenarnya mereka yang nggak bertata krama itu adalah mereka yang nggak tahu. Atau kalau mau introspeksi diri, mungkin dari kami juga ada kesalahan yaitu kurangnya melakukan pendekatan orang awam yang juga pengguna jasa bandaratentang kebandarudaraan. Jadi pengguna jasa bandara bisa paham. Sebenarnya kalau dimarahin terus juga kita bisa emosi kan, tapi ya kita harus berusaha tenang. Padahal nggak jaranglah customer bertanya dengan nyolot dan nada tinggi. Misalnya nih nanyak “ Check-in counter pesawat A dimana “. Kami jawab “ Di sana, Pak, di island C 11, tapi sisi yang menghadap ke sana..” belum selesai kami menjelasakan posisi counter maskapainya dia langsung pergi aja dan bilan, “ Uda, aku cuma tanya itu aja, kok ribet kali kau menjawabnya” kata dia kek gitu. Padahal maksud kami ya biar jelas, dia nggak usah bola-balik ke kantor buat nanyak lagi, karena kan dari setelannya dia keliatan dari kampung, jadi kita pengen kasi info yang lengkap. Karena setiap island itu kan ada dua sisi, biasanya kalau orang kampung banyak yang bingung dan balik lagi ke kantor buat nanyak kepastian. Tapi ya gitu, kadang customer malah sok tahu.” Informan 5 Nama : Rica Maria Baringbing Tanggal Wawancara : 14 Maret 2015 Tempat : Counter Informasi Kedatngan lantai 1 Pukul : 10..30 WIB Rica Maria atau akrab disapa ‘Kak Rica’ oleh peneliti merupakan informan kelima yang juga menjadi target utama peneliti. Peneliti telah mendapatkan informasi sbelumnya tentang Kak Rica bahwa ia merupakan satu- satunya customer service yan mahir berbahasa mandarin. Selain itu, Kak Rica memiliki kepribadian yang tegas dan berwibawa sehingga ia merupakan salah satu customer service yang disegani, walaupun ia bukanlah CSO yang berumur paling tua. Pada hari saat wawancara berlangsung, mulanya peneliti sempat merasa takut dengan informan ini. Padahal sebelumnya peneliti sudah pernah berkomunikasi via telepon dan wassap dengan Kak Rica dan ia menyambut ia mengatakan dengan senang hati membantu. Peneliti mulai bertanya bagaimana awalnya infirman bisa bekerja di sini. “Ikut tes dari internet, buka websitenya www.angkasapura2karir.com tesnya itu sebulan sekali. Misalnya hari ini kita tes, sebulan kemudian baru pengumumannya, ada tujuh kali tahap tes. Saya mengikuti tes khusus customer service dari awal lagi, walaupun dulu saya sempat bekerja sebagai Avsec.” Selanjutnya peneliti mulai memasuki pertanyaan pada tahap pendekatan pribadi. Kak Rica dulunya mengaku sempat menjadi Avsec dan berstatus outsourching ketika di Bandara Polonia. Ia juga memaparkan tidak mengalami kesulitan berarti dalam menjalan tugas sebagai customer service karena dulunya dia merupakan petugas keamanan atau Avsec Aviation Security yang pekerjaannya juga langsung berhadapan dengan penumpang sehingga sistem kerja operasional selama 12 jam sekali bekerja dan tidak mengenal tanggal merah tidak lagi membuatnya terkejut. Saat ditanyakan peneliti, apa saja yang sudah didapatkan informan selama bekerja di sini, Kak Rica menjawab sangat banyak yang didapatkan selama bekerja di sini. “Banyak. Caci-makian, komplain penumpang setiap hari. Baik-baiknya sedikit, buruk-buruknya banyak haha. Lebih banyak pengalamannya, kalau gaji ya pasti dapat. Menambah temanlah, dulu teman-teman saya di Avsec sekarang di customer service. Kita nggak dibeda-bedain semua sama rata karena pekerjaan Avsec juga sama seperti kami.” Selain pengalaman bersama penumpang bersifat negatif, peneliti bertanya perihal pengalaman menarik yang bersifat postif antara informan dengan penumpang. dan akhirnya suasana serius selama beberapa waktu pertama menjadi lebih santai dan tidak menegangkan lagi antara peneliti dan informan kelima ini “Pernah sih dulu dipuji dengan orang bule kalau customer service di sini bagus. Dia suka dengan cara kami melayani semua permasalahan penumpang. Kata bule itu dia customer service bandara di negera juga. Dia itu cewek, cantik, bodynya wow, terus dia curhat kalian bagus kali bisa tahu semua tentang tempat wisatanya, mengarahkan penumpang sampai ke tujuan, sedangkan customer service di sana enggak terlalu tahu masalah tempat wisata di sana, bukan keharusan seorang customer service di sana untuk tahu tentang itu. Kalau nggak salah dia dari negara Prancis. Dia liburan ke Indonesia. Bolak-balik dia muji kita katanya kerja kita bagus terus begitu tanya tenpat-tempat wisata di sini, kita langsung cepat tahu dan tanggap. Jadinya kita bangga dengan diri sendiri haha.” Kak Rica juga tidak pernah ambil pusing dengan tingkah para wisatawan yang memiliki karakter beragam yang harus dihadapi setiap harinya. “Dinikmatin aja. Walaupun penumpang di sini banyak yang mentiko dijalanin aja. Apa yang mereka tanyakan kita jawab, kalau seandainya kita nggak bisa jawab pertanyaan mereka kita ngeles-ngelesin haha. Pokoknya sampai dia yakin dengan jawaban kita. Di sini kita yang harus meyakinkan penumpang.” Kak Rica juga menuturkan bahwa sangat banyak perbedaan pelayanan customer service saat masih berada di Bandara Polonia dan Bandara Kualanamu. Kak Rica mengatakan dulu, counter info itu hanya satu dan disitu semua aktivitas para CSO berlangsug, baik yang mengatur boarding pesawat, menjadi operator telepon ataupun melayani pertanyaan penumpang sedangkan di Kualanamu tentu saja tidak. Mereka memiliki tiga area kerja yang terbagi-bagi antara petugas info yang mengatur sistem, melayani penumpang di kedatangan dan melayani penumpang di keberangkatan. Karena pada saat masih ada di Polonia