Kadar selulosa Analisis Karakteristik Karaginan

4.10.2 Viskositas

Hasil uji t berpasangan pada α= 0,05 Tabel 15 dan Lampiran 15e menunjukkan bahwa viskositas karaginan yang dihasilkan melalui proses mikrofiltrasi secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan proses konvensional. Hal ini diduga karena perbedaan kandungan selulosa yang secara signifikan lebih tinggi pada karaginan yang diperoleh dengan proses konvensional. Kondisi demikian menyebabkan total fraksi padatan dan rata-rata berat molekul larutan menjadi lebih besar pada karaginan yang diperoleh dengan proses konvensional. Menurut Jampen et al. 2000 nilai viskositas suatu larutan ditentukan oleh jumlah fraksi zat terlarut dan berat molekul zat terlarut, nilai viskositas akan semakin tinggi dengan semakin tingginya fraksi zat terlarut dan semakin besar berat molekul.

4.10.3 Tingkat kecerahan

Hasil uji t berpasangan pada α = 0,05 Tabel 15 dan Lampiran 15g menunjukkan bahwa tingkat kecerahan karaginan yang dihasilkan melalui proses mikrofiltrasi secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan proses konvensional. Kondisi demikian disebabkan oleh semakin rendahnya kadar selulosa dan pigmen pembentuk warna merah. Tingginya kadar kedua zat tersebut terutama selulosa dapat menyebabkan warna karaginan dan produk gelnya menjadi keruh Zamorano et al. 2002.

4.10.4 Rendemen

Hasil uji t berpasangan pada α = 0,05 Tabel 15 dan Lampiran 15h menunjukkan bahwa rendemen karaginan yang dihasilkan melalui proses mikrofiltrasi secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan proses konvensional. Rendemen karaginan yang dihasilkan melalui proses mikrofiltrasi 22,80 , hasil ini lebih rendah 6,24 dibandingkan dengan proses konvensional. Adanya selisih nilai tersebut terjadi karena sebagian besar komponen inpurity karaginan terutama selulosa dan pigmen dapat dipisahkan dengan proses mikrofiltrasi.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Fluks permeat selama proses pemurnian dan pengkonsentrasian ekstrak rumput laut dengan membran mikrofiltrasi 0,1 mikron mengalami penurunan dan mencapai kondisi tunak dalam kisaran waktu 18-20 menit. Tekanan transmembran sangat mempengaruhi besarnya fluks permeat pada kondidsi tunak. Pada penelitian ini fluks meningkat sebesar 8,05 l m -2 jam -1 untuk setiap kenaikan tekanan transmembran 1 kPa, sedangkan pada tekanan 54,7 -138,0 kPa dan laju alir umpan 2,77 - 4,71 m s -1 , laju alir umpan tidak berpengaruh signifikan dalam meningkatkan fluks permeat. Tekanan transmembran dan laju alir umpan tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai rejeksi pigmen fikosianin dan fikoeritin serta karaginan. Pigmen fikosianin, fikoeritin dan karagianan yang dapat direjeksi membran mikrofiltrasi masing-masing sebesar 59,44, 59,05 dan 100. Besarnya fluks pada proses mikrofiltrasi ditentukan oleh nilai tahanan membran internal Rm, tahanan fouling Rf dan tahanan polarisasi Rp. Nilai Rf mencapai 2-3 kali lebih tinggi dibandingkan nilai Rm dan selama proses filtrasi kedua jenis nilai tahanan tersebut tidak mengalami perubahan yang signifikan. Nilai tahanan polarisasi konsentrasi Rp besanya tergantung pada perkalian indeks tahanan polarisasi Ф dan tekanan transmembran P. Pada tekanan transmembran rendah kurang dari 27,6 - 40 kPa nilai tahanan didominasi oleh Rm dan Rf, sedangkan di atas nilai tekanan transmembran tahanan membran didominasi oleh Rp. Model tahanan seri dapat menjelaskan prilaku fluks baik pada daerah yang dikendalikan oleh tekanan maupun pada daerah yang dikendalikan oleh transfer massa. Proses pengkonsentrasian dengan membran mikrofiltrasi 0,1 mikron dapat meningkatkan viskositas 2,9 kali lebih tinggi dari semula. Jika dibandingkan dengan proses konvensional hasil yang diperoleh dengan mikrofiltrasi lebih baik kualitasnya dengan kadar selulosa yang sangat rendah 0,58 dan derajat kecerahan yang lebih tinggi 77,69.