hanya satu atau dua orang penumpang saja yang bertanya ke counter infromasi, dan biasanya itu wisatawan asing sedangkan di Kualanamu mereka harus melayani ribuan orang yang bertanya dengan segala masalah, apalagi kalau musim libur tiba, laju penumpang bertambah pesat, bahkan sampai beberapa maskapai menyediakan schedule extra flight. Hal ini dilakukan demi kepuasan pelanggan akan pelayanan customer service sebagai fasilitas yang memudahkan penumpang. Peneliti menyakan mengapa konsep bandara dibuat Public Area apabila itu mempersulit pekerjaan para karyawan sendiri dan apakah tidak ada resiko yang akan ditanggung apabila konsep itu terus dilanjutkan. Kak Rica menjawabnya dengan santai. Ia menuturkan bahwa perusahan ingin membuat masyarakat lebih mengenal bandara ini sebagai bandara kebanggan masyarakat karena bandara Kualanamu menerapkan konsep canggih berkelas internasional selain itu bandara juga bisa menjadi pilihan berwisata bagi masyarakat Kota Medan agar terbiasa keluar masuk bandara dengan bebas hingga pada saat akhirnya mereka menjadi penumpang, mereka tidak akan canggung untuk masuk ke bandara dan tidak kebingungan lagi. “Memang disini, enggak bakalan terdeteksi dia bawa bom atau enggak, soalnya kalau cuma pengunjung saja bebas keluar masuk, lain tadi kalau penumpamg yang mau berangkat naik pesawat pasti diperiksa. Makanya karena konsepnya bebas bagi pengunjung, security itu mobile selalu ke seluruh terminal, di luar juga mereka dibantu TNI dan Polisi untuk mengawasi tingkah laku pengunjung.” Saat ditanyakan, apakah ada perbedaan ketika mereka melayani pengguna jasa bandara yang umumnya berasal dari latar belakang yang berbeda-beda, Kak Rica menjawab tidak. Dalam melayani penumpang, mereka harus memberikan perlakuan yang sama. Karena semua yang datang ke sini adalah tugas para CSO untuk memberikan mereka hak informasi atas bandara. Kak Rica bercerita dulu ia pernah, melayani penumpang asal Nias yang baru pertama kali naik pesawat dari Kualanamu dan saat dijelaskan tata cara keberangkatan oleh Kak Rica, penumpang tersebut akhirnya terlihat kebingungan. Kak Rika yang tidak tega melihat ekspresi yang ditunjukkan ibu itu melalui bahasa non verbal kemudian mengantar Ibu itu ke check-in counter, lalu masuk ke waiting room melalui automatic gate dan menyuruhnya duduk di dekat gate pesawat yang ia naiki. Kak Rica juga menyuruh Ibu itu untuk mendengat announcement tentang pesawatnya dengan memperhatikan boarding pass. Kak Rica mengakui tidak jarang para CSO harus melayani penumpamng dengan total dan ikhlas. “Konflik dengan penumpang yang ketinggalan pesawatlah. Dia minta ganti rugi tiket dengan kita pas di counter atas. Itu marahnya sampai pukul-pukul meja, terus nunjuk-nunjuk kita. Dia penumpang tujuan Nias itu. Udah dia yang terlambat, kita yang disuruh ganti rugi ongkos pesawat dia. Lagi pula urusan ketinggalan pesawat bukan tanggung jawab kami, karena tugas kami hanya mengumumkan, selebihnya setelah kami jelasin, kami arahin aja penumpang itu ke pihak airline bersangkutam, itu pesawat Lion. Lion biasalah gitu. Biasanya ada airline yang ganti rugi cash back 10 dari harga tiket ke penumpang. Tapi itupun tergantung airline-nya. Itu bukan urusan kita lagi. Peneliti juga bertanya, bagaimana jika seandainya mereka tidak mampu menjawab pertanyaan dari penumpang, sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan informan sebelumnya, bahwa CSO tidak boleh mengucapkan kalimat “Tidak tahu” pada customer. Kak Rica membenarkan pernyataan tersebut, dan memberikan tips dan trick yang harus dilakukan oleh para CSO. “Tipsnya pintar ngeles, trick-nya kami harus tetap meyakinkan penumpang, kalau kami sudah buntu dan nggak tahu jawab lagi, kami suruh aja langsung tanyak ke turis informasi karena mereka lebih tahu haha.” Peneliti juga menanyakan, manakah yang lebih sulit, melayani wisatawan domestik atau wisatawan asing, Kak Rica menjawab lebih sulit melayani wisatawan asing. “Lebih sulit mengatasi wisatawan domestik, karena banyak yang sok tahu sedangkan wisatawan asing itu, mereka mendengarkan aja kita ngomong, disimak terus udah, mereka bilang “Thankyou” baru pergi. Kalau wisatawan domestik ini nggak percayaan sama kita, kalau nggak percaya ngapain nanyak. Sok tahu mereka, udah kita yakinin juga tetap nggak percaya terakhir kami diamin aja, nanti kalau udah capek ngeyel dia, dia pergi juga sendiri. Wisatawan asing terutama Chinese asli sering saya yang handle. Kebetulan saya bisa bahasa mandarin, jadi menambah keragaman customer service juga.contohnya itu Ni hao, Wae ci na le? artinya itu Hallo, mau kemana tujuan Anda Wo neng bangzhu ni ma artinya ada yang bisa dibantu Baoqian artinya maaf, kalau ada penumpang Chinese yang kelihatan komplain dan marah-marah minta maaf aja Huanying artinya selamat datang Xio xin artinya hati hati How cia? Artinya mau naik apa, itu kita bilang ketika orang Chinese tanyak tentang alternatif kendaraan menuju Medan. Kita arahain aja biar naik Kereta Api supaya cepat dan praktis Te cian na pien artinya kita jumpa di sini. Itu kalau orang itu asalnya Chinense ya ngerti. Selain itu orang Chinese kalau uda akrab dia kadang nggak bilang Thankyou, mereka langsung bilang bye bye aja ke kita jadi jadi lebih akrab kesannya. Saat peneliti bertanya hal-hal masih harus diperhatikan dan menjadi kesan dan pesan dari Kualanamu menurut informan sendiri, Kak Rica memaparkan dengan singkat dan padat. Kesannya terhadap bandara ini ‘WOW’. Perbedaannya sama bandara yang lalu jauhlah. Dulu bandara kita panas, sekarang bandara kita dingin, kalau standby dicounter mau sampai mengigil. Pesannya buat bandara kita ya, petugas informasi agar diperbanyak, counter juga kita dibagusin. Desain counter kita itu, nggak memiliki jarak dengan penumpang, jadi kalau ada ng marah dan komplain ke kita dan mau nonjok kita, kita nggak bisa mengelak, karena nggak ada pengaman, sebaiknya counter informasi diberi batas antara petugas dan penumpang. Terus map segera disediakan, data-data informasi semoga dilengkapi untuk kita yang kerja di sini. Calo tiket segara dihilangkan.” Informan 6 Nama : Wita Ardini Harahap Tanggal Wawancara : 14 Maret 2015 Tempat : Counter Informasi Kedatngan lantai 1 Pukul : 14.30 WIB Wita Ardini Harahap merupakan informan keenam dalam penelitian ini. Peneliti bertanya bagaimana perasaan informan ketika pertama kali stand by di counter informasi. Dan hampir sama dengan jawaban informan lainnya bahwa ia merasa nervous gugup. “Pertama kali show off di sini haha, pertama agak jantungan lah ya, takut bisa nggak ya jawab pertanyaan penumpang. Jadi karena dulu kita satu shift masih sedikit sekali, saat tiba giliran kita jaga di counter sendirian itu rasanya kayak ‘neraka kali’ haha, belum terbiasa, karena sendirian duduk di sini padahal counter-nya besar, penumpang banyak, fasilitas di counter nggak ada. Batin tersiksa. Lebih kayak ketakutan internal diri aja, sebenarnya sih nggak ada kejadian apa-apa.” Kak wita juga memaparkan rasa gugup itu muncul ditambah lagi ketika bidang pekerjaan yang saat ini dia geluti tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannnya. Dia merupakan lulusan diploma tiga akuntansi yang biasanya saat kuliah mempelajari ilmu keuangan sekarang harus bekerja di bidang yang harus bisa membaca perilaku manusia dan pandai dalam menempatkan diri. “Sebenarnya memang nggak nyambung aja jurusan saya waktu kuliah, cuma kerena memang pada saat itu yang kosong dicari itu petugas informasi, makanya coba di sini. Cuma kedepannya kan kita nggak tahu, mungkin aja kita bisa pindah ke bagian keuangan atau akuntansi, karena kerja di sini kita pake proses juga. Kita change ke unit lain. Biasanya yang bisa tukar unit itu kalau ada rekomendasi dari atasan, namanya itu job tender. Nah kalau kita udah direkomendasikan kita bisa ikut seleksi. Nanti beberapa orang karyawan di tes, presentasi, wawancara terus dinilai, nah yang nilainya mencukupi untuk mengisi bagian yang kosong di cabang tersebut yang lulus. Beda kali lah pekerjaan saya di info ini dengan latar belakang pendidikan saya. Kalau akuntansi kan biasanya yang dihadapi pembukuan terus angka-angka, nah kalau di kerja di sini kan objek kerjanya orang. Terus kalau akuntansi kerjanya berkonsep, kalau di sini kita semacam free style gitu.” Saat peneliti menanyakan tentang pengalaman menariknya selama bekerja di sini, Kak Wita mengatakan pasa saat Bandara Kualanamu pertama kali launching, dan Presiden Susilo Bambang Yudhono yang datang untuk meresmikan pembukaan bandara, beberapa customer service dipilih dan diharuskan menggunakan baju adat pada saat betugas. Kak Wita mengatakan banyak pengunjung yang mengira pada hari itu ia adalah penari. Karena pada CSO yang terpilih menggunakan baju adat, diharuskan mobile di terminal untuk menyapa para pengguna jasa bandara. Itu merupakan pengalaman yang tidak terlupakan menurut informan karena sejak tamat Sekolah Dasar, Kak Wita tidak pernah lagi mengenakan baju adat. Kak Wita mengatakan bahwa sebenarnya para CSO sering merasa jenuh ketika menghadapi penumpang, karena tugas seorang petugas informasi di bandara menyampaikan hal yang monoton kepada penumpang apalagi ketika CSO mendapat tugas untuk stand by di counter keberangkatan lantai satu. Mereka cenderung bosan. Dan ketika sudah bosan, biasanya para CSO mencari kesibukan sendiri, seperti bermain handphone, memakan snack yang sebenarnya dilarang di counter, dan mengobrol bersama teman CSO lain. Rasa ngantuk dan jenuh itu kerap menghampiri mereka ketika flight schedule menurun dan wisatawan sedikit yang mengahampiri kita. Jam menuju sore hari merupakan hal terberat ketika mendapat giliran untuk stand by di counter informasi atas maupun bawah. Karena suasana yang tenang dan nyaman membuat peneliti mengembangkan pertanyaannya, peneliti bertanya apakah kesalahan fatal dari seorang customer service menurut informan, dan Kak Wita menjawab ‘Miss Communication’ “Miss komunikasi sama penumpang. Biasanya Lion itu yang suka buat kita melakukan kesalahan. Soalnya check-in counter mereka kadang nggak jelas, suka pindah-pindah tapi nggak ada pemberitahuan ke info, jadi kita nggak up-date dong dan kasih info yang salah ke penumpang. Contohnya tuh pernah kejadian, ada penumpang yang nanyak dimana check-in counter Lion ke Jakarta, biasanya itu di C23 misalnya kan ada di balik sisi island satu lagi, saya bilang ke penumpang. Rupanya penumpang balik ke counter marah-marah “ Kamu bilang tadi check-in counter-nya di baliknya, rupanya di satunya lagi, saya jadi mutar-mutar” jadinya kita yang bingung dong, akhirnya kita konfirmasi ke Lionnya eh ternyata benar mereka pindah counter hari itu tapi nggak konfirmasi ke kita.” Kak Wita juga mengatakan bahwa perusahaan yang bergerak di bidang jasa, sudah seharusnya memilki jasa customer service officer CSO. Hal itu dimaksudkan untuk memberikan pelayanan yang baik kepada customer yang ingin komplain tentang kinerja perusahaan atau sekedar meminta CSO untuk membantu cstomer dalam memecahkan masalah. Apalagi sebuah jasa transporasi udara, tentu saja sangat memnutuhksn CSO. Pada saat ini, semua kalangan sudah bisa naik pesawat akibat keberadaan pesawat low cost, jadi penumpang semakin beraneka ragam. Saat penumpang yang berasal dari kelas ekonomi menengah ke bawah naik pesawat untuk pertama kalinya, pasti mereka bingung. disitulah peran CSO memberikan pemaparan dan menjelaskan tahap-tahapnya. Kak Wita juga mengatakan bahwa kemampuan berbahasa sangat dibutuhkan bagi seorang customer service. “Bahasa pastinya. Karena kan bandara bisa diibaratkan seperti gerbangnya dunia, tempat bertemunya orang dari berbagi belahan dunia, pintunya orang keluar-masuk dari satu daerah atau negara, jadi memang Bahasa Inggris itu penting untuk menyamakan persepsi kita. Seharusnya malah kita harus dibekali keahlian dalam bahasa lain juga, nggak cuma english, Bahasa Indonesia atau Mandarin. Pernah kejadian, orang Korea, orang Jepang juga ke sini, mereka nggak bisa Bahasa Inggris, sama sekali nggak bisa, kita bilang “Ticket, ticket” dia nggak ngerti jadinya kita bingung mau gimana, yaudah pake google translate dia komunikasi dengan kita, terus pake bahasa tubuh bahasa isyarat nunjuk-nunjuk jam terus nunjuk-nunjuk ke arah sana, semualah dikerahkan untuk membantu dia. Karena kalau uda susah gitu kita kasihan juga,terpaksa kita antarkan dia ke tempat check-in.” Kesulitan dalam mengandle wisatawan domestik juga pernah dialami oleh Kak Wita dan kali ini adalah penumpang yang tidak bisa berbahasa Indonesia dengan baik dan jelas. “Ada. Pernah itu waktu, kejadian sama Ibu-ibu orang batak, dia ngomong bahasa batak sama kita, ya saya nggak ngerti kan, walaupun saya orang batak tapi saya nggak pandai bahasa batak, jadi saya bilang, “ Iya bu, kenapa bu?”, dia bilang “Enggak,enggak” gitu. Untungnya waktu itu saya jaga berdua dengan Kak Lova yang orang batak, langsung aja saya kode Kak Lova biar menghandle Ibu-ibu itu.” Percakapan dengan Kak Wita semakin seru, ketika peneliti masuk ke pertanyaan apakah Kak Wita pernah terlibat konflik dengan pegguna jasa bandara, Kak Wita menyambut pertanyaan dengan mimik wajah menggebu-gebu seakan tidak sabar untuk bercerita dan menjawab dengan panjang lebar. “Oh iya, dulu pernah ada pelanggan waktu masih baru-baru Bandara Kualanamu buka kejadiannya di counter keberangkatan lantai 2, datanglah orang Malaysia tiba-tiba komplain dan marah-marah, kita nggak ngerti kenapa kan bingung. Jadi saya diam aja dulu dengarin dia marah, jadi ceritanya itu, dia baru mau beli makan,udah dia bayar dan waktu dia baru mau makan tiba-tiba dia dengar announce boarding, jadi masuklah dia ke dalam waiting room buat naik pesawat. Rupanya dia pas nanyak ke petugas maskapai pesawat belum ada panggilan boarding karena pesawatnya belum datang. Dia marah-marah mungkin dia komplain ke petugas maskapai ya orang maskapai lempar dia suruh ke informasi. Ternyata teman kami yang sedang jaga di dalam, salah input data ke sistem komputer, seharusnya dia click waiting room, dia click panggilan boarding. Ya penumpang itu keluar terus ngamuk ke kita yang stand by. Dia marah kali ke kita. “Kenapa ibu marah-marah” “Saya tadi hendak beli makan, saya sudah bayar, tapi saya tidak sempat makan karena saya dengar announce boarding. Kalian ini bagaimana bekerja. Siapa itu announce, pasti kamu kan, kamu petugas informasi di sini” “Bukan Saya Buk” “ Enggak, pasti kamu” Rupanya belum sempat saya jawab lagi, announce dari sistem bunyi lagi, jadinya saya bilang “Ibu lihat kan bu, bukan saya yang announce “Mana orangnya itu yang ngomong, saya mau ketemu. “Enggak bisa ibu, orangnya sedang kerja di dalam, penumpang jug nggak boleh masuk” Karena hari itu saya jelaskanlah, kami kekurangan orang Bu,kami yang kerja cuma empat orang hari ini, jadi dia juga nggak bisa keluar menjumpai Ibu, karena nanti tidak ada yang mengatur panggilan boarding pesawat. Saya jelaskan panjang lebar dan kita akhirnya minta maaf. Nggak tahu deh dimaafkan atau enggak. Kalau menurut kakak mungkin dia minta rugi makanan yang belum sempat dia makan itu kan. Terus dia nggak terima dengan penjelasan kakak, selesai marah di foto fotonya saya di counter itu saya lagi sendirian. Katanya nanti saya mau dimasukkan ke internet dan id saya juga difoto. Ya saya biarin aja dia ambil poto saya, saya nggak takut, lagian kan posisinya saya sedang sendirian di counter dan saya masih sedang melayani penumpang lain. Saya cuek aja. Terserah ibu, saya enggak takut karena saya enggak salah. Dalam hati aja saya ngomong. Waktu itu, udah berapa hari kejadiannya saya masih suka kesal dan dongkol kalau mengingat kejadian itu, katanya mau dimasukin koranlah apalah segala macam. Tapi buktinya sampai sekarang nggak ada tuh, aman-aman aja.itu penumpang Fair Fly, saya nggak lupa haha.” Suasana wawancara bersama Kak Wita semakin hangat dan membuat peneliti penasaran. Peniliti ingin mengetahu bagaimana Tips and Tricks yang dilakukan customer service ketika tidak mampu menjawab pertanyaan dari customer. “Tipsnya yang pasti jaga stamina karena kerja kita nggak mengenal jam, dan sampai lupa hari. Waktu kita dihabiskan di bandara ini sampai kadang lupa kita punya dunia luar selain kerja. Kayak robot. Kalau tricknya sih, sama kayak Kak Rica, pokoknya pandai-pandai ngeles lah, bisa melobi penumpang. Misalnya kayak penumpang yang minta map ke kita padahal itu stan dari Dinas Pariwisata dan Pemko Medan udah ada tapi mereka belum mulai kerja, kita bilang aja,” Map-nya habis Bu” padahal memang nggak ada haha.” Ternyata mereka memiliki kesamaan dalam menangani penumpang dalam menjalankan taktik ‘ngeles’. Diakui oleh Kak Wita bahwa di sini mereka kerja “Team Work” jadi memang dibutuhkan kordinasi satu sama lain untuk melayani penumpang agar memberikan informasi yang sama dan sinkron. Walaupun begitu, sebenarnya para CSO tidak memilliki startegi khusus dalam melayani wisatawan atau pengguna jasa bandara. Menurut Kak Wita, semua berjalan begitu saja sesuai pengalaman kita di lapangan. Semakin sering kita menghadapi penumpang, semakin pandai pula kita dalam menangani mereka. “Motto bandara kita ini kan lagi heboh-hebohnya digencarkan adalah masalah ‘Mengutamakan Pelayanan’. Tapi terkadang nggak bisa, karena terhalangi juga sama pengguna jasa bandara itu sendiri. Kayak misalnya kan kita dalam melayani penumpang kan mesti di awali dengan kalimat, “ Selamat pagi Ibu, ada yang bisa saya bantu” sedangkan yang mau nanyak itu uda bejibun, kan buang-buang waktu untuk greeting aja karena nggak sesusai dengan medan yang harus kita lalui, penumpang di sini kan mau cepet aja bawaanya. Ditambah lagi sekarang pesawat haji di sini udah nambah dan punya schedule tetap, kayak Saudi Arabian, jadi otomatis pengunjung yang dilayanin juga bertambah, pesawat umroh juga tiap hari ada. Apalagi jam-jam sibuk itu dari jam setengah 9 pagi ke atas penerbangan padat sampai jam 2 siang, kita kalau di counter atas kadang untuk duduk aja nggak sempat, apalagi makan dan sebagainya karena di sini masih kurang petugas infonya.” Sampai kepada akhir wawancara Kak Wita, peneliti masuk pada pertanyaan tentang tantangan terbesar apa yang harus dihadapi informan selama bekerja di sini. Kak wita menjawab dalam bentuk curhatan dari hati terdalam bahwa waktu merupakan hal terbesar yang harus mereka serahkan selama bekerja di Bandara Kualanamu ini. “Tantangan itu masalah waktu. Kita di sini kerja dua belas jam setiap hari, nggak mengenal lebaran dan hari besar lainnya kita nggak bisa ngumpul sama keluarga karena kerja. Kejamlah pokoknya sistem shift itu. Tapi ya itu, apa boleh buat namanya kita kerja. Menahan batin juga dan hati biar nggak menjalin cinta sesama pegawai AP juga adalah tantangan, saya sudah membentengi diri haha tapi di sini beberapa orang pegawai banyak yang menjalin cinta, jadi ya salah satu mesti keluar kan sayang sebenarnya, tapi mungkin bagi mereka ‘cinta itu buta’” Kak Wita juga menambahkan, banyaknya pegawai Angkasa Pura II, terutama di Kualanamu tempat dimana saat ini ia bekerja, memang sangat sering terjalin cinta terlarang antara mereka. Menurutnya hal itu dapat dimaklumi karena pekerjaan mereka yang menyita waktu lama, dan lokasi kerja yang jauh dari perkotaan, membuat mereka hanya bertemu dengan orang yang itu-itu saja, dengan kata lain, sebagian pegaulan mereka adalah sesama pegawai Angkasa Pura II, sehingga manusiawi ketika mereka akhirnya saling jatuh cinta dan salah satunya harus rela meninggalkan pekerjaan sebagai pegawai Angkasa Pura.. Informan 7 Nama : Jaka Haris Wibowo Tanggal Wawancara : 19 Maret 2015 Tempat : Counter Informasi Kedatangan lantai 1 Pukul : 11.10 WIB Jaka merupakan informan ketujuh dalam penelitian ini dan sekaligus sebagai informan terakhir yang harus diwawancarai oleh peneliti. Peneliti memanggil sebutan ‘Bang’ dan ‘Kak’ pada setiap informan yang diwawancarai agar menunjukkan kedekatan interpersonal sehingga proses wawancara tidak berlangsung canggung dan tidak terlalu normatif. Bang Jaka mengaku bahwa ia awalnya cukup merasa kesulitan ketika pertama kali harus bekerja di Medan sebagai customer service. Pada awalnya dulu ia juga pernah bekerja sebagai customer service di Bandara Soekarno-Hatta, namun saat itu statusnya masih outsourching, dan pada saat ia ikut open recruitment pegawai Angkasa Pura II dan mendapat penempatan di Kualanamu, di situlah dunia baru dimulai. “Awalnya saya sekolah di STPI Curug, Tanggerang, pendidikan D3, dengan jurusan Operasi Bandar Udara. Setelah lulus, dari pihak sekolah bekerja sama dengan Angkasa Pura agar ketika lulus dari kuliah bisa masuk dan tes di Angkasa Pura itu. Kebetulan waktu saya masuk, yang mengajukan tawaran kerja kemarin adalah PT Angkasa Pura II saja. Tahap test masuk kerja, pas angkatan saya itu test administrasi dan wawancara saja. Tidak untuk secara umum. Memang pada saat itu kuota mereka di khususkan untuk sekolah penerbangan saja. Open recruitment disesuaikan dengan kebutuhan pihak Angkasa Pura. Penempatan kami itu ditetapkan dari pusat PT Angkasa Pura II.” Latar belakang informan yang berasal dari luar Sumatera Utara membuat peneliti semakin tertarik untuk menanyakan bagaimana cara informan beradaptasi dengan lingkungan kerjanya. Berdasarkan pengamatan peneliti pada awal wawancara dimulai, Bang Jaka merupakan pria Sunda yang lembut dengan suara halus dan pembawaan yang kalem. Hal inilah yang membuat peneliti semakin penasaran. “Saya mengalami kesulitan terbesar waktu itu hannya dari segi bahasa, kita kadang memang harus masih bertanya dan harus belajar lagi dengan orang yang asli Medan itu sendiri, karena saya bukan asli orang sini. Dan dari segi sikap dan cara berkawanpun memiliki perbedaan. Kayak misalnya orang Medan kan logatnya keras terkesan kasar, padahal sebenarnya kan enggak. Awalnya saya kagetlah waktu dengar mereka ngomong, tapi lama kelamaan saya sadar itu cuma nada bicara saja yang keras, sebenarnya nggak ada maksud marah. Yang sulit itu menyesuaikan diri dengan customer sih. Karena pengunjungnya kan beda-beda setiap harinya.” Perasaan pertama informan ketika pertama kali standby di counter informasi Kualanamu menjadi pertanyaan yang cukup menggelitik peneliti. Mengingat Bang Jaka sebelumnya sempat merasakan bekerja sebagai customer service di Bandara Polonia. “Pertama kali di counter otomatis suasananya beda ketimbang di Polonia, kalau di Polonia kemarin kan customer servicen-ya tertutup, sedangkan di sini counter customer service-nya terbuka. Jadi lebih kelihatan area publiknya, jadi banyak penumpang dan pengunjung yang menghampiri kita untuk bertanya, karena sekarang kita lebih kelihatan.” “Kalau menghadapinya sih dengan tenang dan rileks aja. Haha. Karena kalau kita menghadapi wisatawan yang marah-marah saya enggak melawan, saya berusaha tetap tenang, karena kalau kita melawan tetap aja enggak ada penyelesainnya. Saya itu netral.” Ketika peneliti bertanya bagaimana cara ia menghadapi tingkah laku para wisatawan yang berbeda setiap harinya ia hanya menjawab ringan dengan kata ‘rileks’. Menurut Bang Jaka keberadaan customer service sebagai salah satu bentuk pelayanan bagi wisatawan itu sangat penting, terlebih bagi suatu jasa transportasi udara. Bang Jaka menambahkan bahwa saat ini, pesawat masih merupakan alat transportasi mewah, walaupun sekarang sudah bisa dijangkau oleh masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Akan tetapi, bagaimanapun tata cara naik pesawat yang cukup rumit bagi orang awam, membuat keberadaan customer service sangat diperlukan untuk memandu mereka. Kemampuan berbahasa asing, terutama Bahasa Inggris aktif, pengetahuan tentang kebandarudaraan dan daerah wisata, serta penampilan yang menarik menjadi hal utama yang harus dikuasai dan dimiliki oleh CSO transportasi udara. Dalam perjalanannya sebagai customer service saat ini, Bang Jaka mengakui pernah berhadapan dengan pengguna jasa bandara yang tidak memiliki tata krama. “Kita harus lebih mengingatkan aja ke penumpang. Caranya ya ada aja celah kita untuk menyampaikan ke si penumpang bahwa kalau mau bertanya itu ada tata caranya, lihat lawan bicara Anda. Sebisa mungkin kita ngasih tahu hal yang benar ke wisatawan, kadang-kadang juga wisatawan harus diberi tahu tata cara untuk meminta bantuan orang kain seperti apa, biar sama-sama enak. Pernah ada wisatawan waktu di info keberangkatan dia bertanya tapi dengan jarak yang sangat jauh, tidak mau mendekat ke counter informasi, di situ kita kadang merasa sedih, karena jauh. Haha. Ya kalau sudah begitu kita coba membawa diri sebagai customer service uuntuk mengingatkan dengan bilang ”Mohon maaf, Pak” sambil menunjukkan gesture badan kita untuk menyuruhnya lebih mendekat. Jadi kita harus pandai memposisikan diri, karena kalau tidak diberi tahu terkadang customer tidak mengerti, kita juga nggak mungkin menjawab pertanyaan dia dari jauh dengan suara lantang karena di sekitar kita kan orang ramai jadi akan mengganggu ketertiban.” Sejauh ini Bang Jaka mengaku kalau dirinya belum pernah terlibat konflik dengan penumpang ataupun pengguna jasa bandara apalagi sampai memojokkan dirinya. Untuk itulah, menurut Bang Jaka dibutuhkan kordinasi satu sama lain antar customer service dalam bekerja sehingga bisa saling membantu ketika ada masalah. “Iya. Kita harus saling membantu saat bertugas. Kita nggak bisa jalan sendiri-sendiri di sini. Kalau teman kita salah, sebisa mungkin kita tutupin dari customer, karena di sini kita kerjanya rolling, nggak ada yang menetap di satu tempat saja.” Sama halnya dengan informan utama yang lain, Bang Jaka mengatakan kalau para CSO di sini tidak memiliki startegi khusus dalam melayani pengguna jasa bandara. Dalam pekerjaan mereka hanya membutuhkan kemampuan komunikasi yang baik. Komunikasi merupakan kegiatan kita sehari-hari sehingga sebenarnya tidak sulit kalau sudah biasa dijalani. Akan tetapi, bukan berarti mereka tidak memiliki tantangan dalam bekerja. Sama seperti pekerjaan lainnya, menjadi CSO juga memiliki tantangan tersendiri dan pastinya tergantung bentuk perusahaannya seperti apa dan dimana letaknya. “Tantangannya itu ketika kita sedang jaga di counter kedatangan, kita sering bentrok dengan sopir taksi yang kadang ikut campur mengarahkan penumpang yang sedang kita layani, suka menyambung pembicaraan kita dengan customer sehingga informasi yang kita sampaikan kepada customer tidak maksimal dan membuat customer pusing, apalagi dengan wisatawan asing kan terkadang mereka kasihan jadi bingung. Kalau sudah begitu bagitu bagaimana pembawaan kita sebagai seorang customer service aja, misalnya yang mengganggu itu adalah sopir taksi gelap, kita meyakinkan penumpang kalau kita juga punya layanan taksi resmi. Kalau memang taksi-taksi gelap itu marah ya kita melakukan kordinasi dengan aviation security avsec agar mengamankan mereka.” Bang Jaka juga mengakui bahwa saat ini jumlah customer service bandara ini tidak sebanding dengan jumlah wisatawan yang harus dilayani. Pembagian area kerja sering mengalami kesulitan karena mereka kekurangan orang. Apalagi ketika ada salah satu mereka dalam satu shift ada yang cuti atau sakit, pastilah pada hari itu mereka akan kewalahan. Bang Jaka juga mengungkapkan bahwa saat ini kita harus berbangga karena memiliki bandara sekelas Kualanamu, apalagi bagi masyarakat Sumatera Utara. Sudah sepantasnya pengguna jasa bandara menjaga dan merawat fasilitas yang telah disediakan. Bandara Kualanamu jelas memberikan kesan tersendiri karena Bandara Kualanamu merupakan salah satu bandara yang memiliki akses kereta api di Asia, kedua dari segi infrastrukturnya, desain bangunan terminal kita ini sudah seperti bandara di luar negeri lainnya, terkesan modern dan mewah. Bandara Kualanamu juga memiliki wacana menjadi bandara hub udara, seperti Changi Airport. Semua hanya tinggal menunggu waktu bandara rampung saja. Tabel 4.2 Klasifikasi Strategi Komunikasi Customer Service dalam Melayani Wisatawan Tujuan Penelitian No. Nama Customer Service Officer Strategi Komunikasi Customer Service Bandara Internasional Kualanamu dalam melayani pengguna jasa bandara dan wisatawan CSO 1 Dwi Firma Sari Menyesuaikan diri terlebih dahulu dengan lingkungan kerja dan pengguna jasa bandara, dengan cara memperhatikan etika, memperkenalkan diri dengan sopan, dan emotional questions. Lebih banyak menggunakan komunikasi verbal dalam melayani wisatawan domestik. Namun ketika melayani wisatawan asing informan menggunakan komunikasi verbal dan non verbal. Menerapkan konsep 3A yaitu Attention, Attitude, and Action. Mengandalkan Sabar menjadi ‘Tong Sampah’ wisatawan dan tetap tenang sebagai modal pendekatan interpersonal. Just look like smart dan cekatan yang terpenting. Pintar ‘ngeles’ ketika tidak mampu menjawab pertanyaan penumpang. bisa berbahasa Jepang Banyak menggunakan Model Komunikasi interaksional two step 2 Ilham Saputra Mengandalkan senyuman pada wisawatawan atau pengguna jasa bandara, dalam hal ini termasuk mimik wajah. Menjunjung tinggi service exellent. Percaya diri. Learning by doing. Menjadi pendengar yang baik. Sabar dan lebih banyak diam ketika menghadapi wisatawan atau pengguna jasa bandara yang arogan. Mengandalkan komunikasi verbal, dalam hal Bahasa Inggris untuk melayani wisatawan asing dan menggunakan komunikasi non verbal body language ketika berhadapan dengan wisatawan Chinese. Model komunikasi yang digunakan adalalah komunikasi dua arah, dimana pada saat melayani wisatawan asing, Informan senang melakukan dialog yang mengharapkan feedback. 3 Devi Yunita Pratiwi Melakukan kontrol diri, dalam hal pengendalian emosi pribadi. Tetap fokus. Mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi. Ekspresif, banyak menggunakan komunikasi non verbal. Komunikasi verbal dilakukan ketika melayani wisatawan yang memiliki sopan santun. Bersikap tergantung pada first impression penumpang. Mudah sakit hati, namun berusaha untuk sabar. Cuek terhadap penumpang yang sok tahu. Memperlakukan sama antara wisatawan asing dan dimestik namun lebih respect dengan wisatawan asing. Lebih banyak menggunakan model komunikasi liniersatu arah. 4 Wahyu Eko Wijaya Mengutamakan kesabaran demi menghindari konflik. Tidak terlalu percaya diri dalam menghadapi penumpang. Sering mengucapkan kata-kata maaf apologize Mengutamakan komunikasi verbal dalam melayani wisatawan domestik. Namun tidak hanya mengutamakan attention, tapi juga disertai action kepada wisatawan. Tidak pernah memasukan ke dalam hati setiap cacian dan makian dari penumpang. Lebih banyak menggunakan model komunikasi linier. 5 Rica Maria Baringbing Bersikap tegas terhadap penumpang. percaya diri dalam melayani wisatawan asing dan wisatawan domestik. Memperlakukan wisatawan asing dan domestik sama. Mampu berkomunikasi dalam bahasa batak, bahasa indonesia, bahasa inggris, dan bahasa mandarin. All out dalam melayani penumpang yang ramah dan cuek terhadap penumpang yang tidak memiliki tata krama. Tidak pernah ambil pusing terhadap perkataan penumpang yang menyakitkan hati. Tips melayani wisatawan apabila tidak mampu menjawab pertanyaan penumpang harus pintar ‘ngeles’ jangan pernah berkata tidak tahu kepada penumpang karena dapat mengurangi rasa percaya penumpang ataupun pengguna jasa bandara kepada staff bandara. Itu semua dilakukan demi menjaga citra baik perusahaan. Trick-nya harus selalu mampu meyakinka penumpang kalau kita benar. Bisa berbahasa Mandarin. Lebih banyak menggunakan model komunikasi liner. 6 Wita Ardini Harahap Menjunjung tinggi team work. Cuek terhadap tingkah laku wisatawan yang tidak memiliki tata krama dan arogan. Lebih memilih untuk diam dan menunjukkan mimik wajah ketika kesal ataupun marah pada penumpang. Lebih memilih untuk ‘ngeles’ dan tetap percaya diri pada jawaban yang diberikan pada penumpang ketika tidak mampu memaparkan informasi dari penumpang. Ketika jenuh menghadapi penumpang, informan memilih untuk mencari kesibukan sendiri. Menggunakan komunikasi verbal pada wisatawan domestik dan mengandalkan komunikasi non verbal ketika terkendala bahasa dengan wisatawan asing.Memberikan pelayanan maksimal pada wisatawan domestik yang memiliki latar belakang ekonomi rendah dan berpendidikan rendah. Memberikan pelayanan sesuai karakteristik pelanggan. Memperlakukan wisatawan tergantung pada kesopanan wisatawan saat bertanya. Model komunikasi yang digunakan model komunikasi liner menuju interaksional. 7 Jaka Haris Wibowo Tenang dan sabar dalam menghadapi penumpang. menjadi pendengar yang baik. Berani menegur wisatawan yang salah tergantung karakter wisatawan. Sering bertanya kepada sesama CSO ketika berkomunikasi dengan wisatawan domestik khususnya asal Medan karena terkendala di pemahaman bahasa sehari-hari. Pengertian terhadap penumpang. Melakukan mobile untuk menambah wawasan tentang pembangunan bandara dan melakukan cek terminal. Model komunikasi yang digunakan komunikasi liner menuju interaksional Sumber: Hasil Pengamatan dan Wawancara

4.1.5 Perbedaan Wisatawan Asing dan Wisatawan Domestik dalam Menggunakan Jasa

Dokumen yang terkait

Strategi Komunikasi Pemasaran Dalam Rangka Meraih Konsumen (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Pemasaran Marketing PT Railink “Kereta Api Bandara Internasional Kualanamu” dalam Upaya Meraih Konsumen)

13 136 138

LKP : Perancangan Strategi Komunikasi Desain Goods Identity Dalam Melayani Customer.

0 3 68

2. PROMOSI PENJUALAN - Strategi Komunikasi Pemasaran Dalam Rangka Meraih Konsumen (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Pemasaran Marketing PT Railink “Kereta Api Bandara Internasional Kualanamu” dalam Upaya Meraih Konsumen)

0 0 21

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 PerspektifParadigma Kajian - Strategi Komunikasi Pemasaran Dalam Rangka Meraih Konsumen (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Pemasaran Marketing PT Railink “Kereta Api Bandara Internasional Kualanamu” dalam Upaya Mera

0 0 27

Strategi Komunikasi Pemasaran Dalam Rangka Meraih Konsumen (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Pemasaran Marketing PT Railink “Kereta Api Bandara Internasional Kualanamu” dalam Upaya Meraih Konsumen)

0 5 15

Strategi Komunikasi Customer Service Dalam Melayani Pengguna Jasa Bandara (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Customer Service Bandara Internasional Kualanamu Dalam Melayani Wisatawan Asing Dan Wisatawan Domestik)

0 1 45

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 PerspektifParadigma Kajian - Strategi Komunikasi Customer Service Dalam Melayani Pengguna Jasa Bandara (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Customer Service Bandara Internasional Kualanamu Dalam Melayani Wisatawan Asi

0 0 18

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah - Strategi Komunikasi Customer Service Dalam Melayani Pengguna Jasa Bandara (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Customer Service Bandara Internasional Kualanamu Dalam Melayani Wisatawan Asing Dan Wisatawa

0 0 7

STRATEGI KOMUNIKASI CUSTOMER SERVICE DALAM MELAYANI PENGGUNA JASA BANDARA (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Customer Service Bandara Internasional Kualanamu dalam Melayani Wisatawan Asing dan Wisatawan Domestik) SKRIPSI TETTY MUTYA PASARIBU

0 0 15

TUGAS - TUGAS CUSTOMER SERVICE DALAM MELAYANI PELANGGAN PADA PT POS INDONESIA PALEMBANG

0 0 16